/0/2807/coverbig.jpg?v=f82309068af82ce7425e81541e119597)
Demi masa depan kariernya, Erin harus menyembunyikan fakta bahwa dia adalah istri dari pemilik perusahaan itu sendiri. Dapatkah rahasia mereka bertahan sampai akhir cerita? Atau justru yang terjadi sebaliknya?
Baru saja menjejaki gedung 57 lantai itu, Erin sudah dihampiri oleh teman-teman sejawatnya. Dia cukup canggung ketika disinggung mengenai pernikahan yang baru dilangsungkan kemarin. Berita memang cepat menyebar.
"Erin! Kau sangat jahat karena tidak mengundang kami!"
"Maafkan aku. Kami sudah sepakat untuk menyelenggarakan pernikahan secara tertutup," ucap Erin, menunjukkan raut penyesalannya.
"Tapi bukankah sangat keterlaluan jika tidak mengundang kami? Apa Kau tidak menganggap kami sebagai temanmu selama ini?"
"Bu-bukan begitu ... aku-"
Percakapan langsung terhenti kala pemilik perusahaan berjalan melewati mereka, menarik diri masing-masing untuk segera memberi hormat. Berbeda dengan Erin yang tidak begitu menundukkan kepala, sempat melirik sebentar ke arah pria yang ditemukan sedang menatapnya dengan tajam.
Sesudah jejak pria berkarisma itu, semua teman-temannya berekspresi tidak berdaya seolah baru saja diberikan santapan luar biasa di pagi hari. Orang yang berhasil meluluhkan hati mereka adalah Hansel Mescach, atasannya sekaligus pria yang telah menikahinya.
***
Erin berhasil mendapatkan kartu aksesnya setelah mencari cukup lama di depan pintu apartemen. Baru akan menggunakannya, seseorang sudah lebih dulu melanjutkan niatnya.
Seketika Erin terpekik, langsung memperhatikan sekeliling yang leganya terbilang aman untuk mereka berinteraksi.
"Kau mengagetkanku, Hans," ucap Erin dengan nada rendah, tidak lagi khawatir.
Sementara Hansel tidak mengatakan apa-apa, berlalu masuk ke apartemen. Sebenarnya, bersandiwara seperti tidak mengenal adalah sesuatu yang begitu melelahkan, baik bagi Hansel mau pun Erin.
Namun, apa yang dapat dilakukan? Erin harus memikirkan nasib pekerjaannya. Dia tidak ingin hidup dengan hanya memanfaatkan apa yang dimiliki Hansel. Terlebih tidak ingin lagi ada perbedaan sikap jika banyak yang tahu kalau dia adalah istri dari pemilik perusahaan itu sendiri.
Lebih baik bagi mereka hanya mengenal sebatas atasan dan bawahan saja agar kehidupannya berjalan dengan normal. Bukan berarti Erin menyesali pernikahan mereka. Dia hanya belum siap dengan status barunya.
Sedangkan Hansel berada dalam suasana hati yang buruk. Dia tidak menatap ke arah Erin, apalagi berbicara. Wajar saja, karena pembahasan semalam telah memicu pertengkaran pertama mereka sebagai sepasang suami istri.
Hansel tidak masalah jika hubungan mereka harus disembunyikan. Dia mengerti posisi dan juga ambisi yang dimiliki Erin. Tetapi jika tidak memiliki anak, bagaimana dia bisa terima?
Erin mengambil kesempatan ketika suaminya mengeringkan rambut. Dia memberanikan diri untuk mengambil alih handuk kecil itu. Keberaniannya semakin bertambah kala Hansel tidak menolaknya.
"Kita baru saja pindah ke apartemen ini dan belum sempat merapikan barang-barang yang ada di sisa kardus lainnya. Aku rasa kita hanya memiliki waktu membongkarnya sepulang bekerja. Mungkin aku akan mencicilnya sedikit demi sedikit selagi Kau beristirahat, karena aku masih punya banyak tenaga lebih."
"Kita akan merapikannya sekarang."
Meskipun suara itu terkesan dingin, tetapi berhasil membuat Erin tersenyum. Ternyata suaminya tidak begitu marah seperti yang dibayangkan karena mau berbicara dengannya.
Alhasil, mereka turun ke lantai bawah untuk membongkar isi kardus dan merapikannya. Di sana suasana kembali canggung dengan tidak adanya percakapan di antara mereka. Sekali lagi membuat Erin dilanda dilema tidak berkesudahan.
