Seraphine Sarasvati di ujung tanduk karir modeling saat tidak ada satupun tawaran pekerjaan. Dia terancam diusir dari apartement, menunggak cicilan mobil, berhenti perawatan kulit dan terancam kelaparan tanpa sokongan dana. Di posisi terjepit, Seraphine berniat menjadi perempuan penghibur atas saran managernya. Sampai kemudian kabar bahagia datang. Sari-kakak kandung Sera-meninggal dunia meninggalkan wasiat yang menyatakan bahwa hak asuh putrinya jatuh ke tangannya. Namun Arche Salaras Hadiratma-mantan suami Sari yang berdarah konglomerat, justru menawarinya pernikahan. Sera mendapatkan banyak celah untuk menjadi lintah penyedot uang dari Arche. Namun situasi yang terjadi justru tak selaras dengan rencananya. Pesona ketampanan Arche dan hati putihnya membuat Sera linglung. Sanggupkah Sera memperkokoh tujuannya mendekati Arche hanya demi uang?
"Sera, bersaing di dunia modeling itu sulit, bahkan kamu udah buka-bukaan kaya gini pun tetep aja sulit. Ehm, begini aja, gue ada kenalan pejabat yang kemarin nanyain lo. Semalam bisa nyampe 60 juta, gue sih paling cuma minta duit bensin doang. Gimana, mau?"
Seraphine Sarasvati yang memakai masker dan pakaian formal menatap lelaki flamboyan di hadapannya dengan sepasang mata kucing menyipit. Gadis yang berprofesi sebagai model gravure itu mengangkat tangannya sekedar tuk memberi gestur agar lelaki di hadapannya berhenti bicara sebelum dia membuka masker.
Ketika masker itu dilepas, hidung mungil dengan bibir merah alaminya terlihat menahan amarah.
"Coba sekali lagi lo ngomong!" tantang Sera.
"Open BO Beb, santai lo jangan tersinggung gitu ya! Tujuan lo jadi model seksi ini kan pasti buat ngegoda laki-laki kaya di luaran sana, kan?" jawab lelaki itu terkekeh.
Sera mengambil minuman di atas meja tuk dia tumpahkan di atas kepala lelaki yang sering memberinya pekerjaan. Sera tahu karir modelingnya akan makin sempit ketika dia melakukan hal sebarbar ini, tetapi tidak ada belas kasihan untuk lelaki yang memandang sebelah mata dirinya.
"SERA! ASTAGA!!!" teriak Hani-manajer Sera, secepat angin menyerbu posisi Sera di kursi restoran paling ujung.
Dengan cepat Hani memeluk pinggang ramping Sera tuk dia jauhkan dari Hardian-lelaki yang kini basah setelah dibasuh segelas es jeruk.
"Sekali lagi lo nawarin pekerjaan menjijikan kaya gitu, gue mandiin lo pake kopi panas!" teriak Sera memaki. Tangannya menunjuk-nunjuk wajah Hardian yang sekarang shock tak bisa berkata-kata.
Hani menyeret tubuh Sera menjauhi posisi Hardian.
"Lo tolol ya?" teriak Hani menghempaskan tubuh Sera di kotak lift. Sera sontak menepis tangan Hani di lengannya. Perempuan ber-make up tipis itu menggerutu dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Tolol? Dia ngajak gue ketemuan bukan mau kasih kerjasama modeling Han, tapi nawarin open BO, udah gila kali ya," maki Sera. "I know, kerjaan gue sekarang sepi. Tapi dia kurang ajar banget ngira tubuh gue bisa dibeli."
"Bukannya selama ini lo jual tubuh ya?" tanya Hani membuat Sera terdiam. "Secara implisit tentunya. Selama ini lo jadi model gravure-pose sana sini cuma pake bikini, itu bukan jual tubuh?"
"Seenggaknya gue dinikmati secara seni, bukan disewa buat puasin laki-laki enggak jelas," jawab Sera mendesis.
"Jangan sok idealis Ra! Kalau sampai bulan depan lo enggak dapat kerjaan, lo mau diusir dari apartemen harga selangit lo itu?"
Sera terdiam.
"Sebagai manager yang atur keuangan lo, bulan ini emang paling miris."
Sera ingin mengumpat. Hani benar-benar menjadikan dirinya sebagai manager-yang mengurusinya karena uang. Benar-benar sialan!
