i dengan air mata berderaian, sambil menahan perih di perut, juga di leher, mau tidak mau terpaksa harus
isik, dan ada juga yang coba menghe
ming, dan terus saja
lakuan Pak Rajimin terhadap Kamal itu sudah masuk dalam kategori tak manusiawi, jika ingin menghitung seberapa
u adalah sedikit kata yang sekonyong-konyong menjadi pemben
ng tidak lagi punya urat malu. Jika pun masih ada, K
k ada hal apa pun lagi yang
maka pada suatu kesempatan, segera saja Kamal berbelok jalan, membelakangi jalan raya,
buahnya yang tampak kekuning-kuningan, perutnya yang sedang kosong t
an tidak manis sebagaimana pisang pada umumnya, biji-bijian yang a
a sisir barulah Kam
n, duduk bersandar sambil menjiwai baju seraga
ir, andai Pak Rajimin tahu betapa
menyandarkan punggung ke batang pohon sambil memelu
mal! Ban
rlahan Kamal membuka mata. "Mama? Bagaimana carany
n mendapati wanita ini yang juga
Nak!" ujar wa
a pukul saya lagi," tepis Kamal sambi
menyesali perbuatannya.
wanita ini. Jari kaki di kaki kanan Bu Senia berjumlah enam, buka
res, siapa wanita
umput segenggam tanah, lalu melemp
u
mu bukan mamaku
, matak
anya. Kamal, alih-alih menghiraukannya, ia ju
u
rsamaan, suaranya perlahan berubah. Dari meringis
nak ular. Ular dengan panjang sekira lima puluhan centimeter
gelap. Ini malam hari, bukan siang
sehingga buru-buru berlindung, lalu m
siluman W
siluman. Tanpa menunggu lag
terpikir buku tulis yang lupa ia bawa serta. Kamal sangat cemas
gan sambil merintih-rintih. Di sini, tanpa pikir panjang, begitu Ka
r
i seketika itu juga kepala ular
pa kamu berusaha untu
kan ekornya, lalu menyandera, mengg
diapakan l
"Kamu ini siluman! S
an, saya tidak punya niat menyakiti
da siluman yang ngert
. Akan tetapi, Kamal tidak menghiraukannya sama sekali. Malahan, saat ini Kamal te
dari tadi saya lakukan. Saya hanya ingin minta bantua
awang ular. Sampai di sini, K
" lirih ula
membentaknya. "Saya ti
pi biarlah, tolong tanam kepala saya biar saya bisa
mal masih bisa melihat bagaimana kilauan di m
uga akhirnya. "Saya aka
enggali lubang dengan dalam secukupnya, kemudian meletakkan
ohonan terakhir? Bisaka
mal dalam hati. "Ya, sudah, k
membalaskan dendamnya pada
lah permintaan tak masuk akal, tetap
ngan tenang!" uca
kepalanya. Usai menimbunnya, Kamal menancapkan patahan ranting ke gundukan tanah tempat di
ke belakang. Kamal khawatir ular tadi masih hidup la
ebuah pos kamling tua yang tidak lagi ter
*
rman, satpam sekolah, mengadang Kamal, beberapa l
, Pak!" sahu
k Pak Tarman. "Kalau mau ngemi
Kamal tergugu. Kamal bungkam denga
k?" Sorot mata Pak Tarm
k! Sumpah, saya bukan pengem
tkan pada salah satu spesies ular yang