/0/7283/coverbig.jpg?v=29d30265eeb9a6e81817e68ef00eefd9)
Seraphine Sarasvati di ujung tanduk karir modeling saat tidak ada satupun tawaran pekerjaan. Dia terancam diusir dari apartement, menunggak cicilan mobil, berhenti perawatan kulit dan terancam kelaparan tanpa sokongan dana. Di posisi terjepit, Seraphine berniat menjadi perempuan penghibur atas saran managernya. Sampai kemudian kabar bahagia datang. Sari-kakak kandung Sera-meninggal dunia meninggalkan wasiat yang menyatakan bahwa hak asuh putrinya jatuh ke tangannya. Namun Arche Salaras Hadiratma-mantan suami Sari yang berdarah konglomerat, justru menawarinya pernikahan. Sera mendapatkan banyak celah untuk menjadi lintah penyedot uang dari Arche. Namun situasi yang terjadi justru tak selaras dengan rencananya. Pesona ketampanan Arche dan hati putihnya membuat Sera linglung. Sanggupkah Sera memperkokoh tujuannya mendekati Arche hanya demi uang?
"Sera, bersaing di dunia modeling itu sulit, bahkan kamu udah buka-bukaan kaya gini pun tetep aja sulit. Ehm, begini aja, gue ada kenalan pejabat yang kemarin nanyain lo. Semalam bisa nyampe 60 juta, gue sih paling cuma minta duit bensin doang. Gimana, mau?"
Seraphine Sarasvati yang memakai masker dan pakaian formal menatap lelaki flamboyan di hadapannya dengan sepasang mata kucing menyipit. Gadis yang berprofesi sebagai model gravure itu mengangkat tangannya sekedar tuk memberi gestur agar lelaki di hadapannya berhenti bicara sebelum dia membuka masker.
Ketika masker itu dilepas, hidung mungil dengan bibir merah alaminya terlihat menahan amarah.
"Coba sekali lagi lo ngomong!" tantang Sera.
"Open BO Beb, santai lo jangan tersinggung gitu ya! Tujuan lo jadi model seksi ini kan pasti buat ngegoda laki-laki kaya di luaran sana, kan?" jawab lelaki itu terkekeh.
Sera mengambil minuman di atas meja tuk dia tumpahkan di atas kepala lelaki yang sering memberinya pekerjaan. Sera tahu karir modelingnya akan makin sempit ketika dia melakukan hal sebarbar ini, tetapi tidak ada belas kasihan untuk lelaki yang memandang sebelah mata dirinya.
"SERA! ASTAGA!!!" teriak Hani-manajer Sera, secepat angin menyerbu posisi Sera di kursi restoran paling ujung.
Dengan cepat Hani memeluk pinggang ramping Sera tuk dia jauhkan dari Hardian-lelaki yang kini basah setelah dibasuh segelas es jeruk.
"Sekali lagi lo nawarin pekerjaan menjijikan kaya gitu, gue mandiin lo pake kopi panas!" teriak Sera memaki. Tangannya menunjuk-nunjuk wajah Hardian yang sekarang shock tak bisa berkata-kata.
Hani menyeret tubuh Sera menjauhi posisi Hardian.
"Lo tolol ya?" teriak Hani menghempaskan tubuh Sera di kotak lift. Sera sontak menepis tangan Hani di lengannya. Perempuan ber-make up tipis itu menggerutu dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Tolol? Dia ngajak gue ketemuan bukan mau kasih kerjasama modeling Han, tapi nawarin open BO, udah gila kali ya," maki Sera. "I know, kerjaan gue sekarang sepi. Tapi dia kurang ajar banget ngira tubuh gue bisa dibeli."
"Bukannya selama ini lo jual tubuh ya?" tanya Hani membuat Sera terdiam. "Secara implisit tentunya. Selama ini lo jadi model gravure-pose sana sini cuma pake bikini, itu bukan jual tubuh?"
"Seenggaknya gue dinikmati secara seni, bukan disewa buat puasin laki-laki enggak jelas," jawab Sera mendesis.
"Jangan sok idealis Ra! Kalau sampai bulan depan lo enggak dapat kerjaan, lo mau diusir dari apartemen harga selangit lo itu?"
Sera terdiam.
"Sebagai manager yang atur keuangan lo, bulan ini emang paling miris."
Sera ingin mengumpat. Hani benar-benar menjadikan dirinya sebagai manager-yang mengurusinya karena uang. Benar-benar sialan!
