/0/5304/coverbig.jpg?v=f45583439b0a50fe5e5e9f58dd4d3224)
"Kenapa kamu tidak mau tidur dengan saya, padahal sekarang saya sudah resmi menjadi istri kamu? Apakah kamu tidak mencintai saya?" Rima, gadis 18 tahun itu bertanya dengan nada yang sangat terukur. Bary, remaja pria yang lebih muda tiga tahun dari Rima, menjawab, "Maaf, saya tidak bisa." Bary menolak keinginan Rima yang notabene adalah istrinya. Kenapa? Temukan jawabannya dalam kisah 'Lentera Rindu' ini. Dear insan, kelak, rindu itu akan menjelma syair tanpa kata, yang duduk bersebelahan dengan kesunyian batinmu. Lalu, ia akan memaksa untuk disandingkan dengan bintang-bintang di langit-langit ingatanmu. 'Pabila ia menjelma jelaga, engkau butuh LENTERA agar RINDU tersebut tetap ada dan sederhana. Ketahuilah, mayapada ini fana, kitalah yang baka. Yang sementara pertemuan, kerinduan dalam rengkuhan batinlah yang abadi. *** Pict by Canva (free)
"Kamu mau tidur dengan saya?" tanya Rima.
"Kenapa Kakak bicara begitu?" jawab Bary balas bertanya.
"Kenapa? Bukankah siang tadi di depan Penghulu, kamu sudah berikrar menjadikan saya sebagai istri kamu?" tegas Rima.
Meskipun Rima cukup lugas dalam menyampaikan argumennya, tetapi pada saat yang bersamaan, Bary masih bisa menangkap dengan jelas ada lara dalam gaung suara Rima.
"Iya, Kakak memang betul," ucap Bary juga pada akhirnya. "Tapi sampai kapan pun, Kakak tetaplah kakakku. Kakak yang saya hormati, yang akan saya cintai dengan sepenuh jiwa."
"Apakah kamu tidak mencintai saya?"
Kembali Rima melaungkan sendunya. Bary semakin mudah membaca, barusan Rima hanya coba berkamuflase tentang rasanya.
"Sangat, Kak, sangat," timpal Bary, remaja pria lima belas tahun ini dengan penuh keyakinan. "Sumpah demi Allah, saya sangat mencintai Kakak. Apakah Kakak mulai meragukan saya?"
"Lalu, kenapa kamu tidak mau tidur dengan saya?" Rima masih bersikeras, tetapi nada bicaranya semakin landai.
"Karena Kakak adalah kakakku. Mana mungkin saya berani kurang ajar sama Kakak? Saya ini adik kamu, Kak! Kenapa Kakak memaksa saya untuk melakukan itu? Apakah Kakak sudah tidak menginginkan saya untuk menemani hidup Kakak lagi? Kenapa, Kak? Apa salah saya ... ?" lirih Bary.
Bary sudah berusaha keras, tetapi pada akhirnya ia mulai kesulitan meredam rasa perih. Matanya mulai berkaca-kaca.
Mendapati itu, sedetik kemudian, Rima yang tengah hamil dengan usia kandungan jelang enam bulanan ini, sigap menabrakkan tubuhnya ke tubuh Bary, lalu memeluk Bary dengan begitu eratnya.
"Maafkan Kakak, Dek!" desis Rima dengan tidak kalah lirihnya.
Sampai di sini, bak dam jebol, Rima yang sejak tadi juga memperjuangkan tangisnya agar tidak sampai tumpah, pada akhirnya tak terbendungkan lagi.
"Karena Kakak, kamu juga ikut terlunta-lunta seperti ini," tambah Rima di antara derai isak tangisnya.
"Tidak, Kak, tidak!" balas Bary cepat. "Kakak tidak boleh bicara seperti itu. Ini mungkin sudah takdir kita. Saya ikhlas, Kak, sangat ikhlas. Kakak tidak perlu meragukan saya. Bisa hidup bersama Kakak saja, itu sudah lebih dari segalanya bagi saya. Percaya sama saya, Kak!"
