puluh juta,"
ngsung bangun dan menatap suaminya itu ter
H
am uang sebanyak itu tentu saja
ya secara bera
u tahu dia tidak bisa membaya
utang bud
minya. "Mas memang orang yang baik. Saya salut. Ikhlaskan saja utang-utang itu, Mas, kalau me
l sekarang sudah waktunya mereka untuk tidur setelah lelah melakukan kegiatan malam mereka. Sakha bahkan terpaksa harus men
dia sedikit pun tidak menunjukkannya pada sang
g, dia hendak membersihkan diri sebelum kembali tidur. Karena be
erut. "Mas, apa benar Mas akan menikahi putri si tukang utang itu?" Tia bertanya
kamu dengar," ja
tidak suka jika orang lain mencampuri urusannya sekalipun itu istrinya send
ikah lagi? Kita masih bisa mencoba untuk memiliki anak, Mas. Mas Sakha sehat, kita bertiga juga sehat, masih ada
. "Semoga saja," katanya. Lalu dia bangkit berdiri,
dan mungkin sudah kesusahan untuk berjalan, tapi tidak memiliki seorang anak pun yang akan menemaninya
ingnya sendiri. Siapa pun ibunya Sakha tidak peduli yang terpenting anak itu adalah anaknya. Walau begitu, sebagai ucapan terima ka
s dan kekayaannya akan diberikan kepada orang lain, sekalipu
menggerogotinya. Ketiga wanita yang dia nikahi tidak satu pun membuahi. Padahal Sakha ada
at sangat yakin bahwa pernikahan yang ke tiga adalah pernikahan terakhir, tapi sudah satu t
itu hanya omong kosong belaka, tapi mungkin karena Sakha sudah terlalu putus asa... sehin
*
" Yuniarti masuk ke dalam kamar putri sulungnya, membawa s
dan tersenyum pada ibunya. "Nggeh,
makan dulu biar
rin dalam keadaan tidak sakit, dia pasti akan menyukai bubur ini, dia menyukai apa pun makanan yang Y
n rasanya pun terlalu hambar, nyaris memualkan. Airin menahannya, karena dia
in dengar ada ribut-ribut di l
esi rumit, dia terdengar menghela napas sebe
estui salah satu putrinya dinikahi oleh Tuan Sakha, maka semua utangnya akan dianggap lunas. Tapi kamu tahu sendir
a mendengar semua itu. Sudah dia duga,
Mawar, tapi dia menolak. Melati masih sekol
g tidak menguntungkan. Bapak berutang pada Sakha, lelaki itu sudah sering menagih tapi mereka tidak bis
kan. "Ririn akan bicara dengan Tuan Sakha besok dan meminta keringanan dar
ng bapakmu sudah terlalu banyak dan mustahil untuk dilunaskan. Sudah beruntung kita me
. Kalau berusaha lebih lagi, dia pasti bisa membayar
k pinjam?" tanya Airin pelan, berusaha
hnya dengan punggung tangan sebelum
udah jatuh terduduk karena saking terkejutnya. "
dih. "Untuk pengobat
an? Bukan
u jadi kami tidak memberitahukan yang sebenarnya." Yuniarti menat
ang dia derita, dialah yang membayar semua biayanya. Saat itu Airin begitu senan
n itu dilunasi oleh Sakha, uang yang Airin berikan pada
a semakin bersalah p
Kami meminjamnya secara berangsur-angsur, tidak sadar totalnya akan menjadi sebanyak itu," lanjut Yuniarti.
mencari jalan keluar, tapi satu-satunya jalan memang tawaran yang Sakha tawarkan. Hanya itu. Sedangkan masalah
begi
irin sa
idak mengerti apa
au begitu yang menik
ar itu. Dia terdiam, tidak mampu berkata-kata
mantapkan diri. "Yang pasti
gadis di desa ini yang menikah pada usia muda, tapi Airin sangat berharap adi
dia ingin sekali melanjutkan pendidikannya ke luar kota, ke jenjang perkuliahan.
. Yang ada di pikirannya setiap saat adalah bagaimana dia dan keluarganya bisa makan tanpa kekurangan. Airi
upannya menjadi istri keempat tidak mungkin lebih buruk dar
ingin utang keluarganya lunas, dan beban d
uah penderitaan, Airin akan menerimanya. Karena dibanding pengo
h cukup membebani mereka. Walau kehidupannya tidak bahagia, Airin bersyukur dia sekarang masih hidup, dan memiliki orang tua sepert
uan Sakha akan
tau, Nak. Bisa saja besok malam atau lusa. Karena saat itu Galih menyur
n yang lebih tulus, yang menyatakan bahwa dia baik-baik saja da
n erat, terisak-isak di bahunya. "Maafkan Bapak juga. Maafkan kami. Selam
anas, tapi dia tidak ingin menangis dan membuat ibunya semakin khawatir. "Terima kasih, karena selama ini sudah bersedia merawat Ririn dan memperlakukan Ririn seperti anak kandung
*