intikannya terasa lebih sunyi, lebih menyakitkan. Aira merasa dunia di sekelilingnya semakin terkunci dalam kesunyian yang pekat, seakan-akan tak ada la
n yang tak bisa diisi oleh apapun, meski ada jan
lam pusaran perasaan yang tak terhentikan. Kata-kata Reyhan yang mengatakan ingin memperbaiki semuanya terasa seperti duri yang menembus hatinya
ru yang harus ia perjuangkan, sementara segala hal yang pernah dia percayai tentang pernikahannya kini hancur? Bayi itu adalah satu-satunya harapan yang membuatnya tetap bertahan, namun perasaan yang
terhalang oleh bayang-bayang kebenaran yang menakutkan. Mengapa Reyhan melakukannya? Mengapa ia, yang selalu merasa cukup dengan cinta dan kepercayaan, akhirnya t
tertera: **Reyhan**. Untuk sejenak, ia ragu untuk membuka pesan itu. Apa lagi yang akan ia dengar? Kata-kata yang lebih manis? Lebih bany
uara di dalam dirinya berteriak untuk berhenti berharap, untuk berhenti memberi kesempatan, tetapi ada bagian dari dirin
sedikit gemetar, Ai
ngin kita memperbaikinya, aku ingin memperbaiki kita. Tolong beri
i ini bukan karena cinta. Ia merasa seolah-olah hatinya diaduk-aduk oleh emosi yang tak terkendali. Di satu sisi, ada dorongan untuk memberi
a, ingin sekali menjerit dan melepaskan semua perasaan itu, tetapi ia tahu bahwa itu tidak akan menyelesaikan apapun. Reyhan sud
sar untuk ia pikul. Pintu kamar terbuka perlahan, dan Aira melihat Reyhan duduk di sisi tempat tidur, matanya menatap lantai dengan ekspresi
, penuh keraguan. "Aku tahu aku sudah membuatmu terluka. Aku tahu aku sudah mengha
dengar. "Kenapa kau tidak ingat itu saat kau bersama dengan wanita lain, Reyhan? Kenapa baru sekara
penyesalan yang terpatri di wajahnya, tetapi penyesalan itu sudah tidak cukup. Tidak ada kata-kata ya
nya dalam semalam. Tapi, aku berjanji aku akan melakukan apapun untuk memperbaikinya. Aku akan berhenti den
isa memperbaiki sesuatu yang sudah hancur berkeping-keping? Aira merasa tubuhnya lemas, dan matanya kembali basah. "Aku ingin percaya padamu
dengan semua kebohongan ini, lelah dengan janji-janji yang tak pernah ditepati. Aku lelah dengan di
engingatkan dirinya bahwa, mungkin, hidup ini memang tidak akan pernah kembali seperti semula. Dia harus men
cepat, menjauh darinya. "Jangan sentuh aku," ucapnya tegas. "Kau sudah merusak segalanya.
bahwa mungkin inilah akhir dari semuanya. Mungkin ini adalah saatnya untuk melepaskan semua yang