"Lo harus bayar sewa apartemen, cicilan mobil mewah lo, beli make up, baju-baju sampai makanan diet yang enggak murah. Lo yakin bisa?"
Sera melenguh. Kedua tangannya sudah terangkat siap mengacak-acak rambut kala denting lift membuat mereka terdiam, lalu putuskan berjalan keluar.
Seraphine begitu lenjang. Tubuhnya tinggi semampai dengan wajah lonjong bergaris rahang tegas. Mata kucingnya adalah daya tarik seorang Lovita Seraphine di dunia gravure. Kulit putihnya pun mudah sekali didandani sehingga dia sering mendapat job menjadi tokoh anime.
Namun sungguh sial, sudah lama sekali sejak Sera mendapat uang dari modeling.
Hani benar, keuangannya benar-benar di ujung tanduk. Dan sialnya, gaya hidupnya yang tinggi seperti tali yang akan mencekiknya jika tak lekas dipikirkan bagaimana cara membayar segala biaya.
"Terus lo sebagai manager, nyaranin gue jual diri gitu, hah?" seru Sera setelah membanting pintu taksi. Mereka memasuki taksi yang Hani cegat di pinggir bangunan restoran tempat Sera dan Hardian bertemu.
"Why not? Lo bukan perawan! Realistis aja say, lo mau hidup baik ya harus ada yang lo korbankan. Lagipula ini Jakarta, enggak usah sok suci!"
Sera menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Sungguh berat sekali masalah jobless ini. Seraphine adalah yatim piatu yang sudah belasan tahun hidup mandiri. Dia tak punya keluarga. Jadi ketika dia tak ada tawaran menjadi objek foto atau modeling, maka bisa dipastikan dia akan menjadi gelandangan.
Sera tak punya ijazah universitas sebab sejak lulus SMA dia sibuk bekerja menghidupi diri sendiri.
Kadang-kadang, Sera iri dengan kehidupan banyak orang. Terutama anak orang kaya. Mereka dengan mudah hidup tanpa merasa cemas akan esok hari.
Menurunkan kaca jendela sampai mentok, Sera melihat ibukota pada malam hari. Beberapa orang hilir mudik di trotoar. Ada yang baru pulang bekerja dan ada yang sedang bermain. Ada yang sedang menunggu angkutan umum dan ada pula yang sudah ditunggu supir pribadi.
Kehidupan yang sangat indah.
Mereka bahkan tak perlu seperti Sera-membiarkan tubuhnya dipamerkan demi sebuah bayaran. Dan sayangnya, pekerjaan yang selama ini menghidupinya pun tak berlangsung lama.
"Oh ya Ra, dari kemarin ada yang minta nomor lo. Katanya bukan urusan kerjaan," kata Hani membuyarkan lamunan Sera.
Sera semakin melenguh. Kalimat 'katanya bukan kerjaan' semakin menyakitinya. "Capek deh."
"Bilangnya atas nama Sari," tambah Hani dengan suara enteng.
Sera seketika membeku mendengar nama itu. Gestur tubuhnya tiba-tiba kaku.
"Nga-ngapain? Gue enggak mau berurusan sama nama itu lagi!" tanya Sera setelah sekian lama hanya diam.
"Dia enggak ngasih tahu alasannya. Kayaknya penting banget sampe enggak bisa diomongin sama gue."
"Udah biarin aja. Blokir kalau perlu!" Ucapan Sera begitu tegas. Tak mau dibantah.
"Serius? Takutnya keluarga lo?"
"Lo tahu gue enggak punya keluarga," gerutu Sera.
Hani mengedikkan bahunya.
Sera tidak akan peduli. Sari sudah dia buang dari akal sehatnya. Kepeduliannya pada perempuan itu sudah lenyap sejak terakhir kali Sari tega meninggalkannya sendirian di ganasnya Ibu kota.
***
SEBUT ini putus asa, tetapi Sera seperti menjilat ludahnya sendiri. Baru 3 hari lalu dia mempermalukan Hardian yang menawari pekerjaan menjual diri, sekarang Sera sudah berdiri di depan ruangan ekslusif bar yang biasanya dihuni tamu-tamu VIP.
Sera seketika mulas. Dia ingin melarikan diri, tetapi tagihan uang sewa apartemen lebih membuatnya malas.
"Its okay Ra, cuma 1 jam. Dan lo cuma dengerin cerita om-om mesum. No kiss, no make out apalagi seks. Mudah, kan?" Sera mengingatkan dirinya.
