Adelia Jalwa Bagaskara harus merasa kepahitan dengan menjadi istri yang terabaikan oleh Bagas Radithya Wijaya. Bertahan dalam ketidakadilan dan rasa sakit selama lima tahun lamanya karena bujukan saudara tirinya Rosella Agustina Maheswari. Ketika Adelia tahu, semua sudah terlambat. Keluarga Bagaskara telah hancur sepenuhnya tanpa ada yang tersisa. Rosella membuatnya harus merenggang nyawa dalam kepedihan yang teramat sangat. Dalam kebencian Adelia terlahir kembali ke enam tahun sebelum ia mati, guna membalas dendam pada kedua wanita yang membuatnya menderita. Mampukah Adelia membalas perbuatan Rosella di kehidupan yang baru?
"Kembalikan! Tolong kembalikan kalung itu!" seru seorang wanita dengan hidung pesek pada seorang perempuan lain yang mengenakan seragam pelayan.
"Ini punya saya! Bagaimana bisa Nona Adelia mengaku kalung ini milik Anda," ujarnya menepis tangan perempuan tersebut.
"Kalung itu punyaku, Sarah. Satu-satunya harta yang kumiliki, kumohon jangan ambil!" Adelia berlutut dan memegang lutut di depan pelayan yang mengenakan seragam hitam putih.
Perempuan dua puluh tiga tahun itu tidak perduli meski harus berlutut dan mengemis di hadapan pelayan tersebut. Dirinya hanya menginginkan kalung yang dibawa oleh Sarah, ART di rumah sang suami.
Adelia tidak perduli kalau Sarah mengambil perhiasan miliknya yang lain. Akan tetapi, kalung tersebut satu-satunya benda yang tidak akan dia serahkan begitu saja.
Sarah, perempuan keturunan Sunda dengan hidung mancung itu menepis tangan Adelia kemudian berjongkok. Dia mencengkram wajah kusam sang majikan, mengabaikan jika perempuan itu meringis kesakitan.
"Anda lupa peraturannya, Nyonya Adelia?" tanya Sarah penuh penekanan. "Apa yang sudah di tangan saya, menjadi milik saya." Sarah melepaskan cengkeramannya dengan kasar dan kembali berdiri.
"Ambil yg lain! Tetapi jangan yang satu kalung itu, kumohon," iba Adelia sembari memegang ujung baju Sarah.
"Lepas! Jauhkan tangan kotor Anda dari tubuh saya!" teriak Sarah sembari menendang Adelia.
Brak!
"Ada apa ini?! Kenapa kalian membuat keributan!" Terdengar sebuah suara, memberikan secercah harapan untuk Adelia. "Kamu lupa apa yang kukatakan padamu, Sar! Di depan lagi ada acara, pastikan jalang ini untuk diam!" seru seorang pria yang masuk dengan wajah kesal.
Sarah menunduk. "Ma-maafkan saya, Tuan. Nyo-nyonya Adelia berusaha meminta kalung saya," gagap Sarah membuat wajah Adelia pucat seketika.
Adelia menggeleng, memandang sosok yang berdiri di samping Sarah ketakutan. "Bo-bohong, Mas. Sarah mengambil kalungku, hartaku satu-satunya," cicit Adelia beringsut mundur.
"Lihat kan, Tuan. Nyonya mengakui kalung saya sebagai miliknya." Sarah memandang sinis Adelia.
"Kalung itu memang milikku! Pemberian dari Kak..."
Plak!
Wajah Adelia berpaling akibat tamparan dari pria di depannya, bibir perempuan itu bahkan terluka. Pria tersebut berjongkok dan mencengkram wajah Adelia, memaksa wanita itu untuk menatapnya.
"Diam! Kamu bisa membuatku malu karena teriakanmu!" desis pria tersebut. "Kamu mau semua orang tahu kalau aku mengucilkan istriku di sini, hah!"