"Hans, aku rasa diffuser itu lebih baik diletakkan di kamar kita. Umurnya memang sudah cukup tua, tapi masih bagus dan masih bisa dipakai," ucap Erin, berusaha mencairkan suasana.
Hansel menatap alat pelembab udara yang dipegangnya. Dia yang membelikan karena pada saat itu Erin mengalami masalah sulit tidur. Tidak banyak yang berubah dan dia mengakui kalau Erin memang sangat pandai merawat barang.
"Kau bisa menjualnya secara online, karena kamar kita sudah memiliki diffuser yang lebih bagus daripada ini."
Erin meraih benda yang akan disimpan ke dalam kardus kembali, lalu memeluknya dengan sayang. "Tidak. Aku tidak akan menjualnya. Benda ini sangat berharga karena telah membantu mengatasi permasalahan tidurku. Kau tahu, kalau aku kesulitan tidur karena tinggal seorang diri. Diffuser ini sudah seperti teman baik bagiku."
Erin datang ke kota yang sekarang untuk bersekolah. Kebetulan dia adalah gadis yang begitu semangat menimba ilmu. Dia mendapatkan beasiswa untuk masuk ke salah satu universitas ternama.
Pada waktu itu pula dia bertemu dengan Hansel, pria populer yang tidak disangka akan menjalin hubungan asmara dengannya. Hingga kisah cinta membawa mereka ke jenjang pernikahan.
Erin yang melamunkan masa lalu berubah terkejut ketika sang suami mendesaknya ke belakang, memerangkapnya hingga tidak bisa membuat jarak lagi. Hanya ada diffuser di antara mereka.
"Jangan bergurau, Sakya Erina. Kau tidak butuh benda tua itu lagi sekarang karena sudah ada suamimu yang akan menemani, bahkan membuatmu kelelahan hingga akhirnya terlelap di pelukanku. Bukan hanya itu, Kau juga akan mendapatkan fasilitas kehangatan. Aku adalah obat yang paling mujarab untuk membuatmu tertidur. Lalu, apa lagi yang Kau butuh dari diffuser ini?"
Erin sudah merah seluruh wajahnya. Perkataan tadi terdengar erotis di telinga. Tetapi bukan hal yang baru untuknya mendengar kejujuran Hansel karena mereka sudah mengenal cukup lama.
"Tapi aku tetap tidak ingin menjualnya atau membuangnya. Benda yang sangat mahal dulunya ini memiliki kenangan berharga. Kau sendiri yang menghadiahkannya, bukan?"
"Aku akan menghadiahkan banyak diffuser untukmu. Tidak perlu terbawa perasaan hanya karena benda satu itu. Kau tidak bisa menyimpan semuanya di dalam kardus-kardusmu hanya karena alasan kenangan. Bila perlu kita bisa menyumbangkannya pada orang yang sekiranya membutuhkan. Itu akan jauh lebih baik."
Erin mencebik, tidak membantah kebenaran dari kata-kata itu. "Baiklah. Aku akan mempertimbangkan saranmu."
Hansel tersenyum tipis melihat tingkah istrinya. Jujur saja, dia merasa senang karena Erin sangat menghargai barang pemberiannya. Tetapi mereka tidak bisa membiarkan benda tidak terpakai menumpuk.
Senyuman langsung lenyap ketika Erin menatapnya. Hansel berekspresi dingin kembali karena pada saat ini dia seharusnya sangat marah pada keputusan sang istri yang begitu mengecewakan.
"Kau masih marah padaku?"
Hansel melirik ke arah kardus-kardus di bawah mereka, lalu mengambil beberapa buku untuk dibawa. "Aku akan menyimpan ini di rak," ucapnya.
Erin mencegah, memegang tangan suaminya. Dari mata itu terlukis kekhawatiran, berhasil membuat Hansel akhirnya luluh untuk tidak beranjak.
Hansel berpikir bahwa mereka memang harus membicarakan masalah tadi malam, karena dia pun tidak betah mendiamkan istrinya terlalu lama.
"Menurutmu, apa kemarahanku adalah sesuatu yang tidak wajar?"
Erin menjauhkan tangannya, lalu menundukkan kepala. "Maaf. Aku masih ingin menikmati waktuku terlebih dahulu sebelum menjadi seorang ibu. Aku bukan benar-benar tidak ingin memiliki anak, hanya butuh waktu untuk mempersiapkan diri."
