rmasuk mertua perempuanku. Suara di depan sana sudah sepi, hanya ada bibik yang bol
seperempat saja. Itu tandanya, semua tamu mencicipi dan suka dengan rasanya. Ada setitik rasa se
u pada Bik Isa saat dia melewatiku sambil membawa
mua sama nyonya besar," jaw
gak, Bi?" tanyaku lagi, sambil mengedarkan pandanga
ang mengantar Nyonya
embali ke dapur. Kue yang baru saja kupotong, kini kumasukkan ke dalam mulut. Rasanya pas. Bolu black forest buatan
i, lalu berjalan menuju kamar mandi. Mengguyur kepala dan seluruh tubuh, rasanya sangat pas dilakukan saat ini, agar otakku leb
bercermin. Wajahku cantik dan masih menarik, walau sudah berusia tiga puluh tahun. Kulitku tidak hitam, tetapi kuning langsat. Aku juga l
Suamiku Edwin, sudah kembali dan kini tengah bertelanjang dada dudu
g saja?" tanyaku padanya
ku lagi melayani kamu. Padahal kamu tahu sendiri itu percuma!" ja
manjur untuk dipakai lelaki," ucapku sembari menarik tangannya menuju la
bungkusan itu pada suamiku, tetapi ia malah me
Aku mau mandi, gerah!" Aku hanya bisa menghela napas kasar, saat Mas Edwi
lu aku pun memilih duduk di atas ranjang. Aku tunggu sa
t segar. Rambut yang belum benar-benar ia keringkan dan sisa air masih me
peluk dari belakang.
en," rengekku
it hati? Iya. Aku sakit hati. Namun, aku begitu mencintainya dan mencintai rumah tangga ini. Aku harus kuat dan m
gnya, mencoba mengusir rasa malu dan sakit hati. Ya Tuhan, aku be
u tidak bisa, kamu jangan kecewa,
imono, lalu b
anya juga mulai diselimuti kabut hasrat. Lelaki itu membuka handuknya, lalu mendek
lagi suamiku kalah, padahal baru duduk di
masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan
harus bagaima
*
sam