/0/2130/coverbig.jpg?v=0898bc8b430b58c8088e6d499bb8e0ec)
Rendi (24 tahun) merupakan komplotan penipu yang menggunakan telepon gelap, meminta sejumlah uang pada korbannya dengan berdalih dia adalah keluarga korban yang sedang kecelakaan. Malam itu, Rendi menelepon korban yang salah, dia mengaku jadi anak korban yang kecelakaan, tapi ternyata korbannya adalah seorang gadis. Gadis itu membandingkannya dengan seekor hewan. Kata-kata perempuan yang berbau makian itu menjadi magnet tersendiri bagi Rendi untuk mengenalnya lebih jauh. Tapi ternyata gadis itu bernama Mouza(21 tahun) bekerja di sebuah SPBU, gadis yang sama yang menyiram wajahnya dengan bensin tanpa sengaja. Rendi beralasan memberi Mouza hukuman atas kesalahannya, supaya Rendi bisa dekat dan menikmati setiap kata dan senyum yang terlukis di bibir indah Mouza. Semakin jauh Rendi mengenal Mouza, Rendi tersadar akan ketidak bergunaannya selama ini, dia bertekad mengubah dirinya agar tidak lagi menyusahkan orang tuanya dan sedikit berguna walau untuk diri sendiri. Rendi ingin membahagiakan Mouza dengan jerih payahnya. Namun jejak kriminal yang dilaluinya membuat Rendi kesulitan menemukan pekerjaan dan akhirnya Mouza mengetahui sisi kelam Rendi saat Mouza jatuh hati pada Rendi. Orang tua Rendi bangkrut akibat masa lalu Rendi. Rendi akhirnya memutuskan pergi merantau ke Ibu Kota Jakarta. Lalu, lost kontak dengan Mouza. Lama Mouza menunggu Rendi tanpa kabar, Mouza akhirnya memutuskan menerima lamaran lelaki lain yang jauh lebih baik dari Rendi.
Tuuttt! Tuuttt!
Nada dering yang menyatakan panggilan tersambung.
"Masuk, Cok!" kata Rendi ke teman-temannya dengan senyum sumringah.
"Ha...," suara korban menjawab.
Rendi tidak membiarkan korbannya berbicara, dengan cepat dia memulai
aktingnya, menangis histeris untuk meyakinkan korban.
"Mak... aku kecelakaan"
Suara riuh yang sengaja di buat menjadi background Rendi saat berbicara, agar terdengar meyakinkan.
"Mak ... tolong aku Mak! Mak!"
Korban terdengar gusar di seberang. 'Umpan bertemu ikan komandan'batin Rendi.
Tapi, kali ini Rendi benar-benar tidak menduga jawaban korban.
"Siapa Mamak kau?" suara di seberang lantang tidak ada suara kepanikan.
Rendi kembali berusaha meyakinkan tanpa menyebutkan nama.
"Aku loh, Mak! aku anak Mamak."
Orang diseberang terdengar menghela nafas.
"Kau kalau mau uang, kerja! bukan ngaku-ngaku jadi anakku trus minta uang, gitu 'kan maksudmu?"
'Sepertinya aktingku kurang meyakinkan' Monolog Rendi.
"Ishh, Mamak masa nggak perduli sama anak sendiri, Mak! tolong aku Mak!" Rendi mengeluarkan semua jurus aktingnya, agar dapat mengelabui korban, menangis dan terdengar sangat panik adalah jurus jitunya selama ini.
"Diam!" Suara di seberang membentak Rendi.
Pengeras suara yang aktif, membuat teman-teman Rendi mendengar teriakan korbannya.
Mereka terkejut bukan main, sepertinya mereka salah korban, suara riuh hasil dari suara yang di timbulkan mereka pun terhenti, hening sekejap.
"Sejak kapan aku punya anak, Hah? Pacar aja belum punya, kapan pulak anakku mencelat bisa kecelakaan, sinting kurasa kau, mau nipu aku pulak kau, kau jual ginjal kau itu sebelah kalau mau uang, malu kau sama monyet, monyet aja kerja biar makan, kau mau nipu, basi kali caramu"
Telepon di putuskan sepihak oleh calon korban yang gagal. Ya! gagal total. Mana calon korban lebih galak dari mama tiri lagi.
Aggrrh! Rendi mengacak rambutnya kasar, malam ini tidak jadi pesta miras. Mereka salah korban.
"Sabar, Boi! malam ini kita beli yang murah dulu, yang penting teler," Kata teman Rendi yang biasa disapa Bang Ucok.
Akhirnya tuak jadi tujuan terakhir. Harga murah tapi tetap membuat mabuk.
Mabuk adalah kebahagiaan tersendiri bagi Rendi. Entah sudah berapa banyak minuman beralkohol itu menggenangi tubuhnya.
