Content Warning 21++ Kedua lutut Grace terasa lemas, dia pun jatuh berlutut. Tak pernah disangka, dia akan dipermalukan seperti saat ini, tak ada lagi kata-kata konyol, makian, atau ketololan yang biasa Grace lakukan terhadap Edward. Edward berlutut di belakang Grace, kedua tangannya memegang bahu Grace, "Berbaliklah, lihat aku," ujar Edward, nada suaranya melemah. Grace berbalik, kedua matanya benar-benar sudah merah. Entah mengapa kondisi saat itu berbeda dengan pertama kali dia bertemu Edward, tak ada perasaan malu atau terhina seperti yang dirasakannya sekarang. "Kau sudah puas?" Edward tak banyak bicara, menarik tubuh Grace ke dalam dekapannya, "Maafkan aku, maaf ... kumohon." "Kenapa?" "Sssht ... diamlah, biarkan aku memelukmu, bukan seperti ini yang kuinginkan, kenapa kau selalu membuatku kesal dengan semua tingkah lakumu?!" "Kau tak menginginkannya, Ed?" "Apa maksudmu?" Edward memejamkan kedua matanya, menarik kepala dan mencium kening Grace. "Tidak, bukan ini yang aku mau, aku terbawa emosi. Grace, entah kenapa setiap aku melihat Kevin menyentuhmu, dadaku terasa sesak, dan kau membuatnya semakin parah. Aku tak mengerti perasaan apa ini."
Avery Street, Detroit, 21st January 2019
Grace masih belum mendapatkan bus yang akan membawanya ke tempat kerja, tangannya dimasukkan ke dalam saku mantel tebal, bibirnya membentuk bulatan, kepulan asap mengepul dari bibir. Musim dingin masih belum berakhir, dan dia sadar, keuangannya mulai menipis, bahan makanan pun berkurang, sedangkan kedua orang tua Grace tidak memiliki pekerjaan tetap.
"Grace!"
Mendengar namanya dipanggil, Grace menoleh.
Seorang gadis berlari-lari kecil menghampirinya, dia itu Natalie, sahabat dari kecil Grace. Sama-sama orang susah yang tinggal di tempat kumuh, tak jauh dari sebuah klub malam di mana para pelacur-pelacur mengais rejeki tiap malamnya
"Aha, kukira kau sudah berangkat lebih dulu." Grace menyambut tepukan tangan Natalie. Toss.
"Sepertinya ... aku akan berhenti bekerja di toko kue, aku ingin melamar bekerja di sebuah coffee shop, mereka bilang gajinya lebih besar dari toko kue itu. Bagaimana menurutmu, G?"
'G' itu adalah panggilan kesayangan Natalie pada Grace.
Sebetulnya Natalie sedang berbohong, dia bukannya ingin melamar kerja di sebuah coffee shop, melainkan ada seorang lelaki tua yang ingin menjadikannya seorang simpanan dengan syarat Natalie harus mampu melayani syahwatnya.
Laki-laki tua itu bersedia membelikannya sebuah apartemen dan mobil mewah, karena menurut lelaki itu, istrinya sudah tak sanggup melayaninya lagi, sudah renta, sakit-sakitan, bahkan tak mampu lagi melakukan gaya 'seminary.'
Kalian bisa membayangkan pasangan kakek dan nenek yang sudah uzur melakukan gaya seperti itu, bahkan sutradara film dewasa pun tak sudi melirik, ah ... memang laki-laki, mau sudah tua pun kadang tak tahu diri. Itulah laki-laki, sekali lagi dikatakan, itulah laki-laki!
Grace lalu melirik curiga ke arah Natalie, "Betul? Aku merasa, kau sedang berbohong padaku?" ujar Grace.
"Wah, buat apa aku berbohong," jawab Natalie sembari meninju kecil lengan Grace. Padahal dia memang berbohong.
"Sudahlah, itu bis kita, ayo," ajak Grace lalu menarik tangan Natalie.
Sedangkan di tempat lain, di malam yang sama, sekelompok pemuda dari kalangan elite di Detroit, seperti tak memiliki tujuan. Mereka merasa kehidupan mereka selama ini sangat monoton.