Namanya yang cukup dikenal sebagai model gravure membuat tarifnya besar bahkan ketika tugasnya hanya menemani mabuk-mabukan.
Sera mengusap rambut coklatnya yang dia biarkan terurai tuk menutupi bahunya yang terekspos dengan gaun bertali spaghetti.
"Okay, gue perlu ke kamar mandi!" Sera benar-benar merasa mulasnya bukan karena gugup, tetapi karena dia sakit perut.
Setelah dari kamar mandi, Sera yang lesu berjalan kembali ke ruang ekslusif yang sudah dia hapal di luar kepala. Di lorong menuju dance floor, dia berpapasan dengan lelaki tinggi rupawan berkemeja putih yang rapih dimasukkan ke celana bahan. Formal sekali. Seperti hendak menghadiri rapat.
Tiba-tiba lelaki itu berbalik sehingga matanya bersibobrok dengan matanya. Sera melayangkan senyum nakal dengan kedipan sebelah mata. Senyuman yang membuat photographernya senang ketika dia berpose dengan itu. Senyuman yang dia bagi-bagikan secara cuma-cuma untuk para lelaki di bar.
"Sera, kan?"
Tak Sera sangka, lelaki itu menyapanya. Dan entah kabar baik atau buruk, lelaki itu mengetahui namanya.
"Excuse me?" Sera mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi bingung. Nama panggungnya sebagai model adalah 'Lovita'. Sera adalah panggilan orang-orang yang sudah mengenalnya dengan baik.
"Lovita Seraphine?" tanya lelaki itu memastikan.
"Eh, kenapa lo tahu nama gue? Lo Pak Subagja yang order gue sejam?" tanya Sera mengira lelaki di hadapannya adalah orang yang memesannya.
Buru-buru Sera merubah wajah bingungnya menjadi ramah penuh senyum.
"Saya Arche," kata lelaki itu mengulurkan tangan. "Saya yang hubungi manajer kamu beberapa hari terakhir."
"Lo mau nawarin gue kerjaan?" tanya Sera seketika menjabat tangan Arche yang terulur. Senyumnya tak luntur.
"Bukan, saya enggak mau nawarin pekerjaan. Saya datang untuk membicarakan soal Sari."
Sera sontak menarik tangannya dengan wajah memucat.
"Gue enggak kenal siapa yang lo omongin-" Sera buru-buru berbalik kembali ke lorong menuju kamar mandi. Dia berlari dengan heels 12 cm-nya yang runcing.
Sera benar-benar panik mendengar nama Sari sehingga dia tak peduli jika dia akan terjatuh.
"Sari meninggal Sera, dia punya anak. Di surat wasiatnya dia menyerahkan anaknya ke bawah kepengasuhan kamu," kata Arche mengejar Sera.
Sera sontak tersentak mendengar informasi itu. Tubuhnya membeku. Wajahnya memucat. Menoleh, Sera menatap Arche dengan pandangan shock.
Arche tersenyum tipis, terlihat sangat ironi senyuman tersebut. "Kita harus bicara di ruang yang lebih baik, dengan pengacara saya tentunya."
"Lo ... siapanya Sari?" tanya Sera mencicit.
"Suaminya."
Sera semakin melotot shock. Sari, yang amat dia benci, ternyata hidup lebih baik. Dia menikahi lelaki rupawan bertubuh tinggi yang dilihat dari pakaiannya terlihat sangat kaya raya. Dan sungguh mengejutkan, Sari memiliki anak.
Sera tiba-tiba tertawa kecil. Dia senang sekali kakak kandungnya itu mati. Berarti hidup Sari bisa dibilang jauh lebih sial dibanding dirinya. Sera amat berharap Sari mati tertabrak kereta, atau jatuh dari atap gedung.
"Dia enggak salah nitip anaknya di gue?" kekeh Sera ingin sekali menari striptis di mayat kakak kandung sialannya itu. "Gue enggak akan pernah mau merawat apapun peninggalannya. Termasuk anak. Ngerepotin."
"Sebaiknya kita bicara di tempat yang jauh lebih tenang."
"Enggak perlu, gue sibuk! Bilang sama mayatnya Sari gue enggak sudi ngurus anaknya!" seru Sera berapi-api. "Sialan banget itu istri lo, ninggalin gue sekalinya datang cuma buat nitipin anak."
