udah sore. Sebentar l
a ada kabut di
napas
Win. Menginaplah di si
gelengkan
takut, Insya Allah Edwin a
in .
sar tante. Insya Allah tidak apa-apa. Nanti
a itu. Wanita itu takut keponakannya, Edwin,
*
galkan rumah tantenya sudah pukul dua. Tadi, sih, masih terang dan cerah, tetapi saat Edwin mulai menuruni
ah dihidupkan, tetapi jarak pandang Edwin paling hanya seratus atau lima puluh meter ke depan, agak sedikit mengkhawatirkan, apalagi ka
ak. Edwin memutuskan untuk menghentikan motornya sebentar, sekedar untuk
mencekiknya. Edwin merasa semakin panik, istirahat pun tidak bisa membuatnya lega, dia m
hendak berteriak minta tolong, tetapi dia tidak perlu melakuk
pria keluar dari mobil itu. Pria
a pria setengah baya it
ngangguk
kami semua sudah mencari ke mana-mana. Ayo, kita turun! Motornya ditinggal di sini saja,
pan mereka. Pria itu langsung memakaikan masker oksigen kepada Edwin, dan Edwin pun bern
an seger
ngan,
ia
pan itu, sampai kemudian dia merasakan mobil yang ditumpan
a dia tidak bisa melihat apa-apa, dia hanya meli
*
Rizal. Foto ini diambil s
melihat
Apa diperbolehkan
nggelengkan
an akhirnya Mia dan Rizal diculik nenek bung
ikan peraturan yang disampaikan para penjaga di setiap p
an juga ikut mendak
g ters
ar ustadz saja yang
emeluk kaki Bambang,
! Kami hanya bermain-main!" s
*
intrim. Tintrim yang biasanya pana
r suara mobil berhenti di depan rumahnya. Haf
n bapaknya dan ibuny
u, Fidz," k
z ter
ata Hafidz. Annisa tertawa, tetapi kemu
ana, Mas?" t
imana hati Hafidz, dan menyesal bertanya ketika melihat bu
memeluk
bisik Annisa, dia
ditalqin abi, Mi,"
ada Bambang dan ... oh ... Annisa melewatkan air mata suaminya. Annisa beristighfar, dia segera mendekati Bambang. Bambang tersen
i aku juga meruqyah Ustad
mpir saja dia mengatakan kalau Bambang bohong, tetapi sepertinya wajah
a sebentar," kata Hafidz. Rinaian air mata di mata Hafidz masih selayak gerimis di luar
reka berpelukan, Annisa menangis haru. Bagaimana tidak, sahabat suaminya,
dah diberitahu, U
g meng
isa mengangguk dan memabayangkan Azkiya. Ah, apa jad
yum dan merang
. Allah sudah menentukan jalan hidup kita sejak empat ribu tahun yang lalu. T
u wajah gemas, sekarang, dia menasihati Annisa dengan deraian air mata, bahkan Bambang berh
juga, malah semakin memekat dan meraja. Bambang beristighfar b
enal lama sekali. Sepertinya sejak mer
dan kadang bermain bersama, mereka sering mengintip rumah Sapto di Tintrim Tengah. Mereka berdua sama-sa
ebih tua daripada Bambang, lebih memilih masuk SMA di Ketanggungan. Sore harinya mereka masih selalu mengaji bers
Tahfidz di Tintrim. Dua atau tiga tahun kemudian Bambang masuk ke Rumah Tahfidz dan mencetuskan ide untuk mendirikan pesantren ruqy
ia tiga puluhan dan masih menikmati mas
datanglah
bersih. Ah, Bambang sudah terbiasa dipanggil Setiyadi atau Firman. Demikian pula mereka berdua. Dan itu tidak menjadi masa
h berbeda dari Firman-- bisa mengemas semua emosinya dengan lebih baik dan apik, sehingga orang akan lebih senang bercerita atau curhat pada Bam
ahan usia tiga puluhan, sementara Setiyadi dan Firman menikah menjelang usia empat puluh
resmi masuk taman kanak-kanak beberapa hari yang lalu, dan usia Bambang sudah masuk pertengahan enam puluh, oh, Azkiya memang selayak cucunya.
terus memaksa matanya untuk terpejam. Ketika Bambang hendak membuka pintu
n memberikan HP Bam
," bisi
a merasa tahu apa yang aka
amuala
tu. Dia kuminta menjemput abi," ka
Bambang, berusaha me
ntuk ke sini, njih, Bi,"
atanya begitu pedas menahan emosi. Dia segera keluar kama