gil. Kim Daehyung memandangi pemandangan itu dar
ristirahatlah. Kesehatanmu belum sepenuhnya stabil. Se
ai
yang ditempati adiknya. Memberikan se
lun
sering lupa ingin memberikan ini. Belum lagi kita jarang bertemu, siang tadi
kasih,
ke ruanganmu, beris
di kedua sisi kursi. Kulit tubuhnya putih pucat, rambut hitamny
dak, besok hari tubuhnya bisa kembali melemah. Semenjak kecil, dia mendapatkan
arena Eomma selalu berada di sisinya. Mengajaknya berbicara. Membaw
Kim Daehyung yang masih berusia 10 tahun dan Kim Seok Ji yang berusia
rumah dan lebih sering tinggal di rumah sakit, sedangkan Seok Ji pun juga jarang
dunia masih sama saja, belum ada yang berubah sama
iri. Tetapi senyum mendiang sang Ibu melintas di pikirann
at di kemudian hari, hidup sepe
obat tersebut, kemudian merebahkan tubuh di atas kasur dengan nyaman. Meringkuk sepe
*
angga. Pria tersebut mengenakan setelan jas formal y
ak sarapan lebih dulu? Madam menyia
besar di anak cabang kita di Shanghai." Jawaban ini bukanlah hal baru. Seok Ji sering
idak berguna. Hanya bisa berbaring dan melakukan hal-hal ringan di dalam
n sampai tubuhmu drop kembali kare
ahu, H
uk. Seok Ji memberikan tepukan ringan dua k
Mengambil obat di dekat gelas berisi air putih, mengambil lima butir
Tolong beri aku informasi dulu
Tuan
mari. Memakainya sebagai penghangat tubuh, di Shanghai sudah memasuki
. Meskipun dia tidak bersekolah, dia mendapatkan pembelajaran privat
rbeda. Mungkin ini tidak akan terlalu berguna, namun belajar bahasa setid
unyi di balik gunung kemudian. Langit melepaskan gulungan cakraw
ge senja di sore hari. Mendadak dia ingin melukis sesuatu. Karena itu, ia masuk ke ruanga
. "Kenapa masih terasa begitu dingin?" Gumamnya. Dengan kening berkerut,
ng melukis
ri hati. Alasan dia menyukai seni adalah karena ketika sedang meluk
lu, akhirnya
a mencicit bingung. Untu
Daehyung jug
yang berwarna orange. Tidak di sangka, ketenangan hatinya justru
anya berwarna biru tua, jernih dan berkilauan oleh semangat murni. Ek
am segera tiba. Ia membawa masuk semua pera
ing tepat di atas kepala ranjang. "Sekarang, kau a
an pelangi di penghujung hujan. Parasnya yang rupawan mulai menunjukan warna
*
kan kelopak bunga, menemani suara tangis di kelambu merah. Cinta dan persaha
belakang gunung Nanping itu berjalan kel
tam. Tampangnya ganas dan berang, seolah elang itu a
aprikot mungil berbinar mengikuti tuannya. Tanda api tersemat di dahinya den
inding lampu. "Kau menerima ketidakadilan selama ini, maka aku akan mengabulkan keinginanmu untuk di cintai oleh pria yang kau cintai. Berteri