nji
, hanya ada mereka berdua sedang saling memandang satu sama lain. Kirana menitikkan air mata, tidak salah lagi, memang pria semrawut beraroma kayu di hadapannya ini adalah Panji. Panji mantan kekasih masa SMA yang delapan
emu, Ran," uc
menjadi canggung. Kirana menyeka air matanya lalu menyalami tangan besar Panji, dia sempat kaget lantaran telapak ta
rih Kirana menahan supa
ke lua
ah tidak sanggup menahan gejolak di dada. Dia ingin berteriak, dia ingin marah, dia ingin memukul Panji, tapi sekaligus ingin memeluknya erat-erat dan mengatakan seberapa kangen d
tabil dan tenang, tapi kalau sekarang dia biarkan, mungkin mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Dia menimbang sesaat, menyusul atau tidak? Buku tua di tangan yang belum sempat dibeli dia l
dia pilih adalah di bawah pohon mangga yang cukup rindang, berada di pojokan tempat area hijau Plaza, nyaris tak ada orang yang lewat sana. Dia kesampingkan nasihat
an meletus lebih seram dari sebelumnya. "Ran?" Tangan kirin
e mana! Aku hubungin gak bisa! Rumah kamu dipasang papan dijual! Aku hampir gila tau, gak?! Sekarang, bisa-bisanya kamu cuma bilang 'la
lirih Panji, "tapi aku sama sekali gak be
nya luluh setiap melihat wajah Panji. "Kamu kejam banget, Nji. Minimal waktu itu kalo kamu memang mau mengakhiri hubungan kita, kita bisa coba
ada kerinduan yang jauh lebih besar. Mereka akhirnya berpelukan. Tidak tahu itu pelukan bermakna apa, apakah sebagai temu ka
akal nyariin aku. Aku pikir malah kamu gak mungkin ingat sama aku." Telapak tangan Panji yang bes
u apek itu telah basah oleh air matanya yang tak kunjung reda. "Kenapa kamu
. Aku pikir kalo diteruskan, hubungan kita bakal berakhir gak sehat, makanya aku pilih p
aku?" Suara Kirana merendah. Ada nada permohonan dugaannya
keputusan yang pal
berhasil dicabik-cabik. Mereka berdua kembali saling melempar pandang dalam kesunyian, saling bertanya dalam hati: benarkah semua akan betul-betul ber
n di sini, Na? Aku nyariin kamu ke mana-mana, aku pikir kamu nyasar apa gimana. Gak mungkin juga kam
ove-on. "Jangan pernah muncul lagi di hadapan gue! Kalo pun kita gak sengaja ketemu, mending lu pura-pura gak kenal aja! Enyah aja selamanya!" Dia memaki
*
r langsung angkat suara se
Akhirnya tenggorokannya yang kering sehabis berteriak-teriak tadi kembali segar. Kirana memastikan dulu otaknya
kstra. Keduanya kepo ingin mengetahui lebih lanjut cerita Kirana. "Aku gak nyangk
ng. Gue juga gak tau kenapa dia bisa kaya gitu, mu
mu punya mantan." Pilihan Akbar untuk me
aran, kita belum terlalu saling mengenal!" Amarah Kira
Aku gak b
d lu! Niat lu! Gue mau pulang!
ana sama maka
am. Wajar saja Kirana tidak membalas lagi, hanya memberinya tatapan maut berikut tanduk setan di atas kepala. Akbar takut untuk berta
pi atau waffle?" Fi
rti biasa Akbar
hati masing-masing yang menerima pe