Andre mencintai Samantha dalam diamnya, tetapi masalah mulai bermunculan semenjak hubungan Andre dan tunangannya menuju keretakan. Di saat Andre bimbang dengan perasaannya, muncullah Yansen, dokter yang menangani penyakit Samantha, menaruh hati pada wanita itu, dan berjanji akan bersama Samantha apa pun yang terjadi. Lantas siapa yang akan berlabuh di hati Samantha?
[Samantha]
The pain started years ago, but I'd lived with it for so long at that point, I'd accepted it as an inevitable part of me – Ashley D. Wallis
Aku sudah benar-benar muak dengan rasa sakit yang kurasakan bertubi-tubi menghajar tubuhku. Lagi-lagi aku harus kembali ke rumah sakit yang sama, menemui dokter yang sama, karena penyakit yang sama pula. Beberapa minggu yang lalu, aku baru saja menyelesaikan operasi pengangkatan tumor yang berada di dalam rahimku, dan sekarang aku kembali lagi ke rumah sakit, karena ternyata masih ada sakit yang teramat sangat pada awalnya kupikir disebabkan oleh tumor tersebut, tak juga kunjung berkurang hingga hari ini. Tak ada yang berubah, rasa sakit itu masih juga sama, apa harus kulakukan?
Menunggu di ruang tunggu, sendirian, adalah sesuatu yang sangat menyebalkan. Aku datang terlalu awal hari ini, aku benar-benar lupa jika Dokter Yansen-dokter bedah yang menangani kedua penyakitku-memulai prakteknya pada pukul enam sore, dan aku datang pukul tiga siang, dengan relanya meninggalkan pekerjaan yang belum selesai di kantor.
Handphoneku berbunyi, sebuah pesan masuk dari seseorang yang kukenal membuatku tersenyum, lagi-lagi Andre menggodaku dengan mengirim stiker-stiker aneh.
'Hey, I'm not in the mood.' Aku membalas dengan beberapa kata.
'Hehehe ... lagi apa, Non?'
'Lagi di rumah sakit, cek up.'
Aku tak lagi membalas, meski Andre masih mengirimkan pesan kepadaku. Aku sedang malas, saat ini aku tak ingin bertemu atau berbicara dengan siapapun, yang berada di pikiranku saat ini hanya hasil dari laboratorium yang sebentar lagi harus kuserahkan pada dokter dan dia akan membacakannya. Apapun itu aku siap, aku sudah tak peduli lagi apa yang akan terjadi pada diriku, tak ada lagi kehidupan yang kuinginkan saat ini, aku hanya terdiam dan larut dalam pikiranku, aku sudah lelah, sangat lelah.
Pernikahanku batal bulan Januari yang lalu, John-tunanganku seorang lelaki yang sangat naif-membatalkannya sepihak tanpa memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi. Sebenarnya John lelaki yang cukup baik, tapi ... entah kenapa aku malah sedikit bersyukur karena pernikahan itu pada akhirnya batal-meski tak sepenuhnya batal tetapi mengalami penundaan sementara untuk alasan yang tak pernah dijelaskan olehnya, aku tak ambil pusing. Setelah pembatalan itu, aku memutuskan untuk melakukan operasi, John juga mendukungku.
Sewaktu aku operasi pengangkatan tumor, dia datang menemaniku, tapi hal itu tak akan pernah mampu bagiku, untuknya menebus kesalahan yang sudah membuatku jengkel padanya. Meski sebenarnya aku tak begitu menginginkan adanya pernikahan, tak pernah terbesit dalam pikiranku untuk membangun sebuah keluarga. Semua kulakukan untuk Papa, ya, untuk laki-laki tua yang selalu menganggapku sebagai gadis kecilnya. Bagi Papa, selamanya aku adalah gadis kecil manis dan mungil seperti dulu, kadang rasa khawatirnya yang berlebih membuatku merasa kasihan, jika dia harus kehilanganku. Papa ingin aku menikah, dan memiliki anak sebelum terjadi sesuatu padanya, jadi aku mengabulkannya.