Sebuah mobil Rolls Royce berwarna hitam berhenti tepat di depan klub malam, menjadi tontonan kekaguman beberapa orang yang berada di luar klub.
Tak perlu pusing mencari tempat hiburan malam, dengan wanita-wanita yang senang bersedekah melalui pakaian mereka yang apa adanya tanpa diberi bahan tambahan. Ditambah lagi, Detroit bukanlah sebuah kota yang susah untuk mendapatkan hiburan-hiburan seperti itu. Tempat prostitusi, perjudian, dan hiburan haram lainnya tersedia dengan baik di sana.
Semua mata tertuju pada seorang pemuda tampan yang bergerak keluar, dengan sigap membuka pintu di sebelah kanan, memersilakan Edward untuk turun. "Silakan turun, Tuan Muda," ujar pemuda bernama Vanes bergaya ala-ala supir, meski sama sekali tak cocok menjadi supir dengan rambut panjang berwarna coklat tembaga sebahu, tubuh tinggi, kulit putih, dan bibirnya merupakan bagian paling seksi, membuatnya lebih cocok menjadi gundik simpanan tante-tante, ya, dia tampan, seisi mobil itu semuanya tampan.
Edward, Vanes, Mark, dan Kevin. Siapa yang tak mengenal keempat pemuda tampan dan rupawan itu?
Ketampanan mereka bahkan bisa membuat otakmu berfantasi liar semaunya dengan melihat sosok, dan wajah mereka.
Sumpah, keempat pemuda itu benar-benar bisa membuatmu memelas untuk ditiduri tanpa bayaran sekalipun. Mereka seksi, sangat seksi. Apalagi Edward.
Edward, pemuda berusia 28 tahun itu, merupakan anak dari salah satu pemilik perusahaan software terbesar di dunia. Memiliki 50 hotel mewah berbintang lima yang tersebar di 20 negara, lalu 25 restoran besar dan terkenal, memilki 10 mall besar yang selalu ramai pengunjung, dan masih banyak kekayaan yang tak mungkin dijabarkan satu per satu. Tak ada yang tak kenal dengan keluarga Madison.
Dengan malas, Edward pun turun. "Ya, Terima kasih, tapi jangan berharap aku akan menggajimu hanya karena telah membukakan pintu untukku," ujarnya.
Setelah Edward turun, di belakangnya dua orang lagi menyusul; Mark dan Kevin.
Saat keempat pemuda itu berjalan beriringan, wanita-wanita muda bahkan nenek-nenek yang melintas di jalan sampai menelan ludah. Bagaimana tidak? Empat mahakarya yang nyaris sempurna, tubuh mereka yang tinggi, tegap, berdada bidang, dibalut kemeja dan jas hitam rancangan desainer terkenal-Armani-membuat mereka tampak seperti pangeran tanpa kuda yang tersasar di tengah kota.
Mark sendiri tak kalah kayanya, dia adalah anak seorang pemilik universitas ternama di Detroit, dan pemilik sebuah brand terkenal yang memproduksi berlian-berlian berkualitas yang di ekspor ke luar negeri.
"Aku ingin membeli kue di sana," ujar Edward seraya menunjuk ke seberang jalan.
"Hah, kau mau membeli kue? Untuk siapa?" tanya Mark. Mark, seorang playboy kelas kakap, dengan tatapannya dia bisa memikat perempuan manapun untuk dibawanya berleha-leha di atas ranjang, tanpa terkecuali.
Edward melirik Mark dan menaikkan satu alisnya, wajahnya terlihat datar. "Buat siapa? Aku yang membeli berarti buat kumakan. Kau pikir, aku membeli kue untuk gadis-gadis malam yang selalu menggelayut manja di tubuhmu?" sindir Edward.
Sayangnya, kuping Mark sudah tebal dengan kalimat-kalimat sarkasme dari Edward, sahabat masa kecilnya itu. Dia tahu betul watak Edward, lelaki tampan, yang selalu dingin pada siapa pun. Sekalipun ada perempuan telanjang di hadapannya, Mark sangat yakin, Edward tak akan menyentuh sedikit pun. Keperawanan pun dijamin aman, tetap tersegel.