"Jika belum siap, kenapa memilih untuk menerima pernikahan kita?"
"Karena aku mencintaimu, Hansel. Aku tidak ingin Kau hidup bersama wanita lain. Kau begitu populer, sedangkan kita harus menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi. Ada banyak wanita yang mungkin saja akan merebutmu dariku."
"Kalau begitu, Kau seharusnya menyetujui agar hubungan kita ditunjukkan pada mereka."
Erin menggelengkan kepala. "Aku masih ingin bekerja sebagai Sakya Erina, bukan sebagai istri dari seorang pria kaya yang dapat melakukan apa pun."
"Kau tahu bahwa pemikiranmu begitu egois, bukan?"
"Aku tahu. Maka dari itu, tunggulah sebentar lagi sampai aku benar-benar siap." Erin memandang dengan penuh harapan di matanya.
Hansel mengembuskan napas panjang seraya meletakkan buku ke dalam kardus dan juga diffuser yang ada dalam pelukan istrinya ke atas meja. Entah mengapa melihat kelinci kecilnya yang tidak berdaya membuat dia tidak tega.
"Sikapmu sungguh tidak berperikemanusiaan. Tidak tahukah Kau bahwa aku sangat menanti kebahagiaan kita menjadi satu keluarga yang utuh?"
Hansel menangkup kedua pipi Erin dengan tangan lebarnya. "Tapi aku terlalu mencintaimu." Dia langsung melumat bibir yang tadinya tercengang.
Erin yang sudah terperdaya menggenggam jubah mandi suaminya yang longgar, tidak menolak ciuman yang begitu lembut, melahap jiwanya perlahan ke dalam kenikmatan yang indah.
Erin tidak hanya pasif. Dia membalas perlakuan itu dengan yang sama. Bisa dikatakan kalau dia juga sangat rindu dengan sentuhan Hansel setelah cukup lama tidak saling memuaskan hasrat.
Ini bukan kali pertama mereka melakukan hubungan intim. Awal sekali ketika berada dalam naik turunnya hubungan asmara, mereka seperti anak muda yang sering bertengkar dan mengucapkan kata-kata manis.
Tentu saja mereka pernah melalui masa itu, di mana darah muda yang begitu rawan melakukan hal di luar batas. Beruntung bagi Erin mendapatkan pria seperti Hansel, bukan pria hidung belang yang suka bermain dengan banyak wanita, mampu menepati janji untuk menikahinya dan melindunginya.
Hansel sudah menyusupkan tangannya ke bawah gaun, singgah ke perut istrinya sebelum berlalu ke atas. Pada saat yang sama, Erin mendorong kedekatan mereka secepat mungkin.
"Hansel ... aku rasa ... kita harus ke kamar." Erin sendiri sudah hampir tenggelam dalam kabut hasrat. Dia sulit berkata-kata, di samping tubuh yang sudah berhasil dilemahkan.
Hansel mengembuskan napas panasnya di bibir sang istri. "Hanya ada dua orang yang dapat mengakses apartemen ini. Jadi, kenapa harus malu jika kita melakukannya di sini?"
Erin menggigit bibir, menahan hasrat sekaligus menyeimbangkan logika secara bersamaan. "Kita ... tidak bisa melakukan malam pertama kita di ruang tamu."
"Kenapa tidak? Suatu saat aku berpikir untuk melakukannya bersamamu di ruang tamu."
"Hansel!"
Hansel tersenyum jahil dan hal itu membuat Erin semakin naik saja hasratnya. Senyuman yang selalu menawan hati dan memaksanya untuk merelakan diri tenggelam dalam mata terpejam, melanjutkan ciuman mereka yang sempat terhenti dengan gairah membara.
Hanya karena kesalahpahaman kecil, Sara dikucilkan oleh keluarga suaminya hingga berujung pada perceraian. Dia bertekad untuk membalaskan dendam dengan mengelola perusahaan kakeknya dan membongkar perilaku buruk keluarga Atkinson di depan publik. Dapatkah dia mewujudkan keinginannya itu? Atau sebagai mantan suami, Rion akan memberikan umpan balik atas tindakan Sara?
Setelah sekian lama, Alana si pencuri menemukan tempat berlindung dari sisi buruk kota Tanzanite. Bersama Luke adalah waktu di mana kehidupannya menjadi lebih berwarna. Sampai ketika pria yang cerdas dan tampan itu meminta agar dirinya melupakan bahwa mereka pernah bertemu, haruskah Alana melepaskan perasaannya dan melanjutkan kehidupan sebagai sosok yang baru?
