ar-benar menjadi istri Hasan dan dia harus malu dan sangat malu karena terus digoda oleh Fadli. Selain itu Tintrim jug
mencebik, selama ini Hasan hanya sama galaknya saja dengan Bai, selebihnya tida
Azzam. Heni semakin geli, benar, kan? Hasan itu galak sekali, tidak jauh beda dengan Hasn
elihat Faizah yang berlari ke arahnya. Heni s
a Heni. Merek
lain?" ta
dia mencari Faiz. Heni
dalam. Budhe di luar saja, panas, Zah," j
Hasna merajuk dan manja pada Hasan. Ah, Heni tak tega. Dia kasihan melihat Hasna tinggal sendirian
al di pesantren,"
ndelik k
tampar kamu!" teriak Hasan. Has
ummi mereka-- dan Galang. Kadang Heni merasa begitu iba kepada mereka berdua. Mereka seperti dua orang anak yang saling memiliki, tidak punya siapa-siapa
am pun mulai menangis karena ingin ikut abinya, Heni yang mulai merasa gerah dan kepananasa pun mulai ikut murka, untung ada Aini, istri I
dihan di wajah wanita itu. Rasanya nelangsa sekali. Wanita itu cantik molek, dengan pipi yang agak tembam sedikit dan kulit yang kuning langsat, mungkin wanita itu sudah tua, tetapi
ekali. Dan Heni melihat perut Arini. Oh, hamil lagi nampaknya. Mau tak mau Heni tersenyum jug
terharu ketika melihat begitu banyak orang yang mengantarkan Setiyadi ke peristirahatannya yang terakhir. Heni tahu, seseorang itu dicintai atau tidak dili
rjalan bersama dengan seorang pria sepuh yang menangis tersedu
kan Setiyadi ke makamnya. Sedihnya. Rasanya Heni --yang bahkan sama sekali belum mengen
k heran, Setiyadi, kan asisten Bambang dalam waktu yang cukup lama,
hnya
dzah
sa dan Yasna mendekatinya. Mere
ak Arini dan keluarga belum dapat dikunjungi," kata
m main dengan Aini,"
a ter
n khawatir. Monggo ke rumah saya saja sekalian ambil Azzam. Eh, la, tadi A
uk di sam
rena panasnya itu, lo!" keluh Yasna. Heni tertawa. Ternyata
ikut,
meng
sudah berangkat waktu mereka baru sampai," jawab Yasna, tetapi dia kel
sini?" tanya Yasna keheranan, se
iminta menempati rumahnya. Kita ke sana saja,
tetapi entah kenapa, sepertinya hari ini memang
*
ya beberapa tahun yang lalu, saat dia dan Karima sedang memb
. Nurul Ikhlash berusaha tidak menangis, mengingat dulu dia selalu berkonsultasi pada Setiyadi tentang masyarakat Ketanggungan, tentan
an Setiyadi yang tiada duanya, bahkan menurut Nurul Ikhlash sepertin
ta aneh itu. Ah, rupanya 'trouble maker' itu sudah melihat Nurul Ikhlash terlebih dahulu. Nurul Ikhlash berusaha bersikap tenang dan mendelik ke
goda. Nurul Ikhlash diam saja, dia tambah mendeli
ari Ustadz Nurul Islam, Ust,)" lanjut Fiki. Nuru
lash dalam desisan. Fiki menahan tawa
anak
ab dari Tintrim dan aku diminta menempati
hon
ul Ikhlash nyaris murka dan hampir saja dia mencubit Fiki agar diam, tetapi
u marah, Fik!" de
dua tertaw
Kita buktikan aku bohong apa tidak," kata Fiki
, tetapi katanya dia tadi haidh dan belum sem
enak, jiwa tengi
jawab Fiki menggoda. Nurul Ikhl
*
tu. Fadli keheranan dari mana Fiki bisa mendapatk