"Kalau memang seperti itu keputusan kamu, saya mau kamu menandatangi surat pengalihan hak asuh. Kita harus membicarakannya dengan serius di depan pengacara saya-"
Ucapan Arche tak jelas apa akhirnya sebab Sera sudah ditarik cukup keras dari belakang. Pelakunya adalah Hani. Lengan Sera sakit sekali ditarik keras. Perempuan bertubuh mungil itu sekarang melotot menatap Sera.
"Lo enggak tahu siapa yang lagi ngomong sama lo, hah?" desis Hani tepat di kuping Sera.
"Emangnya siapa?"
"Arche Salaras Hadiratma, laki-laki yang bikin perempuan manapun berdoa jadi jodohnya."
"Iya gue tahu dia ganteng tapi biasa aja kali."
Arche menatap kikuk dua perempuan yang berbisik-bisik cukup jauh di hadapannya.
"Bukan ganteng doang Sera, tapi dia juga anak orang kaya," seru Hani begitu antusias. "Lo lagi ditawar jadi simpanan sama dia?"
"Heh! Bukanlah!" desis Sera menggetok kepala Hani.
Hani mengaduh kesakitan. Sera pun menjelaskan kedatangan Arche menemuinya. Singkatnya, Sera hendak dijadikan tempat penitipan anak. Sudah tahu alasan sebenarnya, pupil mata Hani makin melotot lebar.
"Sumpah!!!! Ini tuh kabar baik buat lo Sera!!!!" bisik Hani dengan nada antusias. "Kapan lagi lo bisa dapat duit cuma modal ngurus anak kecil yang bisa lo serahin ke Nanny-nanny?"
Sera tampak bosan menatap Hani. Orientasi Hani memang tak pernah berubah. Selalu tentang uang.
"Ini kesempatan lo jadi Nia Ramadhani Ra!!!" tambah Hani menggebu-gebu. "Lo bisa seharian scroll media sosial tanpa harus capek kerja kesana kemari. Sewa apartemen lo aman, cicilan mobil lunas dan biaya hidup lo juga tercukupi."
Sera menatap Hani penuh minat. Ucapan Hani ada benarnya juga. Anak Sari yang dititipkan kepada dirinya barangkali adalah 'ladang uang'.
"Come on, lo bilang ke dia kalau lo punya kesepakatan," cetus Hani mendorong Sera agar bertindak.
Tatap Sera beralih ke Arche yang terlihat kikuk berdiri di lorong bar yang sama sekali tak beradab. Didorong Hani, Sera pun mendekati Arche kembali.
Berdehem, Sera pun bersedekap menatap Arche. "Sorry gua agak mabuk tadi jadi gue bilang enggak mau ngurus anaknya si Sari. Tapi setelah gue ngobrol sama temen gue, urusan ini jelas enggak bisa ditolak karena ya tadi, udah ditulis di surat wasiat, kan?"
Arche mengangguk.
"So, kapan kita bisa ketemu buat ngobrolin ini?" tanya Sera dengan dagu terangkat, menantang Arche.
Dalam hati, Sera bersorak girang, Arche Salaras Hadiratma di matanya seperti ladang uang baru.
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
Cerita bermula, ketika Adam harus mengambil keputusan tinggal untuk sementara di rumah orang tuanya, berhubung Adam baru saja di PHK dari tempat ia bekerja sebelumnya. "Dek, kalau misalnya dek Ayu mau pergi, ngga papa kok. " "Mas, bagaimanapun keadaan kamu, aku akan tetap sama mas, jadi kemanapun mas pergi, Aku akan ikut !" jawab Ayu tegas, namun dengan nada yang membuat hati kecil Adam begitu terenyuh.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Cerita ini hanya fiksi belaka. Karanga author Semata. Dan yang paling penting, BUKAN UNTUK ANAK2. HANYA UNTUK DEWASA. Cinta memang tak pandang tempat. Itulah yang sedang Clara rasakan. Ia jatuh cinta dengan ayah tirinya sendiri bernama Mark. Mark adalah bule yang ibunya kenal saat ibunya sedang dinas ke Amerika. Dan sekarang, ia justru ingin merebut Mark dari ibunya. Gila? Tentu saja. Anak mana yang mau merebut suami ibunya sendiri. Tapi itulah yang sekarang ia lakukan. Seperti gayung bersambut, Niat Clara yang ingin mendekati Mark diterima baik oleh pria tersebut, apalagi Clara juga bisa memuaskan urusan ranjang Mark. Akankah Clara berhasil menjadikan Mark kekasihnya? Atau lebih dari itu?