as Arma
lingkar di bawah selimut itu,
nggilanku hingga harus kembali kuulangi
bangun! Su
seperti orang kurang tidur. Padahal hari sudah pukul tujuh pagi. Apa Mas
sempat mengetahui jam berapa Mas Arman masuk kamar,
uka karena terpaksa bangun cepat dari biasanya. Tak seperti sebelumnya yang kubiarkan saja m
rcetakan sudah dibuka. Aku nggak mau kamu molor terus dari jadwal buka dan tutup semula, Mas. Aku mau usaha kita maju pesat, nggak kayak sekarang yang nggak signifikan begini keuntungannya," ucapku sem
sepuluh juga nggak masalah. Bahkan kadang siang baru buka,
ng kaget. Percetakan buka siang?
g, Mas. Kok kamu nggak ngas
atau siang sama aja. Pelanggan tetap nungguin kok," ucap Mas Arman sembari menyelina
Biasanya juga gitu kan? Ng
erus. Atau kalau kamu nggak mau barengan, biar aku
akai mobil itu untuk aktivitas sehari-hari sementara aku menggunakan roda dua untuk dinas ke kantor karena repot jika harus membawa mobi
lama ini mendampinginya, membuat rasa ikhlas yang selama ini tertanam di hati mulai pu
ditabung untuk membeli mobil yang diakui sebagai miliknya, padahal jelas-jelas usaha tersebut dibangun dari t
bantu. Harta suami dan harta istri sama saja. Tetapi sejak mengetahui bahwa di mata Mas Arman ak
tulus pada suami selama ini justru dibalas de
rdapat rasa saling menghargai dan percaya, bukan sebaliknya. Satu pihak mencari manfaat dan keuntu
lalu mengalah dan menerima semua aturannya, tetapi mul
*
esuatu yang sedang kamu rencanakan sepertinya?" Mas Arman berkata dengan n
pang, tak lupa sabuk pengaman kupasang erat, sementara aku d
enuh. Helaan nafas gusar terdengar berkali-kali dari bibirnya. M
yang juga sendirian di sana. Setelah peristiwa malam tadi tak mungkin aku senaif itu membiarkan mereka berduaan sa
sekali ia lakukan jika malamnya kami tidak melakukan aktivitas suami istri. Begi
gku ya? Diam-diam mencuri kesempatan di saat aku sedan
iantar ayah ibunya sama-sama. Pasti Silla juga ingin begitu, nggak selalu aku yang mengantar dan menjemput sendirian. Aku juga bekerja. Car
demi menjaga psikologisnya, tetapi mendengar ucapan Mas Arman, rasanya tidak bisa tidak untuk melakukan pembelaan
an dalam keluarga hingga Mas Arman menjadi manja dan kurang tanggung jawab hingga menggan
un dia saudara sepupu jauh tapi aku nggak pernah kepikiran buat apa-apa dengan Yuni, Nis. Jadi lain kali kamu nggak perlu bertindak konyol seperti
. Perjuangan, apapun itu pasti berat. Apalagi perjuangan seorang istri untuk menyadarkan s
ya seperti apa terlebih dulu. Kamu negur aku di depan dia seolah-olah aku anak kecil yang nggak punya harga diri padahal aku majikannya. Nggak etis sebenarnya kamu memperlakukan aku begitu, Mas. Meskipun dia benar saudara sepupu kamu, tetapi nggak pantas rasanya kamu jatuhkan har
? Dia takut berbuat kesalahan padaku. Jadi nggak usah mendramatisir masalah hanya untuk membenarkan kesalahan. A
jangan ngotot belain dia. Emangnya kamu ada hubungan apa sih, Mas sampai segitunya kamu membela?" Aku membalas sembari kelu
ya, Nak," ucapku lembut sambil membelai dan mengecup sa
dong. Silla takut dengar orang marah-marah. Biar aja Papa ngomong apa,
ing mendengar pertengkaran kedua orang tuanya. Aku merasa bersalah. Semua ini gara-gara Mas Arman yang bersika
nggak marah-marah lagi ya. Oh ya nanti pulangnya mungkin ayah atau Mbak Yuni yang jemput, ya. Soalnya Mama ngg
s Arman semakin jutek dan tak enak dilihat, membuatku berpikir apa ancamanku tadi ma
gantar Silla dan ke kantor? Mas Arman saja yang baper
hubungan apa sebenarnya ia dengan Yuni hingga sikapnya bisa jauh