Napas Adelia tercekat, perih pada bibir dan panas pada pipinya tidak seberapa dibandingkan dengan hatinya. Bahkan setelah bertahun-tahun menikah, Bagas Radithya Wijaya masih sama kasarnya ketika ia baru tiba di rumah ini sebagai istrinya.
Air mata Adelia mengalir kencang, meringis ketika sang suami mengeratkan cengkraman nya. Sama seperti sebelumnya, ia semakin di dorong ke dalam jurang keputusasaan oleh keluarganya sendiri.
Bagas melepaskan cengkeramannya dengan kasar kemudian menarik rambut Adelia. Membuat wanita itu mendongak dan mengerang kesakitan.
Adelia dapat melihat Sarah menyeringai dan memandangnya dengan tatapan mengejek. Dirinya tidak lebih dari tawanan yang tinggal menunggu hukuman mati.
"Sa-sakit, Mas...am-ampunn!!" rintih Adelia, membuat Bagas semakin mengeratkan jambakannya.
"Berhenti mengeluarkan suara, mengerti!" peringat Bagas sembari memandang Adelia dengan tatapan tajamnya. "Mengerti, Lia!" Bagas menarik kuat rambut Adelia ketika tidak ada kata yang terucap dari bibir perempuan itu.
"Astaga! Berhenti menyakiti saudaraku, Bagas!" seru sebuah suara membuat Bagas melepaskan tangannya dari rambut Adelia.
Bagas mengibas-ngibaskan tangannya dengan ekspresi jijik ketika beberapa helai rambut Adelia menempel di tangannya. Pria bermata besar itu berbalik dan tersenyum, menghampiri wanita yang baru saja masuk.
"Apa yang kamu lakukan di sini, Rose? Pestanya kan di rumah utama." Bagas mengecup pipi perempuan cantik dengan rambut bergelombang.
Perempuan yang dipanggil Rose tersenyum memandang Adelia cukup lama. Melewati Bagas begitu saja dan berjongkok kemudian mengamati wajah perempuan dengan tubuh kurus tersebut.
Adelia memandang Rose dengan wajah yang bersimbah air mata, berjengit ketika perempuan di depannya menyentuh lebam di pipinya. Tanpa kata, Rose membantu Adelia berdiri kemudian menatap Bagas dengan tatapan tajam.
"Kenapa kamu memukulnya, Bagas. Bukankah sudah kukatakan jangan pernah memukulnya!" seru Rose, membuat Bagas mendesah. "Kamu tahu dengan pasti apa yang membuatku mau menjadi madu dari saudaraku sendiri!"
"Ro-rose..."
"Jangan bela suami kita lagi, Lia. Lihatlah apa yang dilakukannya padamu," ujar Rose sendu, membawa Adelia ke ranjang dan mendudukkannya.
"Ayolah, Rosella sayang. Dia membuat keributan, aku hanya memberinya sedikit pelajaran," sahut Bagas malas. "Tidak perlu mengurus perempuan kumal itu. Ayo kita kembali ke pesta." Bagas menadahkan tangannya ke arah Rosa.
Rose hanya memandang tangan Bagas dengan wajah datar kemudian mengalihkan tatapannya pada Adelia. Perempuan yang dinikahi sang suami setahun lebih dulu, tetapi hanya menjadikannya istri simpanan.
"Keluar, Mas. Aku ingin berbicara dengan adikku," pinta Rose tanpa menoleh.
"Tetapi..."
"Keluar! Atau tidak ada jatah buat nanti malam!" potong Rose, membuat hati Adelia tersayat.
"Ap...Oh, tidak adil!" sentak Bagas, tetapi ia tetap mengikuti ucapan sang istri dan keluar dari kamar Adelia.
"Kamu juga, Sar," pinta Rose, menoleh ke arah Sarah.
Sarah mengangguk dan mengikuti Tuannya keluar dari kamar Adelia. Melihat Sarah yang akan keluar masih membawa kalung miliknya, membuat Adelia beranjak dari duduknya, berniat untuk menghalangi Sarah.
Akan tetapi, Rose menarik tangannya, memaksa Adelia untuk duduk di bibir ranjang dan memeluknya erat. Perempuan dengan mata besar itu tertegun kemudian terisak dan memeluk Rose.
"Jangan membuat keributan, Lia. Kamu tahu kan kalau suami kita temperamen," nasihat Rose sembari mengelus punggung Adelia. "Kamu nggak mau kan dia memukulmu lagi?"
"Kalungku. Kalung dari Lio di ambil Sarah, Ros," lirih Adelia, membuat Rose mengurai pelukannya. "Kumohon, cuma kalung itu satu-satunya hartaku, Ros. Tolong ambilkan." Adelia memandang Rose, kakak tiri sekaligus madunya.
Rose memandang Adelia sejenak kemudian mengangguk. "Aku akan berbicara dengan Sarah, tetapi tidak bisa menjanjikan apa-apa," ujar Rose.
"Tidak bisakah kamu memerintahkan nya untuk mengembalikan kalungku?" tanya Adelia penuh harap.
Rose menggeleng. "Aku hanya bisa membujuknya, Lia. Maaf. Kamu tahu bukan, Sarah orang itu orang kepercayaan suami kita," sahut Rose.
Adelia menunduk dan mengangguk, perempuan itu tahu kalau Bagas suami mereka sangat mempercayai Sarah. Statusnya bahkan lebih tinggi di bandingkan pelayan-pelayan lain yang bekerja di rumah megah Wijaya.
Otoritas Sarah berada satu tingkat di bawah kepala pelayan di rumah ini. Bahkan Rose yg merupakan istri kesayangan Bagas, tidak dapat menyentuh perempuan berusia dua puluh empat tahun tersebut.
"Selama aku pergi, jangan membuat keributan, oke," pinta Rose, beranjak dari duduknya kemudian berjalan keluar dari kamar kecil Adelia.
"Rosella," panggil Adelia, menghentikan langkah Rose.
Perempuan berambut bergelombang tersebut menoleh dan memandang adik tirinya tersebut. "Ya, Lia?"
"Terima kasih karena tetap berpihak kepadaku," ucap Adelia tulus.
Rose mengangguk, berbalik dan keluar dari kamar, meninggalkan Adelia dalam kegelapan. Perempuan itu berdiri dan berjalan menuju jendela yang berdebu dan memegangnya.
Hatinya berdenyut tatkala melihat Bagas dan Rose berjalan menuju rumah utama sembari bergandengan tangan. Sesuatu yang tidak pernah Bagas, suaminya berikan pada Adelia.
Selama lima tahun pernikahan, kamar ini lah yang menjadi saksi dari penderitaan Adelia. Selama itu juga dirinya menjadi istri yang tidak di anggap dan hanya menjadi pelampiasan nafsu di saat-saat tertentu.
"Ini, maafkan aku yang tidak bisa mempertahankan pemberianmu," lirih Adelia, memandang kelap-kelip lampu di rumah utama dengan mata nanar. "Semoga Rose berhasil membujuk Sarah." Adelia menyandarkan kepalanya pada jendela kamar.
Adelia tersentak dan mengernyit menahan sakit akibat rambut yang tertarik, dengan suara yang teredam karena bekapan pada mulutnya. Seseorang menariknya menjauh dari jendela, menyeret kemudian melempar tubuh Adelia ke atas ranjang.
Mata Adelia membola sempurna, tatkala melihat Srah berdiri di depannya dengan menyeringai. Perempuan dua puluh tiga tahun tersebut menggeleng sembari beringsut mundur menjauh dari jangkauan Sarah.
"Sekarang, waktunya hukuman karena sudah membuat keributan," lirih Sarah, menarik kaki Adelia.
"Ti-tidak jangan lagi..." cicit Adelia menggeleng dengan dada berdegup kencang.
Sarah naik ke atas tubuh Adelia, mendudukinya kemudian mengikat tangan perempuan malang tersebut di kepala ranjang. Ia menyumpal mulut Adelia menggunakan kain lap agar tidak berteriak kemudian menyeringai.
Adelia menggeleng, berusaha berteriak dan memberontak. Tetapi sekuat apapun ia berusaha, semua percuma. Ikatan Sarah terlalu kencang, hingga membuatnya tidak dapat bergerak.
"Aku heran, apa sih yang dilihat oleh Tuan Bagas hingga mau menikah dengan upik abu sepertimu!" desis Sarah penuh kebencian sembari mencengkram pipi Adelia.
Perempuan bertubuh tinggi kurus tersebut turun dari ranjang dan memandang Adelia mengejek kemudian keluar kamar. Ia kembali beberapa saat kemudian dengan membawa baskom yang membuat Adelia bergidik ngeri.
Sarah meletakkan baskom di nakas, memakai sarung tangan dan masker kemudian melihat isi baskom dengan wajah jijik. Ia meraup isi baskom, mengabaikan teriakan tertahan Adelia dan meletakkan kumpulan cacing berwarna coklat di atas tubuh perempuan yang terikat tersebut.
"Mampus! Siapa suruh kamu mengadu pada Nona Rosella!" serunya sembari terkekeh.
Adelia menggeleng kencang, menggeliat berusaha mengeyahkah puluhan cacing yang berada di atas tubuhnya. Namun kembali di rundung nestapa karena hewan melata itu masih bertahan di atas badannya.
Sementara Sarah, duduk di pinggir ranjang tersebut mengejek melihat penderitaan yang dialami oleh Adelia. Pelayan itu bahkan menumpahkan seluruh isi baskom di atas tubuh Adelia kemudian tertawa ketika melihat cacing mulai melata ke wajah perempuan yang terikat tersebut.
"Ah...apa Anda tahu, Nyonya Lia. Sudah sejak lama aku menginginkan kalung ini," ujar Sarah, mengeluarkan liontin dari dalam sakunya. "Benda mahal ini tidak pas di sandingkan dengan kulit kusam Anda." Sarah mengenakan kalung, berdiri dan menatap pantulannya dari cermin kemudian tersenyum.
"Dia lebih pantas bersanding dengan kulitku yang terawat, benar kan?" Lanjut Sarah kembali, melirik Adelia di balik cermin.
Adelia memandang Sarah dengan napas tersengal, memejamkan mata ketika merasakan napasnya mulai terasa berat. Hal yang terus berulang ketika Sarah melakukan hal yang sama.
Sarah tidak pernah memukul Adelia, pelayan tersebut bermain cantik agar majikannya tidak curiga.
Ia tidak ingin pria tampan tersebut mengetahui kalau dirinya menggunakan cacing, hewan yang paling ditakuti oleh Adelia untuk menyiksa nya.
Dia tidak perlu repot-repot bersikap kasar untuk menaklukkan seorang Adelia. Terbukti, perempuan yang terikat tersebut tidak berani melawannya sampai malam ini.
Sarah mendekat, menempelkan telinga ke bibir Adelia yang tertutup lap kotor. "Saya lupa mulut Anda tidak tersumpal. Maafkan saya," ujar Sarah melepas lap kotor dari mulut Adelia. "Apa yang Anda ingin katakan?"
"Likan...kembalikan kalung milikku, kumohon," lirih Adelia dengan suara bergetar, berusaha mempertahankan kesadarannya.
Adelia menyesal melepas kalung pemberian Lio sang kakak ketika pergi mandi. Kalau saja ia tidak melepasnya, maka Sarah tidak akan bisa merebut benda paling berharga dalam hidupnya.
Dalam ketakutan akan hewan melata di atas tubuhnya, Adelia harus memohon agar kalung yang berada di leher Sarah di kembalikan. Akan tetapi, Sarah hanya tersenyum sinis, merasa senang melihat istri pertama sang majikan itu menderita.
"Orang seperti Anda tidak pantas memiliki barang mewah seperti ini, Nyonya."
"Benda itu...pemberian terakhir dari kakakku. Kumohon," lirih Adelia kembali memohon.
"Siapa cepat dia dapat. Kalung ini sudah menjadi milik saya," sahut Sarah sembari meraba liontin di lehernya. "Bagaimana? Cantik kan?"
"Kembalikan, Sarah. Kemba..."
Belum selesai Adelia berbicara, ia sudah tidak sadarkan diri karena tubuh dan psikisnya yang melemah. Sarah memandang Adelia dengan tatapan datar kemudian keluar dari kamar perempuan itu tanpa membersihkan kekacauan yang dibuatnya.
Ia berhenti di depan pintu kembali memandang kembali ke arah Adelia yang pingsan kemudian menutup pintu kamar. "Lemah," desisnya sebelum meninggalkan kamar Adelia.
Penderitaan Adelia tidak sampai di situ saja, satu jam kemudian ketika ia tersadar hewan-hewan melata tersebut telah merayap hingga ke wajahnya. Tubuh Adelia gemetar dengan keringat dingin membasahi dahinya.
Jika biasanya Sarah akan membereskan kekacauan yang di buatnya ketika Adelia pingsan, kali ini tidak. Pelayan tersebut memilih pergi dan membiarkan hewan melata itu merayap dan masuk ke dalam daster lusuh yang dikenakan Adelia.
"Ti-tidak...tolong..." cicit Adelia ketika cacing-cacing tersebut mulai melata di kulitnya yang kusam.
Sensasi geli bercampur ngeri menguasai diri Adelia, ia bahkan terus bergerak berusaha menjauhkan tubuhnya dari hewan melata tersebut. Namun, semua usaha yang dilakukannya sia-sia, kumpulan cacing tersebut terus menggeliat di dalam daster Adelia.
Napas Adelia kembali tersengal, waktu terasa lambat baginya yang terikat tanpa bisa melakukan apa pun. Ia mengerjap mengingat wajah sang kakak yang tidak ada kabar setelah menimba ilmu di luar negeri.
Isak tangis mulai terdengar dari bibir tipis Adelia, merutuki nasibnya yang berubah 360° sejak menikah dengan sang suami. Kini yang dirasakannya hanya penderitaan yang seakan tidak pernah berakhir.
Brak!
Suara pintu terbuka membuat Adelia tersentak, terlihat tiga orang pelayan masuk dengan wajah datar. Mereka mengenakan sarung tangan dan membersihkan semua cacing yang berada di atas tubuh Adelia.
Sementara pelayan lain membuka tali yang mengikat tangan Adelia, membuat perempuan itu menarik napas lega. Tiga pelayan tersebut keluar dengan membawa baskom dan seprei yang penuh dengan lumpur.
"Sakit!" erang Adelia ketika Sarah yang baru saja datang menariknya ke kamar mandi.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Sarah menarik daster yang dipakai Adelia hingga koyak kemudian menyiram tubuh perempuan itu dengan air dingin. Sarah mengabaikan pekikan kesakitan Adelia ketika ia menggosok tubuh perempuan itu menggunakan sabun dan kembali menyiram nya.
"Mandi sebanyak apa pun tetap saja tidak bisa menghilangkan dekil di tubuhmu," hina Sarah kembali menyeret Adelia keluar kamar mandi dan melempar tubuh telanjangnya ke atas ranjang. "Pakai ini!" Sarah melempar lingerie berwarna merah pada Adelia.
Adelia termangu memandang baju transparan tersebut kemudian meneguk ludah kasar. Sementara Sarah kembali tersenyum ketika melihat wajah Adelia yang pucat.
"Selamat menikmati malam bersama Tuan Bagas," desisnya tanpa ampun.
"Tenang saja, saya tidak akan membiarkan Nyonya cepat mati." Sarah berbisik di kuping Adelia kemudian pergi meninggalkan perempuan itu sendiri.
Tama Purnomo. Pria berbadan tinggi, berkulit putih dan hidung bengir, berusia 30 tahun dan berprofesi sebagai guru olahraga di sebuah menengah atas dan sudah mempunyai seorang istri atas perjodohan dari orang tuanya. Istrinya bernama Sonya yang bekerja di sekolah yang sama dengan suaminya. Beberapa bulan belakangan ini, Tama selalu memperhatikan seorang murid perempuan yang selalu membuatnya sakit di bagian bawahnya. Ia selalu menginginkan gadis itu menjadi miliknya dengan cara apapun. Aulia Atmoko. Gadis yatim piatu berparas cantik. Di usia yang baru berusia 17 tahun, ia harus bekerja paruh waktu di toko buku untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Aulia juga diam-diam sangat menyukai guru olahraganya yang bernama Tama Purnomo. Apapun Aulia akan lakukan untuk menggapai cita-citanya dan mendapatkan keinginannya, termasuk menjadi istri simpanan seseorang. Yuk kepoin kisahnya di sini!!
Lia pikir masa lalunya yang suram sudah berlalu. Setelah sekian tahun harusnya dia sudah move on dan melupakan kenangan pahit itu, lalu melanjutkan hidupnya dengan bahagia. Namun siapa yang menyangka, kalau takdir malah mempertemukannya dengan Davin Geraldo. Sosok mantan suami yang pernah menyakiti dan melukainya di masa lalu, dengan status mereka yang sekarang adalah bos dan sekretarisnya. Lia karena hal itu tentu saja tanpa pikir panjang segera mengundurkan diri dari pekerjaannya. Akan tetapi Davin justru menahannya dengan denda pengunduran diri yang nominalnya tak main-main dan Lia tak mampu membayarnya. “Tolong jangan seperti ini?” “Lalu seeperti apa, Lia. Membiarkanmu semena-mena setelah menghancurkan hidupku dan sekarang mau merusak citra perusahaanku?!” Lalu bagaimana selanjutnya, jangan lewatkan kelengkapan ceritanya hanya di BOSKU ADALAH MANTAN SUAMIKU.
Kehidupan Arina seketika berubah, tepat setelah ia memasuki rumah majikan sang ibu. Kesakitan dan kesedihan yang ia rasakan, bercampur menjadi satu. Arina tak menyangka bahwa keinginannya untuk bisa melanjutkan pendidikan di universitas ternama di ibu kota Jakarta, malah membuat ia masuk ke dalam keluarga kaya raya tempat sang ibu bekerja sebagai seorang pelayan. Arina tidak pernah menduga bahwa kehadirannya di rumah besar itu malah membuat pemilik rumah tersebut tertarik kepadanya, padahal pria itu sudah memiliki seorang istri yang sangat cantik dan menawan. Sangat berbanding terbalik dengan penampilan Arina yang sangat sederhana. Akankah Arina bahagia? Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti terus cerita ini sampai selesai ya!
Axel Biantara Wijaya, pria tampan yang sukses menduduki posisi sebagai CEO PT. Wijaya Karya Reality. Salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang property yang memfokuskan bisnisnya di pengembangan property dan reality termasuk layanan konsultasi dan kontruksi. Axel digadang-gadang sebagai pria tertampan di Indonesia yang memiliki tubuh atletis serta wajah blasteran idola kaum hawa. Axel sangat terkenal, melebihi aktor papan atas sekalipun. Setiap hari selalu ada saja berita ekslusif terkait dirinya. Bukan hanya terkenal karena kesuksesannya di bidang bisnis tetapi dia juga dengan skandal-skandal dengan berbagai artis dan model baik di Indonesia maupun luar negeri. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Aulia Putri. Wanita cantik pintar dan mandiri. Aulia berasal dari keluarga yang sederhana sehingga dia sudah biasa hidup mandiri. Dari kuliah sampai kerja dia sudah mampu membiayai hidupnya sendiri, dengan upaya yang sangat luar biasa. Setelah bertemu Aulia ada hal yang terasa berubah di hidup Axe. Apakah itu cinta? Apakah Axel bisa berubah?l
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
BACAAN KHUSUS DEWASA Siapapun tidak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang dipikirkan oleh seseorang tentang sensasi nikmatnya bercinta. Sama seperti Andre dan Nadia istrinya. Banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari. Atau memang sengaja tidak pernah mau tahu dan tidak pernah mencari tahu tentang sensasi bercinta dirinya sendiri. Seseorang bukan tidak punya fantasi dan sensasi bercinta. Bahkan yang paling liar sekalipun. Namun norma, aturan dan tata susila yang berlaku di sekitranya dan sudah tertanam sejak lama, telah mengkungkungnya. Padahal sesungguhnya imajinasi bisa tanpa batas. Siapapun bisa menjadi orang lain dan menyembunyikan segala imajinasi dan sensasinya di balik aturan itu. Namun ketika kesempatan untuk mengeksplornya tiba, maka di sana akan terlihat apa sesungguhnya sensasi yang didambanya. Kisah ini akan menceritakan betapa banyak orang-orang yang telah berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan dogma yang mengikat dan membatasi ruang imajinasi itu dengan tetap berpegang pada batasan-batasan susila
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
"Kau harus membayar utangmu sekarang juga," desis Lucas, matanya dingin seperti es. Flora terpaku, tak bergeming, dadanya sesak. Hutang? Hutang apa? Sebuah perjanjian hutang antara mendiang orang tua Flora dengan Lucas, yang kini berakhir mengikat Flora dengan pria yang baru dikenalnya malam ini di pesta lajang sahabatnya. Menjerumuskannya dalam lingkaran neraka. Flora tak pernah tahu orang tuanya berhutang pada seorang pria kejam, berusia lima belas tahun lebih tua darinya, pemilik Perusahaan Blackwood tempatnya magang sebagai staf marketing. Lucas, pria yang tak kenal ampun, menuntut pembayaran detik itu juga. "Jika kau tidak bisa bayar nominal utangnya, tubuhmu untukku malam ini!" tegas Lucas, menarik tangan Flora masuk ke kamar hotel.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Hanya ada satu pria di hati Regina, dan itu adalah Malvin. Pada tahun kedua pernikahannya dengannya, dia hamil. Kegembiraan Regina tidak mengenal batas. Akan tetapi sebelum dia bisa menyampaikan berita itu pada suaminya, pria itu menyodorinya surat cerai karena ingin menikahi cinta pertamanya. Setelah kecelakaan, Regina terbaring di genangan darahnya sendiri dan memanggil Malvin untuk meminta bantuan. Sayangnya, dia pergi dengan cinta pertamanya di pelukannya. Regina lolos dari kematian dengan tipis. Setelah itu, dia memutuskan untuk mengembalikan hidupnya ke jalurnya. Namanya ada di mana-mana bertahun-tahun kemudian. Malvin menjadi sangat tidak nyaman. Untuk beberapa alasan, dia mulai merindukannya. Hatinya sakit ketika dia melihatnya tersenyum dengan pria lain. Dia melabrak pernikahannya dan berlutut saat Regina berada di altar. Dengan mata merah, dia bertanya, "Aku kira kamu mengatakan cintamu untukku tak terpatahkan? Kenapa kamu menikah dengan orang lain? Kembalilah padaku!"