ang mereka tumpangi telah ditinggalkan beberapa kilometer di belakang, mesinnya hancur setelah terkena serangan roket dari musuh yang t
terus bekerja mencari jalan keluar. Di sebelahnya, Alana berusaha menyamai lang
menunjuk ke arah kelap-kelip lampu yang tampa
rlindungan. Tapi tetap waspada. Kita ti
musuh. Saat akhirnya mencapai desa kecil itu, mereka mendapati rumah-rumah kayu sederhana yang berjajar di
salah satu rumah, matanya penuh kewaspadaan saat melihat
ya butuh tempat beristirahat s
dengan curiga sebelum akhir
enatap mereka dengan rasa ingin tahu bercampur ketakutan. Salah seorang wanita membawa kain dan air untuk
elan, mencoba memberi senyum
bertahun-tahun sebagai tentara pasukan khusus, merasakan sesuatu yang tida
yangan samar di luar jendela, m
bereaksi. "Semua ora
, ter
amburan ke udara. Suara tembakan tiba-tiba menggema, membelah keheningan
teriak salah sat
kayu yang beterbangan. Dari balik asap dan kegelapan, sosok-sosok
a ini," desis Arya, mat
ngka akan ada serangan seperti ini. Namun, di sudut ruangan yang masih utuh, seorang pria yang tadi meny
" gera
elum dia sempat menarik pelatuk, suara tembakan lain terdengar lebih dulu, bukan dari musuh, melainkan dari salah satu
i!" teriaknya. "
emahami lebih lanjut. Musuh te
h musuh yang semakin mendekat. Tembakan dibalas dengan lebih banyak tembakan. Percikan api da
lakang desa, mungkin satu-satunya jalan k
r ke sungai," kat
erluka parah, menahan Arya. "Kalia
gan tajam. "Tidak a
lemparkan granat asap ke arah musuh untuk
da timnya untuk mundur ke sungai. Dalam gelapnya malam dan derasnya suara pertempuran,
dingin, Alana menoleh ke belakang, melihat
gumam Arya dengan suara ber
tara di belakang mereka, desa kecil itu menjadi saksi bisu dari
at, tetapi bahaya tak mengenal waktu. Nafas mereka terengah, tubuh menggigil, dan pikiran mereka berpu
an yang cukup lebat untuk dijadikan tempat berlindung sementara. Tapi seb
uk. Namun, yang muncul dari balik semak-semak bukan
dari radio terdengar, disusul k
kan ilusi yang diciptakan oleh kelelahan da
an wajah penuh lumpur dan luka goresan. "Kami mencari kalia
i yang lebih aman, sebuah tempat persembunyian yang telah dipersiapkan oleh tim cadangan. Di dalam bunker
uatu teras
. Beberapa terlihat terlalu santai, terlalu tenang seolah
lokasi kami?" tanyanya, suar
rhasil menangkap komunikasi musuh. Mereka menyebut ad
atu dalam sorot mata Sanders yang membua
iannya yang basah, mencuri pandang ke arah Arya. Dia juga m
tiap detail kecil, gerakan tangan, tatapan mata, cara mereka berbicara. Nalurinya, yang
mua tampak tenang, suara pelan dari radi
men
u pastikan semuanya be
h ke arah pemilik radio itu, sa
n g
, orang itu menyadari bahwa
lam
ebut senjatanya, tetapi pengkhianat itu lebih cepat,
lam sekejap. Alana menjerit dan merunduk ke belakang, sementar
ada yang bisa merespons, pengkhianat itu suda
akan membiarkannya
tan yang gelap menyulitkan pandangan, tetapi dia bisa
an napas, Arya mengangkat senjata
sebelum akhirnya diikuti bun
putus-putus. Pengkhianat itu menatapnya dengan mata dipenuhi ketak
mereka, Letnan," bisiknya sebelum napas t
yang dimaksud, tapi satu hal sudah jelas; musuh mereka a