Tak ada yang spesial dengan awal perkenalanku dengan John. Aku dan John berkenalan di rumah sakit ini awal tahun lalu, saat itu dia sedang melakukan test darah, dan aku sedang melakukan konsultasi dengan dokter yang menanganiku. John mengajakku berbicara di ruang tunggu, membunuh rasa jenuh pada diri masing-masing, kemudian berakhir dengan dia meminta nomor teleponku, aku memberikan nomorku, semenjak itu dia rajin menghubungiku. Hubungan kami pun berlanjut, padahal saat itu aku pun sedang menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang berada di satu lingkungan kerja-aku akan menceritakannya nanti. Dengar ... aku tak berniat memainkan hubungan atau perasaan siapapun, tetapi ... aku juga tak bisa menolaknya. Ada sesuatu yang kucari dari kedua hubungan yang saat itu kujalani dengan keduanya, aku ingin mencari kembali sebuah rasa yang mungkin sudah terlupakan olehku. John, laki-laki yang cukup menarik, sekilas aku merasa dia sedikit mirip dengan Rio Dewanto, suami dari Atiqah Hasiholan. Aku senang melihat cara John tersenyum ketika dia menggodaku. Meski aku dan John sudah hampir menikah, aku dan dia tak pernah melakukan hal itu, sex before marriage. Entahlah, aku tak pernah meminta, demikian dengan John. Lagipula, aku sendiri masih ragu dengan hubunganku dengannya. Pernikahan seperti sebuah momok menakutkan yang seolah bisa membunuhku kapan saja, itu sangat kurasakan membesar dari hari ke hari, aku tak belum siap dengan namanya sebuah komitmen seumur hidup! Padahal usiaku sudah menginjak kepala tiga, lewat sedikit. Tapi aku memiliki alasan di balik semua ketidaksiapanku.
*
Ruang tunggu rumah sakit masih saja dipadati pengunjung yang ingin segera mengetahui beban yang berada di dalam tubuh mereka, apakah berbahaya atau tidak, sama halnya dengan diriku, yang masih harus menunggu sekitar lima belas menit lagi.
Bau rumah sakit yang tak pernah ramah terhadap indera penciumanku membuatku sedikit merasa risih, ingin rasanya kedua kakiku melangkah pergi tanpa harus berkonsultasi lebih jauh mengenai apa yang sekarang ini bersarang pada tubuhku.
Tiba-tiba saja handphoneku berbunyi, notifikasi pesan dari BBM muncul di layar teratas handphone milikku. Sebuah pesan dari seseorang yang kukenal, Andre.
'Hey, where are you now, Dear?'
'At the hospital, ada apa, Ndre?'
'Well, see you soon in few hours.'
'I'll wait for your coming.'
Hanya itu beberapa pesan singkat yang dikirimkannya. Aku belum pernah melihat secara langsung wajah lelaki bernama Andre, seorang penulis jenius dan pintar yang selalu dipuji oleh para senior-senior di group. Aku tak ambil pusing, aku hanya ingin melihat seperti apa sosoknya, apa betul dia benar-benar seorang manusia? Leave it, aku hanya bercanda, sudah pasti dia manusia.
Kenapa dokter yang biasa menanganiku begitu lama sih, sebenarnya pasien dengan penyakit seperti seperti apa yang sedang ditanganinya sekarang, sudah lebih 15 menit dari yang seharusnya. Tak henti-hentinya aku menatap jarum jam yang bergerak semakin lambat di pergelangan tanganku. Tuhan, aku masih ada janji lain sehabis ini, apakah aku masih harus berlama-lama duduk di ruang tunggu, meski ruangan ini memakai AC tapi bukan berarti aku merasa kerasan jika harus berlama-lama berada di dalamnya. I admit that, I need a treatment, tapi mengapa begini lama? Hal yang paling tak kusukai adalah; menunggu.
Satu per satu pasien yang semula ada bersamaku di ruang tunggu yang sama mulai berkurang, hingga pada akhirnya menyisakan aku duduk menahan jengkel dengan gadget berada di tangan-aku bermain game menghilangkan rasa jenuh.
"Samantha Lee!" sebuah suara cukup lantang memanggil nama lengkapku, membuatku langsung berdiri, meraih tas tangan yang kuletakkan di bangku kosong tepat di sampingku. Aku benar-benar sudah jenuh.