Mateo, seorang pria yang dihantui oleh masa lalunya, dipaksa hidup menyendiri setelah terjerat kasus pembunuhan sejak lama. Anonimitasnya yang dibangun dengan hati-hati hancur ketika dia bertemu dengan Hillary, seorang wanita kaya dan sombong yang tanpa disadari menjadi umpan bagi jurnalis investigasi Serina, saat wanita itu menyelidiki kisah Mateo yang terlupakan. Bersama-sama, mereka membentuk aliansi yang tidak terduga, didorong oleh keinginan untuk mengungkap kebenaran di balik kejahatan keji itu. Saat mereka mengarungi jaring berbahaya, Mateo, Hillary, dan Serina harus menghadapi musuh mereka sendiri dan mendorong batas keyakinan untuk mewujudkan keadilan. Akankah aliansi mereka menang, atau akankah bayang-bayang dari masa lalu menghabiskan mereka semua?
Lunar dihadapkan pada pengkhianatan sang calon suami. Dia kabur dan suatu insiden mengharuskannya menikah dengan seorang pebisnis kaya. Arkan sendiri terpaksa mengurungkan niat untuk melamar kekasihnya. Ketika hubungan berkembang menjadi lebih dari sekadar pernikahan palsu, mereka terperangkap di antara perasaan yang rumit. Akankah mimpi buruk mereka berakhir indah?
Adult content 21+ Farida Istri yang terluka, suaminya berselingkuh dengan adiknya sendiri. Perasaan tersakiti membuatnya terjebak kedalam peristiwa yang membuat Farida terhanyut dalam nafsu dan hasrat. Ini hanya cerita fiktif. Kalau ada kesamaan nama, jabatan dan tempat itu hanya kebetulan belaka
Yuvina, pewaris sah yang telah lama terlupakan, kembali ke keluarganya, mencurahkan isi hatinya untuk memenangkan hati mereka. Namun, dia harus melepaskan identitasnya, prestasi akademisnya, dan karya kreatifnya kepada saudara perempuan angkatnya. Sebagai imbalan atas pengorbanannya, dia tidak menemukan kehangatan, hanya pengabaian yang lebih dalam. Dengan tegas, Yuvina bersumpah akan memutus semua ikatan emosional. Berubah, dia sekarang berdiri sebagai ahli seni bela diri, mahir dalam delapan bahasa, seorang ahli medis yang terhormat, dan seorang desainer terkenal. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia menyatakan, "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada seorang pun di keluarga ini yang boleh menyinggungku."
Rumornya, Laskar menikah dengan wanita tidak menarik yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Selama tiga tahun mereka bersama, dia tetap bersikap dingin dan menjauhi Bella, yang bertahan dalam diam. Cintanya pada Laskar memaksanya untuk mengorbankan harga diri dan mimpinya. Ketika cinta sejati Laskar muncul kembali, Bella menyadari bahwa pernikahan mereka sejak awal hanyalah tipuan, sebuah taktik untuk menyelamatkan nyawa wanita lain. Dia menandatangani surat perjanjian perceraian dan pergi. Tiga tahun kemudian, Bella kembali sebagai ahli bedah dan maestro piano. Merasa menyesal, Laskar mengejarnya di tengah hujan dan memeluknya dengan erat. "Kamu milikku, Bella."
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Cover by Lee Design warning 21+ !!! Adult Content2 Menikah di usia muda awalnya bukan pilihan bagi Alia tetapi ketika pacarnya mengutarakan niatnya kepada orang tuanya dan mereka menerima akhirnya Alia menjadi seorang istri di usia yang masih terlampau muda. Antara kuliah dan kewajiban seorang istri berusaha Alia jalanin walaupun harus menerima sikap mertuanya yang tidak menyukainya. Bahkan demi masa depan suaminya , Alia harus merelakan kehormatannya tergadaikan tetapi ketika seseorang yang tidak pernah di sangka Alia menolong dan membuat wanita itu merasakan sesuatu yang terlarang apa kah Alia harus melupakan perasaannya atau berbuat dosa dengan berkhianat dari suaminya. Ini hanya cerita fiktif. Bila ada kesamaan nama dan tempat, itu hanya kebetulan belaka. Tidak ada maksud menyinggung suku, agama dan ras mana pun, hanya imajinasi penulis