an, ini
hnya yang semula bersandar pada bangku, segera ditegakkan. Rokok di tan
sebagai tanda perkenalan. Saat di meja makan tad
dari ujung kaki sampai kepala. Matanya begitu
ngan wajah tanpa ekspresi. Tidak ada ketulu
sekali tidak berniat membalas keramahanku. Kedua tangannya justru masuk ke dalam saku celana.
ngnya. Entah kenapa, aku merasa tidak nyaman berdekatan dengan
t? Gimana kalau aku culik tunan
embasahi kerongkongannya. Dia gugu
cuma mau ngomong kalau kondisi kesehatan
u menahu informasi itu.
yangannya, kamulah yang harusnya urus p
as
inta ketemu. Daripada tinggal di hotel, mendi
di akhir kalimat. Entah apa maksudnya. Kurasakan genggaman Dika semakin erat. Dugaanku benar, hubungan merek
berdua. Namun, langkahnya terhenti di hitungan ketig
an sama Dika," ucapnya dengan nada mengejek, l
terpisah dengan bangunan utama. Beberapa kamar di bawahnya ditempati asisten
Adrian yang semena-mena, ketakutan Dika, juga pe
egitu jawaban Dika
i dia. Bahaya," imbuhnya saat
sih? Emang nggak
i tepi jalan, menatapku deng
ik kamu n
lagi aku jadi istri kamu, cerita aja
mengg
ua malam baru kela
gkatnya aja kenapa, sih? Repot amat. Aku cuma penasaran, ken
mengatakan sesuatu. Bola matanya bergerak gelisah, mencari p
, lupai
ika. Tangannya berkali-kali membenahi k
terin aku pulan
elangan tangan kiriku yang men
alanya, sama seperti kepalaku yang dipadati berbagai prasangka. Aku bahka
iku sudah melangkah turun dari mobil.
Y
ta sedikit ten
uk merangkai kata yang akan keluar dari mulutnya. Dia gugup, terlihat dar
a." Aku menepuk lengannya, tersenyum memaklumi
as Rian anak
, bersama denyut jantung yang te
ullah. Apa