*
"Jadi?" kedua mataku menatap Dokter Yansen, dokter muda yang berparas tampan, dengan tubuh gagah, berkulit putih, wajahnya yang oriental, tak pernah sebelumnya terbayang olehku ada dokter bedah setampan dirinya, dia berdiri di hadapanku setelah memeriksa tensi darah.
"Sam, kau yakin masih sanggup menahannya?" tanyanya dengan suara khas; berat dan serak-serak basah, namun terdengar seksi di telingaku, sekilas seperti suara Ed Sheeran-lupakan saja, aku sedikit ngawur.
"Dok, tak perlu basa basi, nanti akan basi betulan, cukup katakan saja berapa lama lagi? Aku tahu apa yang aku hadapi sekarang," jawabku agak ketus, pria tampan di hadapanku hanya tersenyum semringah, memerlihatkan deretan gigi putih bak mutiara yang berbaris sedemikian rapi, sembari memegang amplop berisi hasil lab yang seharusnya dibacakan secepatnya. Sial memang, membuatku tak fokus!
"Samantha, yang satu itu dapat membuat-"
"Cukup Dok, apapun itu, aku yang merasakannya, aku yang menanggungnya, aku belum siap untuk operasi."
"Tunggu dulu, jangan main memotong kalimatku begitu saja, meski kautahu apa yang akan kukatakan. Kau masih sanggup menahan rasa sakit untuk yang satu ini? Kau masih mampu bergelut dengan rasa nyeri yang membuatmu berada di neraka? Aku benar-benar tak mengerti jalan pikiranmu, apa yang kau mau sebenarnya?"
"Yang aku mau? Jika bisa ... aku tak ingin diapa-apakan sama sekali. Aku sudah tak punya kehidupan, itu adalah jawaban di luar akal sehatku, Dokter. Cukup jawab saja sekarang, jika aku menolak dioperasi, berapa lama aku bisa bertahan?"
"Aku tidak bisa memastikannya, penyakitmu dapat membuatmu kehilangan kesadaran sewaktu-waktu, kau tahu penyakitmu sangat berbahaya, kenapa kau mau menyiksa dirimu? Apa kau kira, kau hanya cukup dengan penahan rasa sakit yang disuntikkan ke tubuhmu setiap saat? Kau tak ingin memperpanjang waktumu?"
"Dokter, hidup ini adalah milikku, meski aku hanya meminjam tubuh ini, ada saatnya aku harus mengembalikan kepada pemilik yang sah. Aku tak peduli berapa lama lagi aku sanggup bertahan, aku sudah benar-benar lelah dengan semuanya. Aku tak peduli dengan sekitarku, aku juga tak peduli berapa lama lagi aku hidup. Jangan pernah dokter memintaku untuk melakukan ini atau itu, aku kehilangan segalanya, masa lalu telah membuatku seperti ini, tak ada lagi yang bisa kuharapkan, apa yang harus kulakukan?"
Dokter Yansen menatapku, tatapannya seperti menatap orang gila yang sedang frustasi, ya, ya silakan dia beranggapan bahwa aku ini orang gila, aku benar-benar tak peduli apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Dia menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan berat, seolah sedang menahan beban yang teramat sangat. "Semua terserah padamu, aku sebagai doktermu hanya berusaha melakukan yang terbaik untukmu."
"Aku berterima kasih, sekarang sebutkan saja berapa lama aku bisa bertahan?"
"Kau-"
Content Warning 21++ Kedua lutut Grace terasa lemas, dia pun jatuh berlutut. Tak pernah disangka, dia akan dipermalukan seperti saat ini, tak ada lagi kata-kata konyol, makian, atau ketololan yang biasa Grace lakukan terhadap Edward. Edward berlutut di belakang Grace, kedua tangannya memegang bahu Grace, “Berbaliklah, lihat aku,” ujar Edward, nada suaranya melemah. Grace berbalik, kedua matanya benar-benar sudah merah. Entah mengapa kondisi saat itu berbeda dengan pertama kali dia bertemu Edward, tak ada perasaan malu atau terhina seperti yang dirasakannya sekarang. "Kau sudah puas?” Edward tak banyak bicara, menarik tubuh Grace ke dalam dekapannya, "Maafkan aku, maaf ... kumohon.” "Kenapa?” "Sssht ... diamlah, biarkan aku memelukmu, bukan seperti ini yang kuinginkan, kenapa kau selalu membuatku kesal dengan semua tingkah lakumu?!” "Kau tak menginginkannya, Ed?” "Apa maksudmu?” Edward memejamkan kedua matanya, menarik kepala dan mencium kening Grace. "Tidak, bukan ini yang aku mau, aku terbawa emosi. Grace, entah kenapa setiap aku melihat Kevin menyentuhmu, dadaku terasa sesak, dan kau membuatnya semakin parah. Aku tak mengerti perasaan apa ini.”