Mark bersiul kepada seorang gadis berambut merah yang melintas di sampingnya, "You're so sexy, Babe," godanya dan tanpa sungkan meremas gemas bokong tipis milik gadis itu. Anehnya, gadis itu hanya tersenyum, sedikit pun tak marah, malah melemparkan ciuman di udara. Sinting!
"Kurasa sebentar lagi kau akan terkena penyakit kelamin, dengan kelakuanmu yang seperti itu," ujar Edward. "Gadis tadi sama sekali tak ada menarik-nariknya, bokong tipis, dada mungkin hanya seukuran 34A, wajah standar, apa yang membuatmu melihatnya sebagai seorang yang seksi?"
"Kau memang aneh, gadis tadi cantik, kau tahu Naomi Lewis?"
"Siapa dia, apakah dia salah satu pelacur yang kau temui di jalan, kemudian berpura-pura sakit lalu ikut denganmu ke rumah dan-"
"Sshtt ... kau benar-benar norak," balas Mark.
"Lalu?"
"Ehem." Kevin berdehem, semua mata tertuju padanya, "Naomi Lewis, artis situs porno."
Edward melihat Kevin dengan pandangan jijik. Sejak kapan sahabatnya yang terkenal pendiam, yang hanya sibuk menekan-nekan tuts piano, tiba-tiba bisa menyebut salah satu artis porno dengan lancar.
"Kau berlangganan di sana?" tanya Edward datar.
"Tidak, apakah ada yang salah? Dadanya bagus, itu saja, aku tidak-"
"Hey, hey, diam-diam kau nakal juga, Kev." Mark menyolek pinggang Kevin, dan menjawil hidung mancung Kevin.
Keempatnya tiba di depan toko kue. Mereka berempat masuk ke dalam, di sana ada Grace dan Natalie yang sedang sibuk membersihkan rak-rak display.
Lagi-lagi mata nakal Mark memang tak bisa melihat barang bagus, dia sibuk memerhatikan Grace dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kaos polo putih ketat yang melekat di tubuh Grace menunjukkan dengan sangat jelas lekuk tubuh bagian atasnya, padat, berisi.
"Hai, selamat datang, ada yang bisa kubantu?" tanya Grace seraya mendekati keempatnya.
Tatapan Mark masih tertuju pada bagian dada Grace, dan Grace menyadarinya. Seorang pemuda tampan berpenampilan necis, memperhatikan dengan seksama bagian dada tanpa berkedip, pasti pemuda ini nakal.
"Hey. Apa yang kau lihat?" tanya Grace lagi.
"Eh, apa kau punya kue susu?" jawab Mark, ya kue 'susu' sambil melirik jenaka ke arah dada.
Edward maju ke arah Grace, kemudian menarik tangan Grace mengajaknya menjauhi Mark.
"Aku ingin membeli kue tiramisu yang ada di showcase, tolong bungkuskan empat buah," ujar Edward, masih tak menyadari jika tangannya masih menggenggam tangan Grace.
"Hm, bisa lepaskan tanganku lebih dulu?" tunjuk Grace ke arah tangannya yang masih dengan erat dalam genggaman Edward.
Ups, wajah Edward seketika memerah menahan malu, Grace tertawa terbahak-bahak lalu berlalu dari hadapan Edward, dan menyiapkan pesanan miliknya.
**
Sepulang kerja Grace melewati lokasi di mana sebuah klub malam yang cukup besar berdiri tak jauh dari tempat tinggalnya. Setiap dia melewati lokasi itu, seketika dia akan menghentikan langkahnya sejenak. Dia terpesona dengan kecantikan para perempuan-perempuan penghibur yang bekerja di sana. Perempuan-perempuan itu terlihat cantik di mata Grace. Mereka terkadang melintas di depan Grace, dan wangi parfum mahal selalu mengusik penciumannya.
Entah uang darimana, pikir Grace saat itu. Sepertinya pekerjaan yang mereka lakukan bisa menghasilkan uang banyak, membeli barang-barang mewah dan selalu berganti-ganti mobil tiap malamnya.
"Apakah mereka masih membutuhkan pekerja di sana, aku ingin sekali bekerja di klub itu."
