ya. Sudah hampir setengah jam dari ia menelpon Pelita, seharusnya Pelita sudah sampai di
gan sedikit kasar, tak lupa meraih kunci mobilnya dan kaluar dari ruangan. Wajahnya terlihat begitu datar, lelaki itu
ap yang melihat.Bahkan tak sedikit para karyawan ketakut
i loby saat matanya menangkap sosok yang di
saat melihat keduanya, dengan la
?!" tanyanya sa
saat ini. "Ini Bang berkasnya." Alih-alih menjawab Pelit
Tanya Bram pelan namun dengan penuh penekanan tanpa
it macet soalnya bertepatan j
n macet." Sahut
en sekaligus sahabtanya itu. "Dani
, eh taunya dia ,mau pergi ke perusahaan, ya
elita lagi-lagi menyodo
ar berkas tersebut. "Ik
na Bang, Pelita mau langsung p
tajam. "Saya bilan
mperhatikan sepasang suami istri itu. Terbesit rasa kasihan melihat Pelita yang di perlakukan seperti
um melangkah mengiringi sang suami yang sudah
, santa
r memang sudah tau jika Pelita adalah istri dari Bram, karena d
mbali terasa pening. Namun masih ia coba untu
i di situ?!" Suara tegas Bram
lita dengan cepat berjalan masuk ke dalam ruangan Bram, tak lupa menutup rapat kembali pintu. Pelita dengan cepat duduk di sofa, lalu memijat
ening Bram berkerut heran. 'Ada a
jat keningnya sendiri. "Ada apa?" akhirny
pala Pelita pusing sekali Ba
ucat sekali.' Lagi-lagi Bram membatin, tadinya dia berfikir jika Pelita haya bersandiwara, namun setelah m
angannya tanpa berp
agi dengan segelas ai
sudah mulai membaik dengan membawakannya air Minum sendiri, padahal dia bisa saja menyuruh office Boy/girl mengambilkan air minum. Namun, semua pikiran Pelita seketika terjun
api sepertinya hati Pelita sudah mulai kebal akan semua
ir hangat itu, Bram berajak
Tok
pintu
nyaman di kursinya. Dan masuklah Raf
ang?" tanya Raf
." Sah
a Rafli mendekat, dan langsung meletakan punggung tanganya di kening Pelita. "A
auhkan tangan Rafli dari keningnya.
, ayo Abang anterin." Ajak Rafli m
ita gak papa, ini nanti d
ta
terlalu berlebihan, lebih baik kau keluar." Sergah Bra
amu bawa dia ke rumah sakit, bagaimana kal
ri bersandar di kursinya. "Apa kau tidak den
badannya p
mati hanya kar
ra
elita beli obat di apotek, jadi tidak perlu ke rumah sakit." Potong Peli
ya Rafli dengan suara lemah. Pel
an, kamu mau apa Ta?" tanya Rafli semb
serah sa
makanan te
li." Rafli menganggukkan kepalanya, lalu menoleh
amakan
uk lalu memesa
uangan tersebut. Dan suasana pun menjadi canggung, Pelita sampai heran sendiri. Sebenarnya suamianya itu Rafli apa Bram? Mengapa rasanya lebih canggung saa
ali pelipisnya yang sudah jauh l
alu dekat de