Warning Content 21++ Dominic mengejar wanita yang mirip Stella, di bawah hujan dia pun berlutut dan memanggil nama Stella. "Stella Wilson! Apa yang harus kulakukan untuk menebus segala kesalahan yang telah kuperbuat di masa lalu?" Meski Dominic berlutut dan mengatakan penyesalannya, tetapi hatinya yang telah membeku karena perbuatan Dominic tiga tahun lalu, membuat segalanya seakan tertutup oleh kabut gelap. Stella, dengan nada dingin berkata, "Jika dengan kematianmu bisa menebus segalanya, lebih baik kau mati saja!"
Setelah ratusan tahun lamanya terpisah dari James—kekasihnya—mereka bertemu kembali dengan keadaan yang berbeda. Liana berkata dia tak lagi mencintainya. Dia mencintai manusia! Padahal dulu, Liana yang meminta James untuk selalu bersamanya. Tapi ... kini dia tak menginginkannya lagi? "Jadi kau tak menginginkanku lagi? Jika kau tak menginginkanku, untuk apa kau memberikan darahmu padaku!" seru James sinis. Liana berjalan mendekati James, kemudian bibirnya mendekati telinga James dan berbisik dengan suara seksi, membuat darah James mendidih, "Setiap kali kau marah, entah kenapa aku merasa aku jika kau masih ingin bercumbu denganku, begitu kan, James?" Cover by : Lupenaa
Warning Content 21++ Entah siapa yang harus sangat dibencinya. Mama atau papanya? Tak ada yang bisa disalahkan oleh Chris. Mamanya yang lebih dulu berselingkuh dengan kaki tangan papanya, di saat bisnis milik papanya semakin menanjak. Tapi setidaknya Howard tak menceraikan istrinya. Saat itu Howard sempat berkata jika Jane bisa melakukan hal seperti itu padanya, dia akan tetap bertahan tapi dia akan memberitahunya seperti apa rasa sakit dikhianati dengan memberinya 100x lipat pelajaran dari apa yang dia perbuat sebelumnya. Howard melakukannya, meski dia tahu dia membutuhkan Jane di sisinya, tapi membuat Jane bertahan untuk menikmati rasa sakit itu. “ "Chris,”panggil Jane sebelum puteranya benar-benar lenyap dari pandangan. “ "He-em?” "Menikahlah.” "Aku akan menikah jika aku sudah menghancurkan setengah dari populasi wanita di dunia," jawab Chris santai, kemudian melenggang masuk ke dalam mobil.
Amora Nouline selalu dibanding-bandingkan oleh sang ibu dengan kakak perempuannya sendiri bernama Alana Nouline! Dalam hal apapun Alana selalu unggul dari Amora, membuat sang Ibu lebih menyayangi Alana dibandingkan dengan Amora. Ketika dihadapkan dengan posisi sang ayah yang sakit parah dan memerlukan biaya rumah sakit yang tidak sedikit, Ibu dan kakak Amora sepakat untuk membujuk agar Amora menjual dirinya demi pengobatan sang ayah. Dengan hati teriris perih, terpaksa dan penuh ketakutan, Amora akhirnya menuruti keinginan ibu dan kakaknya demi kesembuhan sang ayah! Sialnya, malam itu laki-laki yang membeli Amora adalah seorang mafia dingin yang meskipun wajahnya teramat tampan namun wajah itu terlihat sangat menakutkan dimata Amora.
