Airin terkenal sebagai wanita baik-baik, dia anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tua. Airin tidak pernah sekalipun membantah apapun yang orang tuanya perintahkan. Termasuk ketika abah dan ama menyuruhnya menikah dengan seorang pendatang kaya raya di desa mereka, Tuan Saka Januar Pradipta. Airin tidak masalah kalau Tuan Saka masih lajang, tapi pria berusia 33 tahun itu telah memiliki 3 istri. Yang artinya, Airin... akan jadi yang keempat. Namun apakah akan sesederhana itu? Tentu saja tidak. Karena Airin menolak menjadi wanita yang tertindas. Sifat yang selama ini mati-matian dia tutupi dari orang-orang perlahan mulai muncul. Airin bukanlah gadis baik seperti yang selama ini mereka pikirkan. Dia licik dan manipulatif, sayangnya tidak ada yang menyadari itu karena wajah polosnya. Kecuali... kecuali tentu saja Tuan Saka yang terhormat. Di hadapan suaminya itu, Airin tidak pernah bisa menutupi apapun. ***
Matahari bersinar terik di atas langit, suara cicada yang menempel di pohon berbunyi sangat nyaring. Seorang lelaki paruh baya berlari tergopoh-gopoh ke arah rumah panggung yang di terasnya duduk seorang pria berpakaian modis dengan laptop terbuka di meja hadapannya. Mendengar langkah seseorang yang tergopoh itu, atensi si pria teralihkan padanya.
"Ada apa?" tanya si pria, suaranya terdengar berat dan tegas.
"Tu-tuan...!" lelaki paruh baya itu berhenti di bawah tangga teras, napasnya terengah-engah. "Tuan Sakha... ada yang pingsan di ladang!" serunya susah payah.
Berbanding terbalik dengan kepanikan lelaki itu, ekspresi di wajah Sakha justru tidak berubah. Sakha melipat layar laptopnya dengan hati-hati, kemudian berdiri dan mendekati salah satu pekerjanya itu.
"Di mana dia?" tanya Sakha.
Lelaki itu buru-buru menunjukkan jalan menuju ladang yang dia maksud.
Sakha mengikutinya di belakang. Saat mereka sampai di ladang, terik sinar matahari semakin terasa menyengat. Di tengah ladang yang ditumbuhi jagung itu, berkumpul beberapa orang yang juga merupakan pekerja tani yang bekerja di ladang Sakha, mereka tampak mengerumuni sesuatu.
"Hei, minggir-minggir! Ini Tuan Sakha sudah saya panggilkan," seru lelaki yang tadi melapor.
Lantas semua pasang mata tertuju pada Sakha yang berjalan mendekat, beberapa mata menatapnya terkejut.
"Pak Ji! Kenapa manggil Tuan Sakha? Kamu ini, merepotkan saja! Tau ini siang bolong begini!" omel Inah, memukul pelan bahu Parji, lelaki itu masih ngos-ngosan, sibuk mengatur napasnya.
"Habisnya... kasihan Ririn. Daripada membiarkannya di sini, panas-panasan, yang ada keadaannya malah makin memburuk, lebih baik kita panggil Tuan Sakha. Lagipula itu sudah menjadi salah satu tanggung jawabnya untuk memastikan kesehatan dan keselamatan pekerjanya," Parji membalas ucapan Inah dengan suara pelan.
Tepat setelah itu, Sakha sampai di dekat mereka dan langsung menatap ke bawah, ke seorang perempuan yang dibaringkan di atas tikar lusuh, cahaya matahari menerpanya, wajahnya pucat dan berkeringat deras, keningnya berkerut-kerut seperti seseorang yang kesakitan.
"Bagaimana ini, Tuan? Rumahnya lumayan jauh dari sini, kita ndak tahu bagaimana harus membawanya pulang," kata Parji.
Tanpa pikir panjang, Sakha menjawab, "Biar saya yang bawa dia."
Jawaban itulah yang para pekerjanya tunggu, jelas terlihat dari kelegaan di wajah mereka sesaat setelah Sakha mengatakan demikian.
Sakha berjongkok, menatap wajah perempuan itu untuk beberapa saat. Dia tampak lusuh sekali, pikir Sakha. Bajunya itu dulu pasti berwarna putih, tapi sekarang sudah cokelat dan ujungnya sedikit sobek. Dari lipatan pakaiannya, Sakha menduga dia mengenakan beberapa lapis pakaian. Wajah perempuan itu juga kotor karena debu dan pucat.
Sakha menduga alasannya sampai pingsan begini adalah karena dehidrasi. Tanpa menunggu lebih lama, Sakha pun mengangkat tubuh wanita itu ke dalam gendongannya, dia sedikit terkejut karena ringannya tubuh itu, Sakha tidak menduganya karena tubuh perempuan itu tampak berisi.