"Lo harus bayar sewa apartemen, cicilan mobil mewah lo, beli make up, baju-baju sampai makanan diet yang enggak murah. Lo yakin bisa?"
Sera melenguh. Kedua tangannya sudah terangkat siap mengacak-acak rambut kala denting lift membuat mereka terdiam, lalu putuskan berjalan keluar.
Seraphine begitu lenjang. Tubuhnya tinggi semampai dengan wajah lonjong bergaris rahang tegas. Mata kucingnya adalah daya tarik seorang Lovita Seraphine di dunia gravure. Kulit putihnya pun mudah sekali didandani sehingga dia sering mendapat job menjadi tokoh anime.
Namun sungguh sial, sudah lama sekali sejak Sera mendapat uang dari modeling.
Hani benar, keuangannya benar-benar di ujung tanduk. Dan sialnya, gaya hidupnya yang tinggi seperti tali yang akan mencekiknya jika tak lekas dipikirkan bagaimana cara membayar segala biaya.
"Terus lo sebagai manager, nyaranin gue jual diri gitu, hah?" seru Sera setelah membanting pintu taksi. Mereka memasuki taksi yang Hani cegat di pinggir bangunan restoran tempat Sera dan Hardian bertemu.
"Why not? Lo bukan perawan! Realistis aja say, lo mau hidup baik ya harus ada yang lo korbankan. Lagipula ini Jakarta, enggak usah sok suci!"
Sera menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Sungguh berat sekali masalah jobless ini. Seraphine adalah yatim piatu yang sudah belasan tahun hidup mandiri. Dia tak punya keluarga. Jadi ketika dia tak ada tawaran menjadi objek foto atau modeling, maka bisa dipastikan dia akan menjadi gelandangan.
Sera tak punya ijazah universitas sebab sejak lulus SMA dia sibuk bekerja menghidupi diri sendiri.
Kadang-kadang, Sera iri dengan kehidupan banyak orang. Terutama anak orang kaya. Mereka dengan mudah hidup tanpa merasa cemas akan esok hari.
Menurunkan kaca jendela sampai mentok, Sera melihat ibukota pada malam hari. Beberapa orang hilir mudik di trotoar. Ada yang baru pulang bekerja dan ada yang sedang bermain. Ada yang sedang menunggu angkutan umum dan ada pula yang sudah ditunggu supir pribadi.
Kehidupan yang sangat indah.
Mereka bahkan tak perlu seperti Sera-membiarkan tubuhnya dipamerkan demi sebuah bayaran. Dan sayangnya, pekerjaan yang selama ini menghidupinya pun tak berlangsung lama.
"Oh ya Ra, dari kemarin ada yang minta nomor lo. Katanya bukan urusan kerjaan," kata Hani membuyarkan lamunan Sera.
Sera semakin melenguh. Kalimat 'katanya bukan kerjaan' semakin menyakitinya. "Capek deh."
"Bilangnya atas nama Sari," tambah Hani dengan suara enteng.
Sera seketika membeku mendengar nama itu. Gestur tubuhnya tiba-tiba kaku.
"Nga-ngapain? Gue enggak mau berurusan sama nama itu lagi!" tanya Sera setelah sekian lama hanya diam.
"Dia enggak ngasih tahu alasannya. Kayaknya penting banget sampe enggak bisa diomongin sama gue."
"Udah biarin aja. Blokir kalau perlu!" Ucapan Sera begitu tegas. Tak mau dibantah.
"Serius? Takutnya keluarga lo?"
"Lo tahu gue enggak punya keluarga," gerutu Sera.
Hani mengedikkan bahunya.
Sera tidak akan peduli. Sari sudah dia buang dari akal sehatnya. Kepeduliannya pada perempuan itu sudah lenyap sejak terakhir kali Sari tega meninggalkannya sendirian di ganasnya Ibu kota.
***
SEBUT ini putus asa, tetapi Sera seperti menjilat ludahnya sendiri. Baru 3 hari lalu dia mempermalukan Hardian yang menawari pekerjaan menjual diri, sekarang Sera sudah berdiri di depan ruangan ekslusif bar yang biasanya dihuni tamu-tamu VIP.
Sera seketika mulas. Dia ingin melarikan diri, tetapi tagihan uang sewa apartemen lebih membuatnya malas.
"Its okay Ra, cuma 1 jam. Dan lo cuma dengerin cerita om-om mesum. No kiss, no make out apalagi seks. Mudah, kan?" Sera mengingatkan dirinya.
