kesal. Dia merasa terganggu, karena sakit kepala yang dideritanya benar-benar mengganggunya. Jasmine tertegun ketika
a pusing sekali," kata Jasmine, "apakah ada pas
ang ruang praktik. Dia membasuh mukanya dan berusaha menahan semua gejolak dalam dadanya untuk berteriak dan mengumpat s
kamu memberi obat yang beda pada wanita itu, sehingga wanita d
gan ujung jemarinya dengan begitu kuat, hingga ujung jarinya
memandang wajahnya di depan kaca. Wajah yang berkeriut menahan sakit, wajah yang marah
u keluar? Benarkah a
nduk. Dia tidak berani menjawab pertanyaan di kepalanya itu. Tiba
kan membiarkan kamu hidup dengan nyaman! Aku akan me
api tiba-tiba saja kakinya melangkah kel
h Nurhayati! Carilah Nurhayati di rumah sakit ko
t panjang tadi. Pria itu juga melihat dirinya, seperti orang yang lain, dan kemudian pria itu melangkah maju ke arahnya. Jasmine tiba-tiba merasa be
andang Jasmine lekat, dan anehnya Jasmine
idak bersalah! Dialah yang memb
genal Nurhayati, dia tidak pernah mengenal orang yang bernama Nurhayati, apalagi sampai membunu
, seakan tidak mau ditegakkan. Jasmine tetap memaksakan dirinya untuk mendongak. Dia melihat wajah sang pria yang sek
)" teriak Jasmine. Jasmine keheranan, kenapa dia tahu pria dihadapannya
riak Jasmine dalam tangisan. Jasmine menangis meraung-raung, dia memukuli dadanya, memukuli kepalanya, dan dengan ke
gan,
, Dokter!
inga Jasmine, tanpa benar-benar
epada wanita bertubuh mungil yang tadi diperiks
e dan tersenyum, "kita mengaji, ya?" tanya pria itu pada Jasmine. Jasmine mengangguk, tetapi kemudian jilbabnya seakan ditarik ke belakang dengan keras,
tadz! Saya tidak
*
rang-orang yang membantu dokter --bernama Jasmine--
a Faza. Dilihat dari bajunya sepertinya pria itu a
ami bisa membantu mengeluarkan jin dari dalam tubuh Bu
n, dia bilang hari ini dia mulai masuk ke klinik ini. Saya sebenarnya ingin mampir ke ruang periksanya kalau istirahat makan siang, ternyata malah
Dia segera duduk di salah satu sudut ruangan dan mulai bertilaw
*
tang ini lebih tua dan berjalan dengan tongkat, dan tongkat itu menambah wibawa pria itu. Pria itu datang dengan rombongan dari pesantren ruqyah dan langsung menu
an kancane Sapto! (Aku tidak mau! Aku tidak mau!
h itu ter
liku dan Pak Sapt
kata seorang wanita yang berjalan di samp
Mereka tidak bisa menolak
*