========================================================
Untuk para pembaca setia, kalian bisa membuka bab berbayar jauh lebih murah dari sebelumnya, karena sudah ada pembaruan jumlah koin untuk membuka kunci. Semoga bisa menikmati novel ini sampai akhir :)
Jangan lupa untuk terus mengikuti novel ini sampai akhir karena pada akhir Februari akan ada giveaway bagi satu pembaca yang beruntung yang mengirimi gems terbanyak. Pemenang akan diumumkan di fb penulis. Silakan mengadd dengan nama pena yang sama :)
Avery Street, Detroit, 21st January 2019
Grace masih belum mendapatkan bus yang akan membawanya ke tempat kerja, tangannya dimasukkan ke dalam saku mantel tebal, bibirnya membentuk bulatan, kepulan asap mengepul dari bibir. Musim dingin masih belum berakhir, dan dia sadar, keuangannya mulai menipis, bahan makanan pun berkurang, sedangkan kedua orang tua Grace tidak memiliki pekerjaan tetap.
"Grace!"
Mendengar namanya dipanggil, Grace menoleh.
Seorang gadis berlari-lari kecil menghampirinya, dia itu Natalie, sahabat dari kecil Grace. Sama-sama orang susah yang tinggal di tempat kumuh, tak jauh dari sebuah klub malam di mana para pelacur-pelacur mengais rejeki tiap malamnya
"Aha, kukira kau sudah berangkat lebih dulu." Grace menyambut tepukan tangan Natalie. Toss.
"Sepertinya ... aku akan berhenti bekerja di toko kue, aku ingin melamar bekerja di sebuah coffee shop, mereka bilang gajinya lebih besar dari toko kue itu. Bagaimana menurutmu, G?"
'G' itu adalah panggilan kesayangan Natalie pada Grace.
Sebetulnya Natalie sedang berbohong, dia bukannya ingin melamar kerja di sebuah coffee shop, melainkan ada seorang lelaki tua yang ingin menjadikannya seorang simpanan dengan syarat Natalie harus mampu melayani syahwatnya.
Laki-laki tua itu bersedia membelikannya sebuah apartemen dan mobil mewah, karena menurut lelaki itu, istrinya sudah tak sanggup melayaninya lagi, sudah renta, sakit-sakitan, bahkan tak mampu lagi melakukan gaya 'seminary.'
Kalian bisa membayangkan pasangan kakek dan nenek yang sudah uzur melakukan gaya seperti itu, bahkan sutradara film dewasa pun tak sudi melirik, ah ... memang laki-laki, mau sudah tua pun kadang tak tahu diri. Itulah laki-laki, sekali lagi dikatakan, itulah laki-laki!
Grace lalu melirik curiga ke arah Natalie, "Betul? Aku merasa, kau sedang berbohong padaku?" ujar Grace.
"Wah, buat apa aku berbohong," jawab Natalie sembari meninju kecil lengan Grace. Padahal dia memang berbohong.
"Sudahlah, itu bis kita, ayo," ajak Grace lalu menarik tangan Natalie.
Sedangkan di tempat lain, di malam yang sama, sekelompok pemuda dari kalangan elite di Detroit, seperti tak memiliki tujuan. Mereka merasa kehidupan mereka selama ini sangat monoton.
Sebuah mobil Rolls Royce berwarna hitam berhenti tepat di depan klub malam, menjadi tontonan kekaguman beberapa orang yang berada di luar klub.
Tak perlu pusing mencari tempat hiburan malam, dengan wanita-wanita yang senang bersedekah melalui pakaian mereka yang apa adanya tanpa diberi bahan tambahan. Ditambah lagi, Detroit bukanlah sebuah kota yang susah untuk mendapatkan hiburan-hiburan seperti itu. Tempat prostitusi, perjudian, dan hiburan haram lainnya tersedia dengan baik di sana.
Semua mata tertuju pada seorang pemuda tampan yang bergerak keluar, dengan sigap membuka pintu di sebelah kanan, memersilakan Edward untuk turun. "Silakan turun, Tuan Muda," ujar pemuda bernama Vanes bergaya ala-ala supir, meski sama sekali tak cocok menjadi supir dengan rambut panjang berwarna coklat tembaga sebahu, tubuh tinggi, kulit putih, dan bibirnya merupakan bagian paling seksi, membuatnya lebih cocok menjadi gundik simpanan tante-tante, ya, dia tampan, seisi mobil itu semuanya tampan.
