Hng
Dia paksa mata sayunya untuk terbuka, dia berkedip-kedip lemah menyisir tempat dia terduduk lemah saat ini. Dia berad
dah ban
emudi di sebelah, suara Akbar. "Maaf ya aku gak bangunin kamu, soalnya ka
enggumam cuek. "K
mau gendong ke dalam t
i kalo gue gak bangun, lu bakal nunggu di sini sampe pagi? Jangan gila lu!" ocehnya seraya menyerahkan kunci
alo aku ganggu tidur kamu,
ih, sono, bukain pintu." Mentang-mentang Akbar baik hati, Kirana jadi suka melunja
lempar senyum manis andalan yang suks
iatnya!" amuk Kirana selaras tangannya mendoro
Kirana selama hampir dua puluh lima tahun, tetangga tak ubahnya program rumpi no secret, radar Kirana sudah dari jauh-jauh hari memberi kode lebih baik radiasi beberapa meter
menggotong tubuh Kirana masuk ke dalam, tepatnya, cukup membantu memegangi satu tan
i di ruang tamu dengan selamat berkat Akbar. Ruang berukuran sepetak kecil yang hanya muat menampung beberapa orang itu
V setelah berbaring biar suasana tidak terlalu sunyi. "Lu belum p
abuk kamu hilang." Akbar tidak menjawab pert
deh," sahut
at dia seduh. Kirana habiskan hanya dalam tiga teguk. "Lu masih belum pulang? Apa l
bibir untuk mengusir rasa gugup. "Ada yang mau aku omongin,
ntu dia sudah bisa membaca gelagat Akbar.
yang sa
ah wanti-wanti Akbar akan men-dor dirinya, rupanya sekarang lah dia lakukan. Kirana jadi makin malas menanggapi kalau begi
ue. Lu pulang aja ya, gue ngantuk banget." Tolakan halus dilontarkan Kira
as menggapai jemarinya. Malam dingin tapi keringat Akbar tampak bercucuran s
nanti ternyata aku gagal membahagiakan kamu, kamu boleh meninggalka
gar rayuan itu. Sejujurnya dalam lubuk hati terdalam, Kirana cukup menghargai usaha Akbar, tapi masih ada satu nama yang bel
ana dari buai lamunan. "Aku gak maks
gkin memang hanya itu yang bisa gue kas
l menatap Kirana lebih lekat, lebih cocok disebut melotot, sih. "Makasih Na! Aku gak akan menyia-nyiak
gah malam, nih. Entar ada kuntilanak lewat ga
a melaju pelan menjauh disusul Kirana mengunci pintu indekos. Mata Kirana menatap kosong pada laya
ekarang juga masih culun, sih-dan masih bau matahari. Panji bukan cowok super ganteng seperti gambaran cowok dalam teenlit popul
a Panji terlihat dua kali lebih besar dari kepala Kirana. Nasib baik ukuran mata, hidung dan bibirnya ikut mengimbangi, akan sangat tak lazim tentunya kalau kepalanya bes
rana yang waktu itu duduk di belakang Panji memulai aksi dengan memberi perhatian, misalnya membagi bekal yan
dak tahu apa alasan Panji menerima perasaannya, satu kata "sayang" atau minimal "suka" pun belum pernah dia dapat dari Panji. Dalam benak Kirana, Panji bersikap beg
anya juga cinta buta), tapi marah pada orang lain dan Kirana harus jadi penengah, bagaimana Kirana tidak frustrasi? Sebagai contoh, mereka berdua sedang berjalan di pasar, dan tidak sengaja seorang pria menabrak atau menyenggol lengan Panji. Sudah bisa ditebak seterusnya apa yang akan
Orang rese kaya dia emang ha
a mogok bicara setidaknya seminggu. Babak selanjutnya, Panji akan meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi sikap sok jagonya, suda
acara kelulusan. Panji tidak tahu ke mana rimbanya, dia menghilang begitu saja, kalau bahasa bekennya sih dia meng-ghosting Kirana. Tapi da