Rima tak mampu lagi berkata-kata. Rima tahu, keikhlasan Bary tak mungkin dapat ia pungkiri. Akan tetapi, karena keikhlasan itu jugalah Rima semakin sukar menyembunyikan perih pada lahir dan batinnya.
Tiga bulanan hidup bersama di 'pembuangan' ini, Rima semakin letih berpura-pura tegar di hadapan Bary, adik angkatnya yang hanya dilabeli 'anak pungut' oleh Bu Lija, ibu Rima.
Sedangkan Bary, semakin ke sini, dia semakin hapal dengan sikap Rima, wanita yang menjadi korban dari kebejatan orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung bagi Rima sendiri.
Bary rela pasang badan, dan mengorbankan banyak hal, hanya demi mengembalikan senyum yang terenggut dari wajah Rima. Padahal, Bary tidak punya hubungan apa pun dengan Rima kecuali sebatas kakak angkat tersebut.
Empat bulan kemudian.
"Mana bidannya?" Rima menyambut Bary dengan mimik resah.
"Dia tidak mau datang, Kak!" sahut Bary dengan nada yang sangat terukur.
"Ya Tuhan ...," lirih Rima. "Kenapa, Dek?" tambah Rima.
"Mama Yohana minta kita bayar uang muka, lima ratus. Uang kita tidak cukup," terang Bary.
"Mama Yohana bilang begitu?" tanya Rima lagi.
"Iya, Kak," sahut Bary.
"Ya, Allah ...," gumam Rima pelan seolah-olah menggumam untuk dirinya sendiri.
Bary terdiam. Bary yang baru saja kembali dari rumah Mama Yohana, meminta Bidan Kampung tersebut untuk membantu persalinan Rima, tetapi ditolak mentah-mentah dikarenakan Bary tidak punya cukup uang untuk membayar uang muka persalinan, kian terpuruk saat mendapati mimik perih di wajah Rima.
Ingin rasanya Bary saja yang menangis menggantikan Rima. Rima yang malang ini, semenjak dia dibuang oleh ibu kandungnya sendiri, ia sudah terlalu letih menangis.
"Tolong, Dek! Cepat cepat! Uh ... uh!" Rima membuyarkan lamunan Bary sesaat barusan.
"Iya, iya, Kak," sahut Bary dengan begitu paniknya. "Bantu apa, Kak?" tambahnya sembari menghampiri Rima.
"Cepat ambilkan sarung!" seru Rima dengan nada yang memburu.
"Iya, iya!" sahut Bary dan langsung meraih sarung yang tersusun rapi di atas tikar. "Mau diapakan sarungnya, Kak?" tanya Bary kemudian.
"Cepat lipat tiga baru taruh di bawah paha kakak!" Nada Rima semakin melaju.
Secepat itu juga Bary melakukan seperti apa yang diperintahkan oleh Rima. Sesaat kemudian, Bary sudah melipat kain sarungnya menjadi tiga bagian sebagaimana yang diinginkan oleh Rima. Akan tetapi, untuk menaruh kain sarung tersebut di bawah paha Rima, yang tengah rebahan terlentang dengan kedua lutut ditegakkan, Bary sungkan, Bary tidak berani.
Apalagi, Rima tengah dalam kondisi hendak bersalin, yang mana, otomatis dia tidak mengenakan pakaian dalam.
Bary sangat menghormati Rima. Meskipun dalam keadaan darurat seperti saat ini, tetap saja Bary merasa risih jika harus menatap bagian-bagian privat di tubuh Rima.
"Sudah?" tanya Rima.
"I-iya, Kak, sudah," sahut Bary sambil menyodorkan kain tersebut kepada Rima, tanpa menolehinya.
Rima menyambutnya, tetapi jika hanya satu helai kain sarung, Rima merasa belum cukup. "Masih ada sarung kita, 'kan? Tambah satu lagi!" seru Rima.