gat mumpuni dalam ruqyahz sekaligus sangat ngeyel dan keras kepala. Fadli nyaris tertawa membayangkan mereka bertiga saling bertengkar dan kemudian salah satu akan p
at,
atidz sekalian. Panjeneng
iga saling
ahkan duduk di dalam. Di sini
mbenarkan perkataan Fiki, di luar
tadz tahu rumah ini milik siapa?)" tanya Fadli pada
tahu siapa teman yang dimaksud Fiki," jawab Nurul Islam denga
n kepalanya. Dia m
nyak anak-anak dan balita di sana. Rash
lam ada kola
gus, Mbah! Ayo
a rumah ini memiliki begitu banyak kamar. Bukan selayak rumah tinggal. Fadli semakin curiga dan dia sangat ingin
yang duduk di tepi kolam dengan
di rumah tahfidz yang kedua di Tintrim. Tadi aku b
diri ke dalam kolam renang dan berenang dengan Rashif dan Aidan. Mereka berdua tertawa ke
n baru di ruang makan. Fadli tersenyum simpul, ah, Iqbal memang pintar menjadi seorang ya
, minum dulu
sampingnya. Fiki tersenyum, dia tahu Fadl
nsya Allah akan saya gunakan untuk rumah tahfidz khusus Ikhwan. Rumah tahfidz yan
otong Naim sambil tersenyum penuh makna, semua mata memand
langsung mengalihkan pembicaraan ke masalah yang lain. Fadli paham, dia tahu Fiki malu d
tanda bahwa dia adalah orang yang sebegitu kaya dan sebegitu d
atau dipersiapkan untuk membuat rumah tahfidz atau pesantren," kata Fiki, "dari situlah saya mengenal Ustadz Setiyadi lebih dekat. Ah, beliau sosok yang sangat sabar dan bijaksana. Salah satu
e mana-mana, padahal selain meruqyah, beliau juga menengok rumah tahfidz yang beliau bina, untuk melihat perkembangan dan kemajuannya, juga untuk menanyakan masalah atau hal yang menghalangi perkembangan rumah
biasa," bisik Nurul Islam. Semua m
*
ak mertuanya, sehingga dia menyempatkan diri
tapi Salma bilang, lebih baik bapak diberitahu setelah semua selesai saja, s
ersenyu
pada Yasna. Kalau saya tahu hal ini, pastilah Yasna juga tahu da
Pak Sapto, beliau penikmat drama kami. Beliau tidak seperti orang lain yang akan mengingatkan kami, "
gusap air
ah berpikir jauh ke depan, sangat jauh ke depan. Jazakallah sudah membuat saya sangat bangga dan bahagia, semo
sedikit, tetapi dia tidak tega me
sihat beliau, Ustadz Fiki menjadi berbuat begitu banyak kebaikan," bisik Fadli. Fiki mengangguk takzim, d
*
u. Bahkan dia juga ikut ke makam untuk mengantarkan ust
elihat seperti apa teman-teman Setiyadi yang telah sedikit mengacaukan tapa bratanya kem
nnya. Asap hitam hasil pembakaran menyan khusus. Dia tertawa. Kesuka
*
di teras rumah Bambang setelah
Ustadz Setiyadi meningg
lupa tentang pesan Setiyadi padany
an bisikan Setiyadi padanya malam
anya Firman mereka berpandangan dan saling mengg
*
enjadi pawang hujan, bisa ditanyai nomor togel yang akan keluar besok, bisa mengetahui jenis kelamin janin di kandungan,
danya untuk minta bantuan, minta petunjuk, minta wangsit, dia tidak ped
k bisa diajak
lelakinya itu sama sekali tidak peduli. Ketika disuruh tapa berendam, anak itu malah pergi dengan teman-temannya entah ke mana, ketika disuruh tap
dalam rumah maupun di depan teman-temannya, agar anaknya menurut padanya
cara. Dia mengeluh pa
*