Edward, Vanes, Mark, dan Kevin. Siapa yang tak mengenal keempat pemuda tampan dan rupawan itu?
Ketampanan mereka bahkan bisa membuat otakmu berfantasi liar semaunya dengan melihat sosok, dan wajah mereka.
Sumpah, keempat pemuda itu benar-benar bisa membuatmu memelas untuk ditiduri tanpa bayaran sekalipun. Mereka seksi, sangat seksi. Apalagi Edward.
Edward, pemuda berusia 28 tahun itu, merupakan anak dari salah satu pemilik perusahaan software terbesar di dunia. Memiliki 50 hotel mewah berbintang lima yang tersebar di 20 negara, lalu 25 restoran besar dan terkenal, memilki 10 mall besar yang selalu ramai pengunjung, dan masih banyak kekayaan yang tak mungkin dijabarkan satu per satu. Tak ada yang tak kenal dengan keluarga Madison.
Dengan malas, Edward pun turun. "Ya, Terima kasih, tapi jangan berharap aku akan menggajimu hanya karena telah membukakan pintu untukku," ujarnya.
Setelah Edward turun, di belakangnya dua orang lagi menyusul; Mark dan Kevin.
Saat keempat pemuda itu berjalan beriringan, wanita-wanita muda bahkan nenek-nenek yang melintas di jalan sampai menelan ludah. Bagaimana tidak? Empat mahakarya yang nyaris sempurna, tubuh mereka yang tinggi, tegap, berdada bidang, dibalut kemeja dan jas hitam rancangan desainer terkenal-Armani-membuat mereka tampak seperti pangeran tanpa kuda yang tersasar di tengah kota.
Mark sendiri tak kalah kayanya, dia adalah anak seorang pemilik universitas ternama di Detroit, dan pemilik sebuah brand terkenal yang memproduksi berlian-berlian berkualitas yang di ekspor ke luar negeri.
"Aku ingin membeli kue di sana," ujar Edward seraya menunjuk ke seberang jalan.
"Hah, kau mau membeli kue? Untuk siapa?" tanya Mark. Mark, seorang playboy kelas kakap, dengan tatapannya dia bisa memikat perempuan manapun untuk dibawanya berleha-leha di atas ranjang, tanpa terkecuali.
Edward melirik Mark dan menaikkan satu alisnya, wajahnya terlihat datar. "Buat siapa? Aku yang membeli berarti buat kumakan. Kau pikir, aku membeli kue untuk gadis-gadis malam yang selalu menggelayut manja di tubuhmu?" sindir Edward.
Sayangnya, kuping Mark sudah tebal dengan kalimat-kalimat sarkasme dari Edward, sahabat masa kecilnya itu. Dia tahu betul watak Edward, lelaki tampan, yang selalu dingin pada siapa pun. Sekalipun ada perempuan telanjang di hadapannya, Mark sangat yakin, Edward tak akan menyentuh sedikit pun. Keperawanan pun dijamin aman, tetap tersegel.
Mark bersiul kepada seorang gadis berambut merah yang melintas di sampingnya, "You're so sexy, Babe," godanya dan tanpa sungkan meremas gemas bokong tipis milik gadis itu. Anehnya, gadis itu hanya tersenyum, sedikit pun tak marah, malah melemparkan ciuman di udara. Sinting!
"Kurasa sebentar lagi kau akan terkena penyakit kelamin, dengan kelakuanmu yang seperti itu," ujar Edward. "Gadis tadi sama sekali tak ada menarik-nariknya, bokong tipis, dada mungkin hanya seukuran 34A, wajah standar, apa yang membuatmu melihatnya sebagai seorang yang seksi?"
"Kau memang aneh, gadis tadi cantik, kau tahu Naomi Lewis?"
"Siapa dia, apakah dia salah satu pelacur yang kau temui di jalan, kemudian berpura-pura sakit lalu ikut denganmu ke rumah dan-"
"Sshtt ... kau benar-benar norak," balas Mark.
"Lalu?"
"Ehem." Kevin berdehem, semua mata tertuju padanya, "Naomi Lewis, artis situs porno."
Edward melihat Kevin dengan pandangan jijik. Sejak kapan sahabatnya yang terkenal pendiam, yang hanya sibuk menekan-nekan tuts piano, tiba-tiba bisa menyebut salah satu artis porno dengan lancar.