Rima semakin panik, begitupula dengan Bary. Bersamaan dengan itu, tanpa menunggu diperintah dua kali, secepat itu juga Bary melakukan seperti apa yang Rima minta. Kini Bary sudah memegang kain sarung yang lain.
"Taruh di mana ini?" tanya Bary.
"Pegang, pegang!" seru Rima. "Pegang! Taruh di bawah 'anu' kakak. Sambut bayinya pakai itu!"
"Ta-tapi, Kak?" Kondisinya semakin darurat, tetapi Bary belum bisa melakukan begitu saja apa yang diperintahkan oleh Rima.
"Tidak apa-apa, Dek, tidak apa-apa! Tolong bantu, kakak! Aduh, Ma ... tolo-ng!" lirih Rima dengan napas yang kian memburu.
Rima menyebut 'Ma', Ma yang mana? Bary merasa Rima tidak punya Ma lagi. Ma-nya sudah membuang Rima. Sedih, Bary benar-benar pilu.
Bary risih, Bary sungkan, Bary cemas. Akan tetapi, Bary harus melakukannya. Meskipun Bary tidak tahu kenapa Rima memintanya untuk melakukan hal tersebut, tetapi ia lakukan saja seperti apa yang Rima perintahkan.
Lalu, dengan kain sarung di genggaman, ragu-ragu Bary menengadahkan tangan di 'jalan keluar', di bawah pangkal paha Rima.
"Kak ... !" desis Bary. Bary sudah melihat adanya separuh kehidupan baru yang tersembul dari sesuatu Rima.
"Uh ... ! Uh ... !" Deru napas Rima. Ia tengah mengejan sekuat tenaga.
Pada saat yang bersamaan, Rima yang kesulitan bernapas, Bary yang ketakutan. Rima yang bertarung melawan hidup atau mati, separuh nyawa Bary yang serasa telah lebih dulu melayang.
"Sudah keliatan? Uh ... ! Uh ... !" Kembali terdengar napas memburu dari Rima.
"Apa, Kak?" jawab Bary balas bertanya.
"Bayinya!" imbuh Rima.
"O, iya iya! Kepalanya sudah keliatan!" Jawab Bary.
Samar-samar, memang Bary sudah melihat kepala bayi Rima sejak beberapa saat barusan tadi. Itulah kenapa Bary sampai keringat dingin.
"Pasang tangan! Sambut kalau dia keluar! Jangan sampai dia jatuh ke lantai! Uh ... ! Uh ... !" Kali ini napas Rima lebih berat, dan lebih panjang.
Sesaat kemudian.
"Uh ... ! Ah ... !"
Bayi Rima pada akhirnya terlahir ke dunia. Tangkas pula sepasang tangan Bary yang beralaskan kain sarung terlipat menyambut bayi tersebut.
"Ngek ... !"
Ada jeda sekian saat lamanya barulah bayi berjenis kelamin laki-laki ini mengeluarkan suara tangisan pertamanya.
"Cepat, cepat!" Kembali nada bicara Rima menderu.
"Iya, iya, kenapa?" Bary pun kembali pada kepanikan semula.
"Kasi tengkurap!" seru Rima.
"Apa, Kak?" Bary tidak mengerti.
"Kasi tiarap dia supaya ari-arinya tidak kembali dalam perutnya," ucap Rima lagi.
"O ...." Bary membolakan bibirnya.
Lalu, meskipun bimbang, tetapi Bary tidak berani membantah. Hati-hati ia telungkupkan bayi tersebut di atas lipatan kain sarung yang yang lain. Bary menaruhnya di samping Rima.
"Lepas! Biar kakak yang tekan!" seru Rima. "Tolong ambilkan pisau biar kakak yang potong!"
"Ya, Tuhan? Jangan, Kak, jangan! Kasian, salah dia, apa? Biarkan saja dia tetap hidup! Ada saya yang nanti bantuin Kakak!"
