endalikan debaran jantungku yang menggila. Pandanganku
annya naik ke arahku, senyum kecil bermain di bibirnya, sebuah senyum yang penuh janji. "B
tu mengontrol situasi. "Sebentar," jawabku, lalu berjongkok, merasakan aroma parfumnya yang memabukkan memenuhi indr
g wangi dan hangat menyelimutiku. Aku meraih kabel itu, tetapi ketika aku hendak mencolokkannya, tangannya menyentuh ta
ma sekali tidak menarik tangannya. Sentuhannya hangat
erdiri, aku berusaha menjaga jarak, namun Fiona hanya tersenyum kecil, senyum yang menunjukkan kemenangannya. Dia melipat kakinya dengan angg
nya, suaranya bergetar sedikit. Jari-jarinya berhenti di pipiku sejenak, lalu pe
encondongkan tubuhnya ke arahku, matanya berkilat nakal. Dia menaikkan tangan
kat. Dan dalam keheningan kantor yang sunyi itu, hanya ada debaran jan
t. Mataku menatap bibirnya, begitu dekat hingga setiap detik yang berlalu terasa menegangkan. Fion
ur dengan detak jantungku yang semakin tak terkendali. Aku tahu apa yang sedang terjadi, dan aku tahu aku seharusnya menghent
u pelan, hampir
tuhannya lembut, seperti listrik yang mengalir ke seluruh tubuhku.
dalam tatapannya. Aku menelan ludah, mencoba mengendali
n jarak di antara kami hampir menghilang. Namun, tepat saat bibir kam
men itu. Fiona mundur perlahan, menghela napas panjang sambil tersenyum tipis. Tang
ekat pintu. Dia menerima panggilan itu, suaranya berub
rkan tubuhku ke kursi, mencoba mengatur napas dan menenangkan debaran di dadaku. Aroma pa
ok. Chira lagi di rumah Ibu," Fiona melanjutkan percakapannya, suaranya terden
dikit membungkuk. Dan di sana, dari posisiku, lekuk tubuhnya tampak begitu menggoda. Bongkahan bokongnya
ganku membuka aplikasi kantor, memeriksa siapa saja yang masih berad
ambil ponselku dan mengetik pesan kep
yang datang, WA saya l
t datang. "S
an kirinya, sementara tangan kanannya menyesap rambut panjangnya ke belakang. Dia melirik sekilas ke arahku, la
dan aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Dalam benakku hanya ada satu pi
ahnya santai namun mantap, seolah dia tahu betul bahwa setiap gerakannya adalah bagian dari permainan. Dia mengambil sepotong pizza dari meja, lalu menarik k
nggigit ujung pizza. "Dia nanya soal Chira." N
rapa sentimeter dari pandanganku. Fiona tampaknya menyadari, karena dia menyandarkan t
ngulurkan tangan untuk menyentuh pipiku. Sentuhannya
ku sendiri. Aku mengambil sepotong pizza, mengalihkan pandangan. "
ek. "Ya gitu lah," jawabnya singkat, nada suara
erapa hal, lalu memutar layar ke arahku. "Nih, laporan aku. Tolong dicek ya," katanya, tap
lengkap, dan cara penyampaiannya begitu jelas. Tidak ada yang perlu dikoreksi, lalu terbesit di
anyanya tiba-tiba, nada suaranya seolah-
sa aja," jawabku datar, kembali memeriksa laporan di depanku. Tapi pikiranku suda