NG HARUS
menampilkan nama yang jarang
laman tiga tahun lalu, ibunya hampir tidak pernah
ara menja
seseorang yang telah lama menahan tangis. "Nak.
ernyit. "M
ngan suara yang lebih seperti desa*han putus asa, ia berkata,
ngencang. "Hu
bunya bergetar, seakan ketaku
rtanya lebih jauh, pa
lah panggilan yang akan meng
*
halamannya. Udara dingin menusuk kulit, tap
menuju rumah. Begitu pintu terbuka,
kat jendela dengan bahu merosot, seperti seseorang yang telah kehila
a, tampak begitu tenang seola
ahwa dialah pusat dar
lung, celana panjang gelap. Tubuhnya tegap, rahangnya
an mengi
i balik dinding es yang teb
n bertanya dengan suara yang lebih tegas
ngis, sementara a
unya berbisik, "Ayahmu... terlilit hutang. Riba, Shara
alkan tangan
uaranya terdengar seperti gumaman
berdesir. "T
mana
jalan keluar." Mata i
. dia d
bali ke pria itu,
maksu
rendah, tapi tidak bernada permintaan lebi
lunasi hutan
embeku.
ya, tenang seperti membicarakan cu
ludah. "Kena
ab. Ia hanya menatapnya, lama,
ara sedingin ba
hlah de
eperti runtuh di
menoleh ke orang tuanya, mencari penolakan,
" lir
ebusnya." Pria itu mengangkat sat
ginginka
menegang. "Aku bukan ba
am, ibunya menangis lebih ke
ong apa, Bu? Menyerahkan aku pada
nya begitu terukur, begitu tenang,
ak punya
alam dirinya. "Aku tidak akan menikah dengan
natapnya ta
mia
Dingin. T
karang aku seharusnya menjatuhka
senyum tipis yang lebi
ersyukur." Tat
p tun
undur, jantungnya
kan diriku untuk membaya
nya menatapnya, lama, seolah menyimpa
buat udara di ruangan itu
eberapa lama kam
li seberapa keras ia mencoba melarikan di
alo seru aku update c