Ci
n shift, aku melihat semua rekan kerjaku terlihat sedih, terutama Dokter Ardian. Ia masih memakai APD (Alat Pelindun
uk berkumpul dengan rekan-rekan kerjaku u
Dewi seraya berbisik d
nggal dunia," jawab Dewi
aku tanda terkejut. Pantas saj
lamat?" tanyaku
ngan menunduk tanpa
dengarnya. Paling tidak Dokter
tugasnya masing-masing. Sebagian orang mengurus jenazah istri Dokter Ardian. Sedangkan aku melakuk
embali ke ruang bersalin untuk menyalin ha
dari meja kursi tempatku akan mencatat. Dari pantulan cermin yang a
aku takut karena dia tidak mengenalku. Aku baru satu bulan bekerja di
pada lembar status pasien. Ketika aku sedang menulis, tiba-tiba ad
ku setelah melihat orang yang menepuk ba
!" ucap Dokter Ardian dengan lirih seraya
segera bangkit dari tempat dudukku dan meningga
roti juga. Aku yakin Dokter Ardian juga belum makan siang saat
as teh hangat dan beberapa roti di atas meja yang ada depan Dokter
e arahku. "Aku tidak memesan roti," ujarnya lal
uga harus punya tenaga untuk merawat dan menjaganya," kataku memberanikan diri berkata seperti itu
atapku sekilas dan be
amitku seraya perlahan menjauh dari Dokter Ard
Ardian tiba-tiba menghe
atap Dokter Ardian.
gi!" ajak Dokter Ardian seraya
Entah kenapa dia mengajakku ke ruangan para bayi itu. Pad
stafel untuk mencuci tangan. Aku pun melakukan hal yang sama. Memang
stri Dokter Ardian. Dokter Ardian mengulurkan tangan lalu mengangkat tubuh bayi itu dan mendekapnya di dada. Kulihat bayi laki-laki i
ulir bening mengalir dari pelupuk matanya. Isak tangis pun mulai terdengar. Aku tahu apa yang dirasakan Dokter
baringkannya kembali di ranjangnya. Seusai mengusap air matanya,
a?" tanya Dokter Ard
abnya dengan gugup. "Rumah
i besok tinggallah di rumah saya untuk menj
gan ragu. Aku baru saja lulus kuliah. Masih banyak yang harus aku
embayar kamu lebih dari yang kamu dapatka
t ini, memang aku sangat membutuhkan banyak uang. Aku ingin
engan pegawai shift malam, aku pun kembali k
*
okter
dalam ruang operasi. Untungnya, itu adalah jadwal operasiku yang terakhir. Aku pun segera bergegas ke ruang bersalin yan
salin, aku melihat istriku sudah tida
dengan suara lantang. Kuedarkan pandanganku pada semua orang yang te
t Bidan Titik, salah satu Bidan sen
idak jauh dari ranjang istriku. Terlihat sekali
ku lirih dengan
as tempat tidur. Aku meraih tangannya dan mengecup punggun