in dibayang-bayangi oleh pernikahan yang dipaksakan ini. Setiap langkah yang diambil menuju hari pernikahannya hanya menguatkan rasa ketidakberdayaan yang
embaran-lembaran buku yang terbuka di depannya tanpa bisa fokus. Pikirannya berkel
dengan apa yang diinginkan k
diterima, dan Alina tahu itu. Namun, jauh di dalam hatinya, ada sebuah kerinduan yang semakin s
rnah mengajarkan tentang cinta sejati, tentang impian dan harapan. Namun kini, mereka hanya menj
li
matanya memandangnya dengan tajam. Alina langsung merasakan ketegangan yang tak teruca
menjaga nada suaranya tetap ten
p berdiri, menatap Alina dengan intensitas yang sulit dibaca. "
dalam percakapan yang tidak dia inginkan. "Tentang apa
ini sulit untuk kamu, tapi kita harus mena
ahit yang tidak bisa dihindari. Pernikahan ini memang sudah ditentu
a pelan, suaranya hampir tidak terdengar.
a. "Tidak, itu bukan milikmu lagi," jawabnya dengan suara yang terdengar lebih lembut dari sebe
it. "Kamu pikir pernikahan ini a
rinya. Namun, di matanya, ada secercah keraguan yang tak biasa. "Aku tahu ini tidak akan muda
nuh dengan perasaan yang sulit ditafsirkan. "Kau yakin? Karena
terbuka. Kemudian, dia mengangkat wajahnya dan menatap Alina dengan tatapan yang lebih manusiawi. "Aku tidak
dan sedikit amarah. "Dengan menikahi aku dan memaksaku menj
besar yang sedang berperang dalam dirinya. "Ini bukan tentang keinginan kita, Alina. Ini tentang tanggung j
dirinya yang membuatnya ragu, meskipun dia tidak bisa mengatakan dengan pasti apa yang mengganggunya. Semua yang ada
tekad. "Meskipun aku tidak tahu apa yang akan terjadi, aku tidak
ikirkan kata-katanya. Kemudian, dia hanya mengangguk pe
ta yang tidak ada di awal pernikahan ini harus ditemukan dalam kekacauan yang mereka hadapi. Mereka berdua terjebak
anan ini akan penuh dengan liku-liku, dan hanya waktu yang akan men