Wurake adalah sebutan untuk para penganut ilmu hitam. Dalam sedikit kasus, Wurake mirip dengan Kuyang dan sejenisnya, yang mana sangat idam pada janin, bayi, wanita hamil hingga wanita masa nifas. Namun demikian, secara garis besarnya Wurake bukanlah (sebatas) Kuyang. Jika pada umumnya pengamal Kuyang adalah kaum perempuan, maka penganut Wurake tidak sebatas itu. Wurake terdiri dari laki-laki dan perempuan. Selain itu, Wurake menyasar masyarakat secara luas, tidak terbatas oleh jenis kelamin atau usia. Cerita yang Anda baca ini adalah murni fiksi belaka. Apabila terdapat kesamaan nama tokoh, tempat, hingga kejadian, itu adalah kebetulan semata.
"Cita-citaku, saya ingin menjadi seorang Bodyguard!" Dia hanya seorang anak desa yang lari ke kota karena suatu keterpaksaan. Di kota, dia tidak pernah bermimpi akan terlibat dalam dunia bawah tanah, apalagi sampai disebut Gangster. Akan tetapi, seperti kata orang, ucapan itu adalah doa, suka tidak suka, sengaja tidak sengaja, ucapan yang ia sebut Cita-Cita, telah menuntunnya pada kenyataan yang berhubungan dengan kalimat yang pernah ia ucapkan.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Pada hari pernikahannya, saudari Khloe berkomplot dengan pengantin prianya, menjebaknya atas kejahatan yang tidak dilakukannya. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, di mana dia menanggung banyak penderitaan. Ketika Khloe akhirnya dibebaskan, saudarinya yang jahat menggunakan ibu mereka untuk memaksa Khloe melakukan hubungan tidak senonoh dengan seorang pria tua. Seperti sudah ditakdirkan, Khloe bertemu dengan Henrik, mafia gagah tetapi kejam yang berusaha mengubah jalan hidupnya. Meskipun Henrik berpenampilan dingin, dia sangat menyayangi Khloe. Dia membantunya menerima balasan dari para penyiksanya dan mencegahnya diintimidasi lagi.
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Megan dipaksa menggantikan kakak tirinya untuk menikah dengan seorang pria yang tanpa uang. Mengingat bahwa suaminya hanyalah seorang pria miskin, dia pikir dia harus menjalani sisa hidupnya dengan rendah hati. Dia tidak tahu bahwa suaminya, Zayden Wilgunadi, sebenarnya adalah taipan bisnis yang paling berkuasa dan misterius di kota. Begitu dia mendengar desas-desus tentang hal ini, Meagan berlari ke apartemen sewaannya dan melemparkan diri ke dalam pelukan suaminya. "Mereka semua bilang kamu adalah Tuan Fabrizio yang berkuasa. Apakah itu benar?" Sang pria membelai rambutnya dengan lembut. "Orang-orang hanya berbicara omong kosong. Pria itu hanya memiliki penampilan yang mirip denganku." Megan menggerutu, "Tapi pria itu brengsek! Dia bahkan memanggilku istrinya! Sayang, kamu harus memberinya pelajaran!" Keesokan harinya, Tuan Fabrizio muncul di perusahaannya dengan memar-memar di wajahnya. Semua orang tercengang. Apa yang telah terjadi pada CEO mereka? Sang CEO tersenyum. "Istriku yang memerintahkannya, aku tidak punya pilihan lain selain mematuhinya."
Shella memiliki masalah serius ketika keluarganya mencoba memaksanya untuk menikah dengan pria tua yang mengerikan. Dalam kemarahan, dia menyewa gigolo untuk berakting sebagai suaminya. Dia kira gigolo itu membutuhkan uang dan melakukan ini untuk mencari nafkah. Sedikit yang dia tahu bahwa pria tersebut tidak seperti itu. Suatu hari, dia melepas topengnya dan mengungkapkan dirinya sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Ini menandai awal dari cinta mereka. Pria itu menghujaninya dengan semua yang dia inginkan. Mereka bahagia. Namun, keadaan tak terduga segera menjadi ancaman bagi cinta mereka. Akankah Shella dan suaminya berhasil melewati badai? Cari tahu!
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih