nghentikan pergerakan Adam yang s
menggantung di tembok rumah sederhana yang mereka
r yang sejak tadi ia tenteng, ia letakkan begitu saja di atas meja. Tapi tak sedikitpun menarik perhatian Ada
au masuk ke rumah ucapin assalammuala
..iya.
antah. Tatapannya masih terfok
h keluar rumah," Assalammualaikum!!" seru Med
," sahut Adam sambil menutup bukunya. " Jam
i kenapa ngila
an kakak," pinta Adam
na karena memang selama di kampus tadi ia tidak di berikan kesempatan masuk kelas,
u kita nggak ngerayain valentine, tapi mereka ngotot pengen ngasih kakak dengan alasan itu 'kado bias
u? Apa itu bukan amanah juga?" tanya Adam berusaha mengingatka
yang hanya di tanggapi anggukan kecil dari Adam. " Hm...kalau itu
pengakuan sang adik, jika sudah urusan makan, n
Mau belajar bolos ya?" selidi
s," jawab Adam dan ke
da, kenapa pagi
a urusan
ya Medina cepat. Karena memang pertanyaa
an Adam namanya jika tidak bisa mengontrol situasi. Ia
us. Kamu ngga
akak dari dulu? Kenapa kakak buang kesempatan emas itu?" tanya Medina runtu
Alih – alih menjawab Adam malah mengalihkan pem
a susahnya sih?" kesal Medina
kilah Adam semakin membuat marah Medina. Seja
beasiswa penuh sama mahasiswanya. Kenapa kakak tolak? Nggak enak sama aku yang terkenal punya ni
kembali mengalihkan pembicaraan.
e kamar. Bantingan pintu yang ia ciptakan sudah cukup
erima beasiswa itu? Bagaimana bisa ia pergi dan meninggalkan adiknya seorang diri di sini? Medina itu satu – satuny
*
Jika saja ia tidak ingat kalau ponsel itu di belikan Adam dari gaji pertama kerja p
itahuan tentang vote atau komentar pada cerita yang sudah satu bulan lalu ia publish di
mati bosan, ia terlalu gengsi untuk menyapa kakakn
ari kerja part timenya. Ia kemudian mengarahkan pandangannya ke arah atap kamar yang tidak di tutupi plafon atau semacamnya. Tatapannya menerawang, tubuh m
ggak pamit ya, w
dia
eterlal
esal melingkupinya t
mereka, Medina jadi malu dan merasa jadi adik yang tidak tahu diri karena selalu melaw
baik, sangat baik, dan teramat baik. Ia rela bekerja ban
m sebagai coffee maker, hingga menjadi buruh
gamen di perempatan lampu merah hanya untuk membe
apa yang sudah ia lakukan untuk me
buat susah kakaknya. Medina bahkan tidak tahu apa yang bisa membua
, luruh tanpa di perintah membasahi pipi mulusnya. Medina menyesal karena tela
seperti ini, kakaknya juga haru
l yang harus ia lakukan sekarang. Ia tahu persis, alasan
inya, kare
*