lewat di jalan kecil depan kosannya, namun tidak cukup untuk mengganggu pikirannya yang sedang bergulat dengan masalah yang lebih besar. Sejak hari pertama masuk kuliah di Akade
nya erat sambil berkata, "Kamu akan mengubah hidup kita, Nak." Namun, di balik kebahagiaan itu, ada kekhawatiran yang tidak diungkapkan secara langsung. Kuliah
seiring berjalannya waktu, ia mulai menyadari bahwa beasiswa itu tidak cukup untuk menutupi seluruh kebutuhannya. Biaya hidup di Medan jauh lebih tinggi daripada yang ia b
a hampir setengah dari uang bulanan yang ia miliki. Dengan berat hati, ia mengeluarkan uang dari dompetnya dan membeli buku tersebut. Rasanya se
a untuk tidak mengungkapkan masalah keuangannya. Ia tahu, keluarganya sudah berjuang keras untuk mendukungnya agar bisa kuliah. Mereka bukanlah orang kaya. Ayahnya bekerja di ladang, sementara
. Ia harus mencari cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Namun, mencari pekerjaan di tengah kesibukan kuliah b
ekerja sebagai tutor privat untuk siswa SMA, sementara yang lain bekerja di sebuah kafe. Pembicaraan itu membuat Wahyu berpikir bahwa mungkin ada cara untuk bekerja
siswa SMA. Kebetulan, ia memang memiliki kemampuan di bidang tersebut, dan banyak siswa SMA yang membutuhkan bantua
nya tidak terlalu besar, setidaknya cukup untuk menutupi biaya makan dan transportasi sehari-hari. Namun, menjadi tutor bukanlah pekerjaan yang mudah. Wahyu harus membagi waktunya dengan sangat
bayaran dari pekerjaan les privat, ia langsung membaginya ke dalam beberapa pos pengeluaran: kos, makan, transportasi, dan tabungan darurat. Wahyu bahkan memutuskan untuk memasak
ulitan dan bagaimana mengelola hidupnya dengan lebih mandiri. Di kampung, segala sesuatunya terasa lebih mudah. Ibunya selalu ada untuk mengurus maka
sering kali harus begadang untuk menyelesaikannya. Di tengah kesibukan kuliah dan pekerjaan, Wahyu terkadang merasa kewalahan. Ia sering merindukan kampung halamannya, ingin sejenak melepaskan
t. Tabungannya semakin menipis, meskipun ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk mengelola pengeluarannya. Ia menyadari bahwa meski pekerjaan les privat membantu, it
a sayur di pasar jatuh, dan pendapatan mereka berkurang drastis. Wahyu merasakan beban itu semakin berat. Ia tahu keluarganya sedang kesulitan, dan ia tida
ngin berhenti, Wahyu teringat pada kata-kata ibunya yang selalu menyemangatinya. "Kamu adalah harapan keluarga kita, Nak. Apa pu
erja paruh waktu di akhir pekan atau menjual barang-barang yang tidak ia butuhkan lagi. Meskipun berat, Wahyu percaya bahwa semua perjuangannya ini
menyerah, mimpinya untuk meraih gelar sarjana akuntansi akan terwujud. Kesulitan ini hanyalah sa