di sekelilingnya mulai menyesakkan, seperti udara yang terperangkap di dalam paru-parunya. Setiap pagi, dia bangun d
diri kini dipenuhi kerutan dan kelelahan. Meskipun dia selalu berusaha menunjukkan wajah yang tenang di
pikan rambutnya, tetapi tangannya gemetar, seolah ada kekuatan yang lebih besar yang membuatnya tak
-dalam dan berbalik. "Masuk," ujarnya, suaranya
ya serius, tapi ada kilatan kekhawatiran
ela di luar. Senja mulai turun, memancarkan kilauan merah yang
ranya hampir seperti bisika
issa dengan ekspresi yang sulit diartikan, campuran antara ketegangan dan keputusasaan. "Aku ingi
ahnya berdegup kencang di telinga. "Aku sudah
tikan bahwa kita sudah benar-benar siap. Mereka i
dan bibirnya bergetar. "Tapi aku belum si
"Kau bisa melakukan ini, Raissa. Aku tahu ini sulit, tapi aku juga tidak b
n mata basah. "Bagaimana dengan apa yang aku rasakan? Apakah
am hatinya, Raissa benar. Semua yang dia lakukan mungkin tampak seperti permainan politik, tetapi pada kenyataannya
lewati ini bersama-sama. Bahkan jika itu berarti aku harus mengorbankan apa pun, aku a
ng diucapkan Arkhan membuat hatinya semakin terombang-ambing, antara kebingungan dan rasa taku
ngan dirimu, Raissa. Aku berjanji, selama aku di sini, kau tidak akan pernah kehilangan siapa di
pandangan Arkhan, dia melihat sebuah kebenaran yang sulit diterima-bahwa Arkhan, meskipun penuh dengan
uga tekad. "Aku akan menemui keluargamu. Tapi jika aku merasa ini terl
gkat dari pundaknya. "Itu sudah cukup bagi aku, Raissa. Aku hanya
erjuangan mereka, tetapi mungkin, hanya mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Perasaan y
tu hal pasti: jalan di depan akan penuh dengan cobaan, tetapi di tengah kegelapan itu, dia me