"Kau berlangganan di sana?" tanya Edward datar.
"Tidak, apakah ada yang salah? Dadanya bagus, itu saja, aku tidak-"
"Hey, hey, diam-diam kau nakal juga, Kev." Mark menyolek pinggang Kevin, dan menjawil hidung mancung Kevin.
Keempatnya tiba di depan toko kue. Mereka berempat masuk ke dalam, di sana ada Grace dan Natalie yang sedang sibuk membersihkan rak-rak display.
Lagi-lagi mata nakal Mark memang tak bisa melihat barang bagus, dia sibuk memerhatikan Grace dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kaos polo putih ketat yang melekat di tubuh Grace menunjukkan dengan sangat jelas lekuk tubuh bagian atasnya, padat, berisi.
"Hai, selamat datang, ada yang bisa kubantu?" tanya Grace seraya mendekati keempatnya.
Tatapan Mark masih tertuju pada bagian dada Grace, dan Grace menyadarinya. Seorang pemuda tampan berpenampilan necis, memperhatikan dengan seksama bagian dada tanpa berkedip, pasti pemuda ini nakal.
"Hey. Apa yang kau lihat?" tanya Grace lagi.
"Eh, apa kau punya kue susu?" jawab Mark, ya kue 'susu' sambil melirik jenaka ke arah dada.
Edward maju ke arah Grace, kemudian menarik tangan Grace mengajaknya menjauhi Mark.
"Aku ingin membeli kue tiramisu yang ada di showcase, tolong bungkuskan empat buah," ujar Edward, masih tak menyadari jika tangannya masih menggenggam tangan Grace.
"Hm, bisa lepaskan tanganku lebih dulu?" tunjuk Grace ke arah tangannya yang masih dengan erat dalam genggaman Edward.
Ups, wajah Edward seketika memerah menahan malu, Grace tertawa terbahak-bahak lalu berlalu dari hadapan Edward, dan menyiapkan pesanan miliknya.
**
Sepulang kerja Grace melewati lokasi di mana sebuah klub malam yang cukup besar berdiri tak jauh dari tempat tinggalnya. Setiap dia melewati lokasi itu, seketika dia akan menghentikan langkahnya sejenak. Dia terpesona dengan kecantikan para perempuan-perempuan penghibur yang bekerja di sana. Perempuan-perempuan itu terlihat cantik di mata Grace. Mereka terkadang melintas di depan Grace, dan wangi parfum mahal selalu mengusik penciumannya.
Entah uang darimana, pikir Grace saat itu. Sepertinya pekerjaan yang mereka lakukan bisa menghasilkan uang banyak, membeli barang-barang mewah dan selalu berganti-ganti mobil tiap malamnya.
"Apakah mereka masih membutuhkan pekerja di sana, aku ingin sekali bekerja di klub itu."
========================================================
Untuk para pembaca setia, kalian bisa membuka bab berbayar jauh lebih murah dari sebelumnya, karena sudah ada pembaruan jumlah koin untuk membuka kunci. Semoga bisa menikmati novel ini sampai akhir :)
Jangan lupa untuk terus mengikuti novel ini sampai akhir karena pada akhir Februari akan ada giveaway bagi satu pembaca yang beruntung yang mengirimi gems terbanyak. Pemenang akan diumumkan di fb penulis. Silakan mengadd dengan nama pena yang sama :)
Warning Content 21++ Dominic mengejar wanita yang mirip Stella, di bawah hujan dia pun berlutut dan memanggil nama Stella. "Stella Wilson! Apa yang harus kulakukan untuk menebus segala kesalahan yang telah kuperbuat di masa lalu?" Meski Dominic berlutut dan mengatakan penyesalannya, tetapi hatinya yang telah membeku karena perbuatan Dominic tiga tahun lalu, membuat segalanya seakan tertutup oleh kabut gelap. Stella, dengan nada dingin berkata, "Jika dengan kematianmu bisa menebus segalanya, lebih baik kau mati saja!"