"Saya akan membawanya ke rumah, kalian lanjutkan saja pekerjaan kalian," kata Sakha.
"Baik, Tuan."
"Ya, Tuan."
"Terima kasih, Tuan."
Sakha mengangguk, kemudian berbalik dan melangkah pergi.
Bekerja di tengah siang bolong seperti ini memang selalu berat, tapi Sakha sudah mengatur semua waktu dan dia tidak ingin terik matahari menjadi penghalang, dia bahkan memberikan upah lebih kepada para pekerjanya yang bekerja pada siang hari.
Saat sampai di rumah peristirahatan yang tersembunyi di kebun dengan pepohonan rindang, Sakha baru menyadari bahwa tubuh perempuan di dalam gendongannya terasa panas sekali, padahal cahaya matahari sudah tidak terlalu mengenai mereka karena daun di pepohonan.
Sakha masuk ke dalam rumah, membaringkan perempuan itu ke ranjang di salah satu kamar yang terdapat di sana. Kamar itu tidak pernah terpakai, kecuali kamar di sebelahnya yang biasanya Sakha gunakan untuk tidur siang saat menunggui pekerja di ladang.
Sebenarnya, Sakha juga tidak tahu harus melakukan apa, jadi dia mengambil hapenya untuk menelepon seseorang.
"Galih, sepulang kamu membeli benih, langsung ke rumah peristirahatan. Bawa mobil," kata Sakha, setelah mendapatkan jawaban yang dia inginkan, Sakha mematikan hapenya lalu menatap perempuan itu. Sakha menyentuh dahi perempuan itu, terasa panas. Peluh terus saja mengalir di pelipisnya.
Sakha berpikir apa yang harus dia lakukan, kemudian perhatiannya tertuju pada pakaian lusuh yang perempuan itu kenakan. Sakha menyentuhnya pelan, sedikit jijik karena kotor, tapi Sakha mencoba untuk mengabaikannya kemudian membuka kemeja yang perempuan itu kenakan. Dan benar seperti dugaannya, perempuan itu mengenakan baju berlapis-lapis, yang mau tidak mau harus Sakha lepas sampai menyisakan kaus berwarna putih bersih yang telah basah oleh keringat.
Pantas saja ringan, tubuhnya kurus sekali, batin Sakha. Baju berlapis-lapis memang membuat tubuh si perempuan tampak lebih berisi.
Sakha kemudian mengambil handuk kecil, membasahinya dengan air dingin, lalu mengelap peluh di wajah perempuan itu.
Bulu mata yang panjang bergerak-gerak, kelopak mata terbuka, memperlihatkan manik mata hitam kelam yang langsung tertuju menatap mata Sakha. Sakha terhenyak sebentar, tangannya yang tadi bergerak langsung berhenti.
"Kamu pingsan, saya mencoba membantu kamu," kata Sakha, tapi sepertinya perempuan itu tidak mendengarnya. Saat Sakha hendak berucap lagi, mata perempuan itu kembali tertutup.
Sakha terdiam menatapnya, kemudian melepas handuk di tangannya dan mengambil lagi hapenya. Menelepon Galih, menyuruh bawahannya itu untuk cepat.
Tidak lama kemudian, Galih pun datang, betapa terkejutnya dia melihat bosnya berada di dalam kamar dengan seorang gadis berpenampilan lusuh dan kotor di ranjangnya.
"Bawa gadis ini pulang," Sakha berkata.
Galih mematung di ambang pintu, mulutnya terbuka.
Sakha mendelik tajam padanya. "Kamu mendengarku, Galih, bawa dia pergi."
"Apa yang sudah..."
"Dia pingsan di ladang jagung sehingga aku harus menggendongnya sampai sini."
Dengan penjelasan singkat itu, Galih pun mendekat, memandang wajah perempuan itu.
"Kamu mengenalnya?" tanya Sakha.
Galih mengangguk. "Dia anak Pak RT yang tukang hutang itu," jawab Galih. Sebenarnya Sakha tidak memerlukan jawaban yang seperti itu, tapi yang penting sekarang dia tahu kemana Galih harus membawa perempuan itu.
Sakha baru saja hendak ke luar, tapi kemudian dia teringat akan sesuatu. "Sejak kapan anak perempuan pria itu bekerja di ladangku?" tanyanya heran.
"Oh bukan, ini bukan si Mawar sama Melati, namanya kalau tidak salah Ririn."
Pantas saja, batin Sakha, dia tidak melihat perempuan lusuh ini saat terakhir kali dia berkunjung ke rumah Fahrul Jamal, Pak RT tukang hutang yang dibilang Galih itu. Karena setahu Sakha, Jamal hanya memiliki dua putri yang sangat cantik dan sering dijuluki sebagai kembang desa, siapa yang akan menduga bahwa gadis lusuh di hadapannya sekarang juga merupakan putri pria itu.
