am segini?" tanyanya, langkahny
mang selalu menarik perhatian. Wajahnya cantik, dengan kulit terang, hidung mancung, dan bibir penuh yang selalu terlihat memukau meskipun tanpa banya
erbicara tentang keluarganya, dia terlihat bahagia dengan kehidupan rumah tangganya. Tapi ada sesuatu tentang Fio
di kantor. Tidak seperti beberapa rekan perempuan lain yang suka nimbrung dalam candaan berbau dewasa, F
l. Suatu hari, Badrun mencoba mencolek pantat Fiona saat mereka bercanda di pantry. Fiona langsung murka.
cabang di pulau lain. Sejak kejadian itu, tidak ada satu pun pria di kantor yang berani bermain-main d
angan, menunggu jawabanku. "Aku memang sering datang lebih awal, Fi. Kam
an numpuk atau nggak dikasih jatah sama yang dirumah?" tanyanya sambil mena
elontarkan kalimat itu. Fiona jarang sekali melontarka
ai, mencoba menyembunyikan rasa
beda aja. Jam kerja kamu sekarang sama waktu awal-awal nikah, kan kelihatan berubah.
dalam gerakannya yang terasa disengaja. Saat dia sedikit membungkuk, aku tak bisa menghin
wal aku sekarang?" balasku, menc
h bagaimana, juga menelanjangi. "Yah, namanya juga observasi, Kai. Aku ka
ri sikap Fiona pagi ini. Fiona memang dikenal dengan caranya yang tegas dan profesional, tapi momen seperti ini-ketika dia
mungkin cuma mau perhatiin aku, kan?" tanyaku, akhirnya m
dekat meja. "Aku mau tanya soal laporan buat presentasi nanti. Sudah selesai b
isi Business Development. Promosinya cukup mengejutkan banyak orang, bukan karena dia tidak kompeten-justru sebaliknya, dia sangat cerdas dan cekatan. Tapi beb
antu ya. Kamu bawa aja data mentahnya ke ruangan aku, biar kita cek baren
Aku tahu kamu pasti bisa diandalkan. Soalnya kalau sampai ada
ai aja, Fi. Kalau kita kerjain sama-
ke deh, kalau gitu aku balik ke ruangan dulu ya. Nanti sore
as, kembali menatap layar laptop di depanku. Fiona memang selalu menjadi pusat perhatian, bukan
ar urusan pekerjaan. Fiona mungkin tidak menyadarinya, tapi setiap kali dia tersenyum atau menatapku, ada ses
dari masalah yang lebih besar: pengkhianatan Tanika dan rencana apa yang harus kulakukan selanjutnya. Setidaknya, untuk beberapa saat, aku bisa melupakan ra
orku berdering. Aku mengangkatnya dengan satu tangan, masih meman
," suara berat Pak Desmond ter
h, dia jarang memanggilku secara langsung seperti ini, apalagi tanpa memberi penjel
getuk pelan. Dari dalam, terdenga
, mengenakan setelan formal lengkap seperti biasa. Tapi ada yang berbeda hari
a datar, tanpa mengalihkan pandangan
. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku,
ekspresi yang sulit kubaca. Dia menyandarkan tubu
n nadanya masih terdengar serius. "P
bingung. "Oh? Kalau
papa mampir ke rumah. Pembantu bilang kamu sudah berangkat kerja da
diam sejenak, mencoba mencari jawaban yang te