Andre mencintai Samantha dalam diamnya, tetapi masalah mulai bermunculan semenjak hubungan Andre dan tunangannya menuju keretakan. Di saat Andre bimbang dengan perasaannya, muncullah Yansen, dokter yang menangani penyakit Samantha, menaruh hati pada wanita itu, dan berjanji akan bersama Samantha apa pun yang terjadi. Lantas siapa yang akan berlabuh di hati Samantha?
Setelah ratusan tahun lamanya terpisah dari James—kekasihnya—mereka bertemu kembali dengan keadaan yang berbeda. Liana berkata dia tak lagi mencintainya. Dia mencintai manusia! Padahal dulu, Liana yang meminta James untuk selalu bersamanya. Tapi ... kini dia tak menginginkannya lagi? "Jadi kau tak menginginkanku lagi? Jika kau tak menginginkanku, untuk apa kau memberikan darahmu padaku!" seru James sinis. Liana berjalan mendekati James, kemudian bibirnya mendekati telinga James dan berbisik dengan suara seksi, membuat darah James mendidih, "Setiap kali kau marah, entah kenapa aku merasa aku jika kau masih ingin bercumbu denganku, begitu kan, James?" Cover by : Lupenaa
Warning Content 21++ Entah siapa yang harus sangat dibencinya. Mama atau papanya? Tak ada yang bisa disalahkan oleh Chris. Mamanya yang lebih dulu berselingkuh dengan kaki tangan papanya, di saat bisnis milik papanya semakin menanjak. Tapi setidaknya Howard tak menceraikan istrinya. Saat itu Howard sempat berkata jika Jane bisa melakukan hal seperti itu padanya, dia akan tetap bertahan tapi dia akan memberitahunya seperti apa rasa sakit dikhianati dengan memberinya 100x lipat pelajaran dari apa yang dia perbuat sebelumnya. Howard melakukannya, meski dia tahu dia membutuhkan Jane di sisinya, tapi membuat Jane bertahan untuk menikmati rasa sakit itu. “ "Chris,”panggil Jane sebelum puteranya benar-benar lenyap dari pandangan. “ "He-em?” "Menikahlah.” "Aku akan menikah jika aku sudah menghancurkan setengah dari populasi wanita di dunia," jawab Chris santai, kemudian melenggang masuk ke dalam mobil.
Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa 21+ Carmen Adelia Giovanni (26) harus menelan pil pahit setelah memergoki kekasihnya selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Kemudian ia memutuskan untuk pindah ke kota lain untuk menenangkan diri dan mencari pekerjaan lain. Ia melamar pekerjaan di perusahaan Johnson Corporation dan diterima menjadi sekretaris di sana. Alexander Felix Johnson (31) CEO arogan yang kembali ke kota kelahirannya ketika menemukan gadis yang menarik perhatiannya berada di kantor milik keluarganya. Akankah Alexander Felix Johnson berhasil memiliki Adelia Giovanni untuk menjadi kekasih sekaligus istrinya? Dan bagaimana reaksi Adelia ketika mengetahui bahwa Alexander adalah laki-laki yang membawanya malam itu?
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Setelah tiga tahun menikah, Becky akhirnya bercerai dengan suaminya, Rory Arsenio. Pria itu tidak pernah mencintainya. Dia mencintai wanita lain dan wanita itu adalah kakak iparnya, Berline. Suatu hari, sebuah kecelakaan terjadi dan Becky dituduh bertanggung jawab atas keguguran Berline. Seluruh keluarga Arsenio menolak untuk mendengarkan penjelasannya, dan mengutuknya sebagai wanita yang kejam dan jahat hati. Rory bahkan memaksanya untuk membuat pilihan: berlutut di depan Berline untuk meminta maaf, atau menceraikannya. Yang mengejutkan semua orang, Becky memilih yang terakhir. Setelah perceraian itu, Keluarga Arsenio baru mengetahui bahwa wanita yang mereka anggap kejam dan materialistis itu sebenarnya adalah pewaris keluarga super kaya. Rory juga menyadari bahwa mantan istrinya sebenarnya menawan, cantik, dan percaya diri dan dia jatuh cinta padanya. Tapi semuanya sudah terlambat, mantan istrinya tidak mencintainya lagi .... Namun, Rory tidak menyerah dan tetap berusaha memenangkan hati Becky. Apakah Becky akan goyah dan kembali ke sisinya? Atau akankah pria lain masuk ke dalam hatinya?
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?