Namanya yang cukup dikenal sebagai model gravure membuat tarifnya besar bahkan ketika tugasnya hanya menemani mabuk-mabukan.
Sera mengusap rambut coklatnya yang dia biarkan terurai tuk menutupi bahunya yang terekspos dengan gaun bertali spaghetti.
"Okay, gue perlu ke kamar mandi!" Sera benar-benar merasa mulasnya bukan karena gugup, tetapi karena dia sakit perut.
Setelah dari kamar mandi, Sera yang lesu berjalan kembali ke ruang ekslusif yang sudah dia hapal di luar kepala. Di lorong menuju dance floor, dia berpapasan dengan lelaki tinggi rupawan berkemeja putih yang rapih dimasukkan ke celana bahan. Formal sekali. Seperti hendak menghadiri rapat.
Tiba-tiba lelaki itu berbalik sehingga matanya bersibobrok dengan matanya. Sera melayangkan senyum nakal dengan kedipan sebelah mata. Senyuman yang membuat photographernya senang ketika dia berpose dengan itu. Senyuman yang dia bagi-bagikan secara cuma-cuma untuk para lelaki di bar.
"Sera, kan?"
Tak Sera sangka, lelaki itu menyapanya. Dan entah kabar baik atau buruk, lelaki itu mengetahui namanya.
"Excuse me?" Sera mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi bingung. Nama panggungnya sebagai model adalah 'Lovita'. Sera adalah panggilan orang-orang yang sudah mengenalnya dengan baik.
"Lovita Seraphine?" tanya lelaki itu memastikan.
"Eh, kenapa lo tahu nama gue? Lo Pak Subagja yang order gue sejam?" tanya Sera mengira lelaki di hadapannya adalah orang yang memesannya.
Buru-buru Sera merubah wajah bingungnya menjadi ramah penuh senyum.
"Saya Arche," kata lelaki itu mengulurkan tangan. "Saya yang hubungi manajer kamu beberapa hari terakhir."
"Lo mau nawarin gue kerjaan?" tanya Sera seketika menjabat tangan Arche yang terulur. Senyumnya tak luntur.
"Bukan, saya enggak mau nawarin pekerjaan. Saya datang untuk membicarakan soal Sari."
Sera sontak menarik tangannya dengan wajah memucat.
"Gue enggak kenal siapa yang lo omongin-" Sera buru-buru berbalik kembali ke lorong menuju kamar mandi. Dia berlari dengan heels 12 cm-nya yang runcing.
Sera benar-benar panik mendengar nama Sari sehingga dia tak peduli jika dia akan terjatuh.
"Sari meninggal Sera, dia punya anak. Di surat wasiatnya dia menyerahkan anaknya ke bawah kepengasuhan kamu," kata Arche mengejar Sera.
Sera sontak tersentak mendengar informasi itu. Tubuhnya membeku. Wajahnya memucat. Menoleh, Sera menatap Arche dengan pandangan shock.
Arche tersenyum tipis, terlihat sangat ironi senyuman tersebut. "Kita harus bicara di ruang yang lebih baik, dengan pengacara saya tentunya."
"Lo ... siapanya Sari?" tanya Sera mencicit.
"Suaminya."
Sera semakin melotot shock. Sari, yang amat dia benci, ternyata hidup lebih baik. Dia menikahi lelaki rupawan bertubuh tinggi yang dilihat dari pakaiannya terlihat sangat kaya raya. Dan sungguh mengejutkan, Sari memiliki anak.
Sera tiba-tiba tertawa kecil. Dia senang sekali kakak kandungnya itu mati. Berarti hidup Sari bisa dibilang jauh lebih sial dibanding dirinya. Sera amat berharap Sari mati tertabrak kereta, atau jatuh dari atap gedung.
"Dia enggak salah nitip anaknya di gue?" kekeh Sera ingin sekali menari striptis di mayat kakak kandung sialannya itu. "Gue enggak akan pernah mau merawat apapun peninggalannya. Termasuk anak. Ngerepotin."
"Sebaiknya kita bicara di tempat yang jauh lebih tenang."
"Enggak perlu, gue sibuk! Bilang sama mayatnya Sari gue enggak sudi ngurus anaknya!" seru Sera berapi-api. "Sialan banget itu istri lo, ninggalin gue sekalinya datang cuma buat nitipin anak."