Warning! Explicit mature content included Mergokin pacar tidur sama teman sekampus, diusir dari kos, kucing kesayangan dilempar keluar rumah, ditambah hujan deras yang sedang mengguyur kota Pahlawan. Sungguh perpaduan sempurna untuk melatih kesehatan mental! Padahal semua ini hanya karena telat bayar kos sehari aja, malah dia ditendang dari rumah yang sudah diamanahkan untuk ia rawat oleh mendiang pemilik rumah. Ujian berat inilah yang sedang melanda hidup Mariska. Seolah Ujian Akhir Semester tak cukup membuatnya berdebar-debar karena harus pandai mengatur jadwal kuliah di sela kesibukannya bekerja. Namun, kata orang badai selalu datang bersama pelangi. Di tengah sadisnya ujian hidup yang harus Mariska hadapi ternyata takdir malah membawanya menuju tempat kos baru yang lebih modern, bersih, dengan harga sewa murah. Belum lagi jantungnya ikut dibuat berdebar kencang saat tahu pemilik kos ternyata pria muda, lajang, dan rrrr- hottie. Plus satu lagi yang bikin lebih jantungan, saat si Om kos malah ngotot ngajakin Mariska nikah detik ini juga. Kok bisa?! Apa alasannya? Ingin menghindar, tapi tak punya pilihan. Belum lagi saat keduanya semakin dekat malah Mariska jadi lebih sering mendapatan mimpi yang terasa seperti Deja Vu. Tanpa sadar memori gadis ini dipaksa kembali ke masa lalu di mana sebuah tragedi mengerikan menimpa keluarganya. Sanggupkah Mariska bertahan menjadi salah satu penghuni kos yang diisi oleh sekumpulan manusia nyentrik dengan beragam profesi tak terduga? "Mungkin ini cara Tuhan untuk mengajariku agar tak mudah menyerah." Ares tak menyangka bahwa dia akan bertemu kembali dengan cinta pertamanya melalui jalan takdir paling manis meskipun terasa tragis bagi keduanya. Lalu bagaimana dengan Mariska? Kapan ia sadar bahwa Ares adalah cinta pertamanya saat masih bocah dulu? Kisah seru mereka hanya bisa dibaca di Om Kos!
Siska teramat kesal dengan suaminya yang begitu penakut pada Alex, sang preman kampung yang pada akhirnya menjadi dia sebagai bulan-bulannya. Namun ketika Siska berusaha melindungi suaminya, dia justru menjadi santapan brutal Alex yang sama sekali tidak pernah menghargainya sebagai wanita. Lantas apa yang pada akhirnya membuat Siska begitu kecanduan oleh Alex dan beberapa preman kampung lainnya yang sangat ganas dan buas? Mohon Bijak dalam memutuskan bacaan. Cerita ini kgusus dewasa dan hanya orang-orang berpikiran dewasa yang akan mampu mengambil manfaat dan hikmah yang terkandung di dalamnya
Setelah malam yang penuh gairah, Viona meninggalkan sejumlah uang dan ingin pergi, tetapi ditahan oleh sang pria. "Bukankah giliranmu untuk membuatku bahagia?" Viona, selalu menyamar sebagai wanita jelek, tidur dengan om tunangannya, Daniel, untuk melarikan diri dari pertunangannya dengan tunangannya yang tidak setia. Daniel adalah sosok yang paling dihormati dan dikagumi di kota. Kabar tentang petualangan romantisnya beredar, beberapa mengatakan mereka melihatnya mencium seorang wanita di dinding dan yang lain menyebutnya gosip. Siapa yang bisa menjinakkan hati Daniel? Kemudian, yang mengejutkan, Daniel ketahuan membungkuk untuk membantu Viona mengenakan sepatu, semata-mata demi mendapatkan ciuman darinya!
Terjebak hanya karena sebuah permainan Truth Or Dare rupanya membawa Thea menemukan kenikmatan dalam hubungan ranjang hangat yang panas dan basah. "Sorry, sir. Just a minute, and let me kiss your lips!" Satu ciuman itu berubah menjadi lumatan ganas yang panas. Alvaro rupanya tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia membawa Thea untuk masuk ke dalam lingkaran rantai emasnya, merantainya di dalam kenikmatan cinta dan juga hubungan BDSM. "Spare your legs! I wanna cum!" Seketika Thea masuk ke dalam dunia Alvaro yang bukan hanya sebatas pemuas napsu, melainkan istri pura-pura Al. Lantas bagaimana jika hubungan mereka yang hanya pura-pura menumbuhkan rasa cinta yang lebih besar?
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...