oleh, barang milik Arka hanya yang ada di ransel yang kini ada di punggungnya-dan memasu
Arka. Kembali ibunya menagih janji bahwa Arka harus sering-sering pulang, dan jangan lupa baw
batkan air mata. Dari sejak kecil, Arka dan Nida memang saudara yang
g ingin dilakukannya pada pria ini adalah memberi pelajaran supaya sadar soal posisiny
enerima telepon bahwa Rafael mulai rewel menanyakan dirinya. Anaknya itu memang ditinggal dan dititip pada
nya pada kernet busnya, dan mereka bilang masih menunggu beberapa penumpang lagi, sepertinya masih akan menghabiskan waktu yang lama. Dan d
ap Arka pada mbak-mbak
k itu dengan nada genit, meliri
annya. Namun Arka tak bisa bisa menghindar ketika dengan linc
uan itu hanya terkikik den
ang paling jauh pun tidak sampai bablas membuatnya melepas keperjakaan. Arka dan perempuan itu-perempuan yang berhasil dipikat Resya untuk jadi pasangan double date "temannya yang mengenaskan", begitu sebutan Resya pada Arka waktu itu saat menyela ker
a merasa bukan ini
n. Arka menginginkan hubungan jangka panjang, hubungan yang serius. Sebuah pernikahan. Dan ada satu nama perempuan di kantor Arka yang membuatnya terta
dari seorang anak kecil yang membawa balon berlari ke arahnya. Dan sial
itu menangis saat
kecil dengan kaus bergaris-garis putih biru ala pelaut it
hadapannya tetap meraung. Arka meringis, melirik ke kanan-kiri pad
al beliin kamu balon lagi
ra 3 tahun itu menghentikan sedu sedannya s
n kamu du
itu tetap
" tany
uat poni yang dicukur rata di a
gsung menghentikan tangisnya. Arka terkekeh, dala
apa namamu?" tanya Arka, kebi
sebut a
in sama Om kamu bel
g yang menghampar jualannya di dekat
ita bel
bahwa satu menit yang lalu dia menangis. Hanya pipinya yang basah d
gusap pipi Zidan dengan
n langsung menunjuk sendiri balon-balon yang diinginkannya. Pria paru
cah. Dia menunjukkan empat balon yang kesemuanya ber
a penasaran. Biasanya anak-anak suka me
suka
h
seakan terganggu karena kesenangannya bermain dengan balon harus disela
na biru. Zidan mau balon w
aran bocah yang menurut taksirannya ta
dengan anak di depannya, dan mengobrol dengan anak ini sepertinya cukup
eakan pilihan menjadi bajak laut sudah dipikirk
han senyum. "Oh ya
ngangguk
ke sini sama siapa, Zidan?" tanya Arka, mulai khawatir karena sejak tadi anak i
an singkat, lebih meng
anda mama Zidan, atau ya dia berharap ada seorang perempuan mirip Zidan yang
ah kursi panjang di selasar yang bersebera
h yang ditunjuk Zidan
pria itu
disebut sang ibu, sosok yang meski sudah bertahun-tahun tak dilihatnya, namun
alami. Mata dan alisnya tampak serasi dengan hidung mungilnya yang la
lam baju warna kuning dan rok mengemba
uan itu, karena tadi yang dicarinya adalah sosok yang mirip den
tengah terse
rka menyebut n