bagian tak terpisahkan dari hidupku. Sejak usia dini, aku sudah terbiasa dengan pelatihan yang intensif, mendorong batas kemampuanku
it yang lebih cerah memang memberikan kesan itu. Mungkin karena ibuku pernah menikah dengan pria Italia, dan dari pernikahan itulah akhirnya lahirlah aku. Aku adalah buah dari cinta y
rjaga. Aku belajar banyak darinya tentang kemandirian dan bagaimana menghadapi dunia dengan kepala tegak. Dalam kesibukannya, dia selalu memastikan bahwa aku adalah prioritasnya, dan itu memberiku kekuatan untuk
ukan pelarian kecilku di rental PlayStation milik Tante Namira. Rental PS itu sudah berdiri sekitar dua setengah tahun yang lalu, saat suami Tante Namira, Om Hendi, masih di Indonesia. Enam bulan setelah rental itu buka, Om Hendi
, tetapi ada kilatan di matanya yang seolah menyimpan rahasia yang hanya bisa ditebak oleh mereka yang cukup berani untuk mencarinya. Rambut hitam legamnya yang tergerai hingga ke p
Pinggang rampingnya melengkung dengan cara yang membingkai pinggul berisinya, setiap langkahnya memancarkan feminitas yang menggoda
ksi CD atau memeriksa daftar pelanggan. Ketika dia membungkuk sedikit untuk merapikan sesuatu di meja, pandangan mataku dengan sendirinya tertuju
setiap kata yang keluar dari bibirnya membawa getaran yang memicu desir di dada. Ketika dia mendekat, aroma parfumnya y
asa berubah menjadi awal da
uran karena ibuku sedang ada urusan perjalanan bisnis ke luar negri. Saat tiba, Tante Namira menyambutku seperti
ng aja, Jul," katany
tanyaku, mencob
ya cepat dengan gerakan yang terasa begitu alami. "Tante
g rental, tempat itu seperti biasa beraroma campuran khas: debu halus, sedikit
akan daster cokelat selutut yang sederhana tapi entah bagaimana terlihat begitu memukau saat melekat di tub
menoleh. Ada nada berbeda dalam suara
, meletakkan stik P
erlahan. Dia mengusap punggungnya dengan tangan, lalu menatapku
minta tol
, atau bahkan hampir tidak pernah meminta bantua
te?" tanyaku. Ada rasa penasa
a. "Udah beberapa hari ini punggung Tante pegal banget
uasana di ruangan itu tiba-tiba terasa le
mencoba terdengar santai meskipu
elegan. Daster itu panjang, sedikit di bawah lutut. Guna memudahkan, Tante Namira telah menggulung rambutnya yang pan
ke samping, memperlihatkan kulit leher dan punggungnya yang halus. Aku men
" katanya, nadanya ha
r itu terasa lembut di bawah telapak tanganku. Aku mulai memijat dengan gerakan m
lan. "Agak ke bawah sedi
an darahku terasa sedikit menghangat. Lekuk tubuhnya terasa jelas di balik
u pas banget," pintanya lagi, de
namun pasti. Semakin lama, sentuhanku semakin berani. Tanganku tidak hanya fokus pada titik-titik yang
sternya ke atas, tepat di bagian pinggangn
ampang jelas di depan mataku. Tanpa sadar, jemariku menyentuh kulitnya,
Jul," bisiknya, ha
ombang kejut ke seluruh tubuhku. Aku bisa merasakan panas tubuhnya menjalar ke tanganku. Arom
jol di balik dasternya. Pemandangan itu membuat tenggorokanku tercekat. Ak
nya yang menggoda. Tante Namira tidak menyentak atau menegurku. Malah, di
ain di pinggulnya, merasakan setiap lekukan dan konturny
elan, seperti sebua