*
i Om Herman, ca
n sore wajah sang ibu ceria sekali. Bri pun makin terheran-heran, selama ibunya hidup sen
an ayah pacarnya sendiri, Rheino. Bri mengusap air matanya. Bagaimana bisa? Bri sangat
rus membuat kue agar anaknya bisa sekolah ke luar negeri suatu saat nan
nsel nya. Yang pertama pesan dari mama, jam 7 malam acara dinner dengan teman-temannya. Mama min
ilik mata indah itu membulat. Dengan cepat dia
ei
' balas Wh
r
al
lnya menatap layar
ei
u ma
r
G
is typi
tu napa
kok enggak peka ya. Bri menggigit
r
rse
ei
jawabnya
um keramas. Untung rambutnya enggak bau. Suka-suka aku do
gka dua belas malam. Kantuk mulai me
*
iakan sang mama sudah mengalahkan jam wekernya. Diliriknya jam
semata wayangnya. Wajah wanita ayu tampak khawa
mi itu, wanita berstatus ganda, istri sekaligus suami. Kadang galak, k
u berkerut. "Jangan b
tapan mama dan menuju meja maka
ecangkir teh tanpa gula sudah tersedia di samping piringnya. Susu plai
atmeal ena
at nya subuh. Karena nanti malam mau ada acar
"Kamu enggak ada t
ntar Bri
ditunda, langsung k
guk menurut
g t
angsing itu memandang mamanya berjalan menuju ruang tamu. Dia terus meng
a Nak R
at dia menyeruput tehnya. Apa?
ama ramah mempersi
sopan. "Terima ka
n kami sedang sarapan. Kam
ak senang. Ngap
ri. Duduk berhadap-hadapan.
enggak lagi. Sejak mamanya hendak bertunangan dengan ayah
apan. Jangan malu-ma
ya. "Ya, tante." Rheino teringat sesuatu. Dia menyodorkan
nar. Mama keliatan bahagia sekali. Lagi-lagi kenapa har
setajam silet. Bri membuang muka. H
Sebuah outer berwarna pink keabuan. C
cok ama Mama." Bri mencoba terse
uter ini ah. Kalian berdua l
ang Bri melirik sinis Rheino sedang makan sereal jagung. B
ingin bica
ut. "Mau n
kemarin?" tanya Rheino pelan agar suar
inya berkata, aku kan masih sayang ama
yang ama papa. Please, ngerti dong," pin
. Kamu tahu kan, aku sayang b
kakak adik. Enggak lebih dari itu," tolak Rheino men
Bri mengelap ingusnya dengan tissue. Matanya sudah berair. Baiklah kalau maumu begitu. Awas saja, aku enggak mau
*