Namun malam ini tak seperti biasanya, Rendi tidak bersemangat, bukan karena korban gagal masuk dalam jeratan, tapi, kata-kata perempuan itu berputar-putar di ingatan Rendi.
'Malu kau sama monyet, monyet aja kerja biar makan'
Rendi mengacak-acak rambutnya kesal, masa monyet lebih baik dari dirinya?
'Seburuk itu 'kah aku?' batin Rendi bergejolak.
Tuak yang teronggok di depannya sudah terlihat tidak nikmat. Ucok yang melihat temannya tak bersemangat menghampiri.
"Ngapa kau Ren, gak pala kau pikirkan kali kegagalan tadi, besok kita gas kan lagi," kata Ucok memberi energi positif bak Mario Teguh. Tapi, yang di semangati malah pergi.
"Cabut aku, Cok!" Rendi menyampirkan jaketnya di pundak.
"Mau kemana kau? gak asik kali ah!" panggil Ucok.
Rendi melambaikan tangan, menarik gas sepeda motornya, lalu pergi meninggalkan Ucok sendirian.
" Salah makan kurasa anak itu" Ucok bergumam sendirian.
Dilain tempat ada Mouza, gadis bertubuh mungil, bibir tipis dan mata bulat bak bola pimpong, sedang marah-marah tak jelas akibat tidur cantiknya di ganggu penelepon tidak tau aturan.
"Enak kali bibir dia manggil Mamak, dia kira aku pernah di kawini Bapaknya?" Mouza mengomel sendiri di kamarnya.
Matanya kini sulit diajak tidur kembali, padahal besok harus masuk shift pagi. Mouza bekerja sebagai operator di sebuah SPBU. Bosnya cukup galak, telat lima menit saja langsung potong gaji.
"Gara-gara penipu sialan itu lah ini ahh," Mouza uring-uringan.
Baru saja rasanya Mouza memejamkan mata, suara alarm sudah memekakkan telinganya. Mouza tersentak dan melirik jam di atas nakas, 05.30.
Mouza berlari menuju kamar mandi, hanya sisa waktu 30 menit, menurut Mouza adalah waktu yang sangat mepet berhubung banyak ritual wajib yang harus di lakukan di kamar mandi, seperti menghayal jadi istri Lee Min Hoo diatas kloset, menyanyi seperti Jessi J dalam kamar mandi, yang sering berujung teriakan Ibunya dari dapur.
Mouza berlari menuju Motor bebek kesayangannya, yang selalu menemaninya kemana pun pergi, mau di temani pacar, pacarnya masih sibuk syuting di Korea. Itu kehaluan Mouza yang suka lupa haluan.
Benar saja sampai di tempat Kerja, sepeda motor sudah mengantri panjang seperti kereta api. Hari ini jadwal Mouza dan temannya Rini berada di jalur pengisian sepeda motor.
Wajah Rini tampak menahan kesal.
"Ku kira udah tewas kau," Rini bicara ketus.
Mouza mendelik ke arah temannya.
"Biasa ajalah woi! baru telat 5 menit"
Rini memutar bola mata malas. Mouza bilang 5 menit, ini sudah setengah tujuh. Pergantian shift tengah malam ke shift pagi pukul 06.00. Mouza telat 30 menit, tentu akan membayar denda besar hari ini.
Suara klekson kendaraan riuh terdengar, jam pagi adalah jam paling sibuk, sudah jadi kebiasaan penduduk setempat berangkat bekerja atau sekolah dan mampir dulu mengisi bahan bakar. Bukan pemandangan baru jika kendaraan roda dua itu berbaris panjang, terkadang operator yang bertugas mengisi minyak ingin menangis karena pegal berdiri tanpa istirahat.
3S yang di terapkan SPBU kala itu, tidak berlaku pada jalur sepeda motor.
Jika harus melakukan Senyum, Sapa, Salam maka yang antrian belakang pasti sampai di tempat kerja atau sekolah sudah menjelang waktu pulang.
"Goceng." pelanggan terakhir hari itu. Seorang lelaki berperawakan tinggi, putih, matanya sayu dan berpenampilan khas anak muda berandalan.
Mouza mengisi tanki motor lelaki itu, entah karena lelah atau sepeda motor yang lebih tinggi, nozel pengisian minyak tersendat, hingga bensin yang akan diisi menyembur keluar membasahi wajah Mouza dan lelaki itu. Mouza terkejut bukan main.
Berulang kali Mouza meminta maaf, namun lelaki cungkring itu diam saja dan berlalu.
Rini yang melihat kejadian tadi menghampiri Mouza.
"Aduh, Za! kau dalam masalah besar," kata Rini sambil membereskan laci tempat uang untuk disetor ke kasir.
"Maksudmu?" Mouza malah balik bertanya.
"Yang pertama, kau telat 30 menit, kau akan bertemu dengan Pak tarigan, selain diceramahi kau juga akan dapat surat cinta alias total potongan gaji"
"Trus?" Mouza tidak sabar menanti pernyataan kedua Rini.
