s yang ia punya, karena ia malas ke pasar untuk membeli pakaian. Alhasil, jika ada acara seperti ini, dia bingung sendiri ak
ak RW memperhatikan Amin dengan kebingungan.
u
u
k cepat. Tak ada tanda-tanda sahutan dari dalam rumah, bahkan Amin sedikit berjinji
u
u
ni suaranya agak keras. Berharap segera dibukakan
l
ofia istri Pak RW yang membukakan pintu untuk Amin,
i ujung kaki sampai ujung rambut. Mati-matian ia menahan tawa, saat kaus kaki yang dipaka
.. Anu
ja balik lagi ke sini ya," ujar Bu Sofia sambil tersenyum. Amin me
RW, tetapi mau makan baso dengan Dek Jihan," teran
ke mana, udah pakai batik gini." Bu Sofia te
dan ruangan dalam rumah dipakaikan krei dari bahan kain, sehingga Amin tak dapat melihat dengan jelas kondisi di dalam ruang tengah Pak RW. Ia memilih sa
h dulu memakai sandal lalu membuka pintu pagar. Ia tidak menunggu Amin, yang kelabakan memakai sepatu bertali miliknya. Jihan sudah b
apat menyusul Jihan. Wanita itu sudah duduk di depan, tepatnya di samping sopir angkutan umum. Di dalam sana s
yum, mimpi apa dia bisa jalan berdua dengan Jihan, walau duduk berjauhan seperti ini. Jihan mungkin masih malu berdekatan dengannya, maka d
k, lalu berjalan masuk lebih dulu ke dalam warung baso yang terkenal enak dan mahal di sana
makanan. Amin memilih duduk di samping Jihan, agar keduanya bis
sakit, gak bisa balik lagi gimana hayo? Miring terus begini." Jihan mempraktekkan leher miring yang kaku pada Amin, membuat Amin
ra sedikit ia keraskan pada pelayan yang se
pergi ke meja kasir untuk dibuatkan bill pesanan yang akan di tempel di lorong noted menu. Pelayan dapur baru akan membuatka
anya pelayan sambil bersiap d
satu lagi teh tawar hangat. Baso mercon urat dibungkus lima ya, jus jeruk lima, dan krupuk kulit sepuluh bung
ang kebingungan. Memikirkan baso rudal mercon aja udah bikin kepala dan pe
" raut wajah Jihan berubah masam, ia baru saja hendak ber
gan memberikan senyum sangat manis pada Jihan, senyuma
Aminku, baik
ponselnya. Tak ia hiraukan Amin yang kini se
jadi gak bisa," gerutu Jihan sambil
pulsa Jih
membuat Amin pun iba. Lekas Amin mengeluarkan dompetnya, lalu mengam
tangan Amin, lalu berlari keluar restoran baso untuk mencari pulsa. Amin hanya menghela nafas panjang, lalu menggelengkan kepa
n pada Amin, sedangkan dirinya memilih mangkuk dengan kuah tak terlalu merah. Amin yang tak paham, tentu saja bersorak gembira, saat Jihan member
a lidah rasa terbakar, namun ia tahan. Kuah bakso yang super pedas menurutnya. Hanya karena Jihanlah ia mencoba menahan kuat rasa peda
um juga tandas barang setengah mangkuk. Sangat pel
n yang sedang berdiri di dekat kasir, menunggu pesanan. Lekas pelayan
sih,
e
e
, papa udah di depan? I-iya, Jihan
dengan makan bersama saya." Jihan segera berlari keluar restoran sambil membawa aneka bungkusan di t
bayar
a, Mbak," jawab Ami
sana masuk! Cuci piring!" titah pelayan warung dengan kesal, karena Amin tak mampu membayar tagihan makan li
an motor gedenya. Amin yang baru pulang dari restoran
kit perut, jadi tukang cuci piring, dan isi dompet terkuras," ujar Amin
*
samb