"Kamu sudah menyampaikan pesanku pada Pak RT itu, kan?"
"Sudah, Tuan, kemarin malam. Dia tampaknya agak syok, tapi juga tidak punya pilihan lain."
"Hm, baguslah."
"Ngh... Tuan."
"Apa?"
Galih tampak ragu-ragu. "Apakah... Tuan sudah membicarakan perihal akan menikah lagi dengan nyonya-nyonya di rumah?"
Karena pertanyaan Galih itu, Sakha menatapnya memicing. "Siapa yang menelepon kamu?"
"Nyonya Henia, Tuan," jawab Galih.
"Hm, sejak kapan kamu jadi punya mulut ember begitu, Galih?"
"Bu-bukan saya yang kasih tau, Tuan! Nyonya Henia bilang dia dengar desas-desusnya saja dari warga desa yang suka begosip."
Sakha terdiam untuk beberapa saat, bergumam, "Seharusnya saya tidak membawa mereka kemari." Setelah mengucapkan itu, Sakha pun berlalu pergi.
***
Kehidupan pernikahan Sophia dan Albert dipenuhi dengan perang dingin. Mereka tidak pernah memiliki kecocokan terhadap satu sama lain, tapi terpaksa menikah karena dijodohkan. Albert yang terkenal sebagai casanova tampan, ditambah Sophia yang terkenal dengan sikap arogannya. Namun diam-diam, Sophia jatuh cinta pada Albert. Dan Sophia tahu bahwa Albert juga diam-diam menyimpan hasrat dan gairah tersembunyi padanya. Lantas, bagaimanakah cara Sophia membuat Albert jujur pada perasaannya tersebut? Dan akankah keduanya bisa bersatu dalam pernikahan yang begitu kacau itu? ***
Lucius Denovan loves game. And Alicia Lucero happen to be his only game that he loves to play. *** Saat Alicia berusia sembilan tahun, orang tuanya pergi dan dia dititipkan kepada pamannya. Namun, pamannya adalah seorang pria gila harta yang kemudian menjual Alicia pada seorang pria bermata merah kelam itu. Alicia kemudian diasingkan ke sebuah desa. Sampai usianya menginjak angka delapan belas, pria itu datang menjemputnya. Dan dia adalah manusia terkejam yang pernah Alicia temui. Pria itu menyukai sensasi ketika permainannya melukai Alicia. Dia tersenyum ketika melihat Alicia menangis. Dan tertawa ketika Alicia menjerit sakit. Namun, Alicia tidak pernah sekalipun merasa bahwa dirinya harus pergi dari jerat pria itu. Karena Alicia tahu sesuatu yang Lucius tidak ketahui. *** 2021 by Asia July Cover illustration by Asia July (@layaciart)
WARNING 21+ ~~~ Elsa Putri menikah pada usia 18 tahun, dengan seorang pria yang 9 tahun lebih tua darinya. Elsa tidak mengerti cinta, namun dia merasa tidak rela ketika pria yang seharusnya menjadi miliknya ternyata telah menjadi milik orang lain. Ketika perasaan mereka menjadi tidak menentu, Elsa menemukan dirinya hamil. Hamil di usia 18 tahun. ~~~ ©2021 - Asia July pic : Unsplash by Jerry Wang edited by me.
Hanya ada satu pria di hati Regina, dan itu adalah Malvin. Pada tahun kedua pernikahannya dengannya, dia hamil. Kegembiraan Regina tidak mengenal batas. Akan tetapi sebelum dia bisa menyampaikan berita itu pada suaminya, pria itu menyodorinya surat cerai karena ingin menikahi cinta pertamanya. Setelah kecelakaan, Regina terbaring di genangan darahnya sendiri dan memanggil Malvin untuk meminta bantuan. Sayangnya, dia pergi dengan cinta pertamanya di pelukannya. Regina lolos dari kematian dengan tipis. Setelah itu, dia memutuskan untuk mengembalikan hidupnya ke jalurnya. Namanya ada di mana-mana bertahun-tahun kemudian. Malvin menjadi sangat tidak nyaman. Untuk beberapa alasan, dia mulai merindukannya. Hatinya sakit ketika dia melihatnya tersenyum dengan pria lain. Dia melabrak pernikahannya dan berlutut saat Regina berada di altar. Dengan mata merah, dia bertanya, "Aku kira kamu mengatakan cintamu untukku tak terpatahkan? Kenapa kamu menikah dengan orang lain? Kembalilah padaku!"