"Yang kedua, ini lebih besar, kau menyiram wajah preman Tanjung Anom" Jelas Rini sambil bergedik ngeri.
"Preman?lelaki cungkring tadi? alah, ditiup angin terbang itu, badan selidi, sok jadi preman,"jawab Mouza sepele.
Rini menggelengkan kepalanya. Dia tak habis pikir kenapa temannya tidak mengenali preman yang di takuti satu kampung itu. Bahkan, kawasan kekuasan Rendi dan teman-temannya sampai ke Pajak Melati.
"Terserah kau ajalah, Za! tapi hati-hati sama dia, udah berkali-kali berulah tapi tetap bisa bebas, katanya uang Bapaknya banyak, nggak ada orang yang berani cari masalah dengan dia," jelas Rin.
Mouza berlalu meninggalkan Rini,tak menghiraukan perkataannya dan berjalan cepat agar Segera menghadap Pak Tarigan. Ya! dia akan menerima ceramah dan kertas daftar potongan gaji yang akan di potong bulan depan seperti kata Rini tadi.
Ternyata Pak tarigan melihat kejadian tadi dari CCTV, dia pun membahasnya, bukan hanya kesalahan menumpahkan minyak dan pelayanan yang tidak baik. Tapi, Pak Tarigan lebih mengkhawatirkan keselamatan Mouza. Pak Tarigan sampai rela mengkawal Mouza sampai ke gang rumahnya.
Rendi yang tak sudah-sudahnya mengumpati gadis Si Pengisi bensin itu.
"Sial!" maki Rendi sambil memukul tanki motor miliknya.
"Untung cantik, kalo gak udah kubanting tu perempuan" Rendi masih mengomel sendiri.
Ucok yang sedari tadi memperhatikan Rendi terkikik melihat ulah temannya.
"Kita kerjai cewek itu, cocok kam rasa?" usul Ucok.
Rendi teringat suara perempuan tadi malam yang membandingkannya dengan seekor monyet. Ada rasa aneh menghantam hatinya. Rasanya jiwa bruntal Rendi sirna, dia membayangkan wajah gadis tadi yang bicara dengannya tadi malam.
"Cantik," gumam Pelan.
"Kanapanya kau? Ahh, gak jelas kali anak ini jang, woii!" Ucok melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Rendi.
Rendi tak merespon, dia malah senyum-senyum sendiri.
"Senget kurasa anak ini,udahlah mati kau situ, nggak asik kali." Ucok meninggalkan Rendi yang sibuk mengkhayal.
Di tatapnya layar ponsel yang menghubungi gadis semalam, nomor itu masih tertera disana. Rendi menyalin nomor itu ke ponselnya satu lagi.
Dia berniat menghubungi gadis itu kembali, kali ini bukan untuk meminta sejumlah uang, tapi, memenuhi sebuah gejolak yang sulit dia gambarkan.
"Tapi, bagaimana aku menghubunginya, apa yang alan ku katakan padanya?"
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Selama sepuluh tahun, Delia menghujani mantan suaminya dengan pengabdian yang tak tergoyahkan, hanya untuk mengetahui bahwa dia hanyalah lelucon terbesarnya. Merasa terhina tetapi bertekad, dia akhirnya menceraikan pria itu. Tiga bulan kemudian, Delia kembali dengan gaya megah. Dia sekarang adalah CEO tersembunyi dari sebuah merek terkemuka, seorang desainer yang banyak dicari, dan seorang bos pertambangan yang kaya raya, kesuksesannya terungkap saat kembalinya dia dengan penuh kemenangan. Seluruh keluarga mantan suaminya bergegas datang, sangat ingin memohon pengampunan dan kesempatan lagi. Namun Delia, yang sekarang disayangi oleh Caius yang terkenal, memandang mereka dengan sangat meremehkan. "Aku di luar jangkauanmu."
Adult Novel 21+ Arion Harold, pria tampan sang cassanova yang sebenarnya memiliki cintanya sendiri kepada seorang wanita cantik yang selama ini berada begitu dekat dengannya. Seorang wanita cantik bernama Emily yang saat ini bekerja sebagai sekretaris pribadinya. Ia selalu menjadi sosok pria yang dingin dan ketus di depan wanita cantik ini, namun di suatu malam mereka terjebak melewati malam yang panas dan saling meluapkan perasaan mereka selama ini. Namun di saat cinta malam itu menghampiri mereka, sebuah keadaan tak terduga membuat hubungan mereka harus retak hanya dalam hitungan jam. Emily merasa sakit dan memilih untuk menjaga jarak dari atasan sekaligus sahabatnya masa kecilnya itu, satu-satunya pria yang ia cintai. Bisakah Arion mendapatkan kembali cinta Emily? Bisakah Emily bertahan dari pesona sang cassanova? Baca kisah mereka dalam novel Gairah Panas Tuan Arion