"Kalau memang seperti itu keputusan kamu, saya mau kamu menandatangi surat pengalihan hak asuh. Kita harus membicarakannya dengan serius di depan pengacara saya-"
Ucapan Arche tak jelas apa akhirnya sebab Sera sudah ditarik cukup keras dari belakang. Pelakunya adalah Hani. Lengan Sera sakit sekali ditarik keras. Perempuan bertubuh mungil itu sekarang melotot menatap Sera.
"Lo enggak tahu siapa yang lagi ngomong sama lo, hah?" desis Hani tepat di kuping Sera.
"Emangnya siapa?"
"Arche Salaras Hadiratma, laki-laki yang bikin perempuan manapun berdoa jadi jodohnya."
"Iya gue tahu dia ganteng tapi biasa aja kali."
Arche menatap kikuk dua perempuan yang berbisik-bisik cukup jauh di hadapannya.
"Bukan ganteng doang Sera, tapi dia juga anak orang kaya," seru Hani begitu antusias. "Lo lagi ditawar jadi simpanan sama dia?"
"Heh! Bukanlah!" desis Sera menggetok kepala Hani.
Hani mengaduh kesakitan. Sera pun menjelaskan kedatangan Arche menemuinya. Singkatnya, Sera hendak dijadikan tempat penitipan anak. Sudah tahu alasan sebenarnya, pupil mata Hani makin melotot lebar.
"Sumpah!!!! Ini tuh kabar baik buat lo Sera!!!!" bisik Hani dengan nada antusias. "Kapan lagi lo bisa dapat duit cuma modal ngurus anak kecil yang bisa lo serahin ke Nanny-nanny?"
Sera tampak bosan menatap Hani. Orientasi Hani memang tak pernah berubah. Selalu tentang uang.
"Ini kesempatan lo jadi Nia Ramadhani Ra!!!" tambah Hani menggebu-gebu. "Lo bisa seharian scroll media sosial tanpa harus capek kerja kesana kemari. Sewa apartemen lo aman, cicilan mobil lunas dan biaya hidup lo juga tercukupi."
Sera menatap Hani penuh minat. Ucapan Hani ada benarnya juga. Anak Sari yang dititipkan kepada dirinya barangkali adalah 'ladang uang'.
"Come on, lo bilang ke dia kalau lo punya kesepakatan," cetus Hani mendorong Sera agar bertindak.
Tatap Sera beralih ke Arche yang terlihat kikuk berdiri di lorong bar yang sama sekali tak beradab. Didorong Hani, Sera pun mendekati Arche kembali.
Berdehem, Sera pun bersedekap menatap Arche. "Sorry gua agak mabuk tadi jadi gue bilang enggak mau ngurus anaknya si Sari. Tapi setelah gue ngobrol sama temen gue, urusan ini jelas enggak bisa ditolak karena ya tadi, udah ditulis di surat wasiat, kan?"
Arche mengangguk.
"So, kapan kita bisa ketemu buat ngobrolin ini?" tanya Sera dengan dagu terangkat, menantang Arche.
Dalam hati, Sera bersorak girang, Arche Salaras Hadiratma di matanya seperti ladang uang baru.
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Kupejamkan mataku, dan kukecup bibirnya dengan lembut, dia menyambutnya. Bibir kami saling terpaut, saling mengecup. Pelan dan lembut, aku tidak ingin terburu-buru. Sejenak hatiku berkecamuk, shit! She got a boyfriend! Tapi sepertinya pikiranku mulai buyar, semakin larut dalam ciuman ini, malah dalam pikiranku, hanya ada Nita. My logic kick in, ku hentikan ciuman itu, kutarik bibirku mejauh darinya. Mata Nita terpejam, menikmati setiap detik ciuman kami, bibir merahnya begitu menggoda, begitu indah. Fu*k the logic, kusambar lagi bibir yang terpampang di depanku itu. Kejadian ini jelas akan mengubah hubungan kami, yang seharusnya hanya sebatas kerjaan, menjadi lebih dari kerjaan, sebatas teman dan lebih dari teman.
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Pelan tapi pasti Wiwik pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja. "Di mana Om.. ?" Kembali dia bertanya "Di sini.." jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya. "Ahh.. Om.. nakal..!" Perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku.. bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan terus peluk.. kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya.. lalu mencium bibirnya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat. "Oh.. Om.." desahnya pelan.
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.