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Zain, seorang pengusaha terkenal yang terlihat muda di usianya yang mendekati empat puluh. Ia adalah seorang pria yang nyaris sempurna tanpa cela. Namun, tidak seorang pun yang tahu. Lima tahun yang lalu pasca menyaksikan pengkhianatan istrinya, Zain mengalami kecelakaan tragis. Dampak kecelakaan itu ia mengalami disfungsi seksual. Demi harga dirinya, Zain menjaga aib itu rapat-rapat. Namun, hal itu dimanfaatkan Bella untuk berbuat semena-mena. Kecewa karena Zain tidak mampu memberinya kepuasan, Bella bermain gila dengan banyak pria. Zain tidak berkutik, hanya bisa pasrah karena tidak ingin kekurangan dirinya diketahui oleh orang banyak. Namun, semuanya berubah saat Zain mengenal Yvone, gadis muda yang mabuk di kelab malam miliknya. Untuk pertama kalinya, Zain kembali bergairah dan memiliki hasrat kepada seorang wanita. Namun, Yvone bukanlah gadis sembarangan. Ia adalah kekasih Daniel, anak tirinya sendiri. Mampukah Zain mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Julita diadopsi ketika dia masih kecil -- mimpi yang menjadi kenyataan bagi anak yatim. Namun, hidupnya sama sekali tidak bahagia. Ibu angkatnya mengejek dan menindasnya sepanjang hidupnya. Julita mendapatkan cinta dan kasih sayang orang tua dari pelayan tua yang membesarkannya. Sayangnya, wanita tua itu jatuh sakit, dan Julita harus menikah dengan pria yang tidak berguna, menggantikan putri kandung orang tua angkatnya untuk memenuhi biaya pengobatan sang pelayan. Mungkinkah ini kisah Cinderella? Tapi pria itu jauh dari seorang pangeran, kecuali penampilannya yang tampan. Erwin adalah anak haram dari keluarga kaya yang menjalani kehidupan sembrono dan nyaris tidak memenuhi kebutuhan. Dia menikah untuk memenuhi keinginan terakhir ibunya. Namun, pada malam pernikahannya, dia memiliki firasat bahwa istrinya berbeda dari apa yang dia dengar tentangnya. Takdir telah menyatukan kedua orang itu dengan rahasia yang dalam. Apakah Erwin benar-benar pria yang kita kira? Anehnya, dia memiliki kemiripan yang luar biasa dengan orang terkaya yang tak tertandingi di kota. Akankah dia mengetahui bahwa Julita menikahinya menggantikan saudara perempuannya? Akankah pernikahan mereka menjadi kisah romantis atau bencana? Baca terus untuk mengungkap perjalanan Julita dan Erwin.
Sinta butuh tiga tahun penuh untuk menyadari bahwa suaminya, Trisna, tidak punya hati. Dia adalah pria terdingin dan paling acuh tak acuh yang pernah dia temui. Pria itu tidak pernah tersenyum padanya, apalagi memperlakukannya seperti istrinya. Lebih buruk lagi, kembalinya wanita yang menjadi cinta pertamanya tidak membawa apa-apa bagi Sinta selain surat cerai. Hati Sinta hancur. Berharap bahwa masih ada kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki pernikahan mereka, dia bertanya, "Pertanyaan cepat, Trisna. Apakah kamu masih akan menceraikanku jika aku memberitahumu bahwa aku hamil?" "Tentu saja!" jawabnya. Menyadari bahwa dia tidak bermaksud jahat padanya, Sinta memutuskan untuk melepaskannya. Dia menandatangani perjanjian perceraian sambil berbaring di tempat tidur sakitnya dengan hati yang hancur. Anehnya, itu bukan akhir bagi pasangan itu. Seolah-olah ada penghalang jatuh dari mata Trisna setelah dia menandatangani perjanjian perceraian. Pria yang dulu begitu tidak berperasaan itu merendahkan diri di samping tempat tidurnya dan memohon, "Sinta, aku membuat kesalahan besar. Tolong jangan ceraikan aku. Aku berjanji untuk berubah." Sinta tersenyum lemah, tidak tahu harus berbuat apa ....
Setelah malam yang penuh gairah, Viona meninggalkan sejumlah uang dan ingin pergi, tetapi ditahan oleh sang pria. "Bukankah giliranmu untuk membuatku bahagia?" Viona, selalu menyamar sebagai wanita jelek, tidur dengan om tunangannya, Daniel, untuk melarikan diri dari pertunangannya dengan tunangannya yang tidak setia. Daniel adalah sosok yang paling dihormati dan dikagumi di kota. Kabar tentang petualangan romantisnya beredar, beberapa mengatakan mereka melihatnya mencium seorang wanita di dinding dan yang lain menyebutnya gosip. Siapa yang bisa menjinakkan hati Daniel? Kemudian, yang mengejutkan, Daniel ketahuan membungkuk untuk membantu Viona mengenakan sepatu, semata-mata demi mendapatkan ciuman darinya!