Penolakan keras Yura Anindita terhadap perjodohannya, membuat misi 'mungkin tak mungkinnya' spontan tercetus. Dia harus menemukan calon suami terbaik sebelum hari ulang tahunnya, agar perjodohan yang di rencanakan kedua orang tuanya di batalkan. Tentu saja tak mudah menemukan seseorang yang baik yang mau menikahinya hanya dalam waktu sesingkat itu. Tapi Yura tak akan menyerah, dia yakin bisa menemukan calon suami sebelum 27 hari. Persis, sebelum dia berusia 27 tahun. Saat dirinya sibuk memikirkan jalan keluar menyelesaikan misinya, saat itu pula dua orang pria berbeda karakter, beda kehidupan, muncul dalam hidup Yura. Manakah yang akan Yura pilih? Seseorang dari masa lalunya atau orang yang baru dia kenal namun sukses membuatnya jatuh hati dengan begitu mudah. Atau justru tidak keduanya?Ikuti kisah Yura dengan misinya sampe akhir ya...
Akan selalu ada perpisahan dari setiap pertemuan. Dua hal yang saling bertautan namun terkadang dilupakan. Dan aku ... mungkin jadi salah satu orang yang lupa tadi.
--------------
Derap langkah kakinya menuruni anak tangga masih terdengar sayup-sayup di telingaku. Aku masih berdiri mematung di rooftop gedung kantor salah satu stasiun TV swasta tempatku bekerja. Tanpa ada usaha menyusulnya apalagi mengejarnya.
Kejadian yang terjadi beberapa menit sebelum Ia beranjak dari tempat ini layaknya paku ukuran 4 inci yang di tancapkan pada kedua kakiku.
Jangankan untuk melangkah, untuk bergeser beberapa milimeterpun rasanya berat.
Dan ... sakit. Sungguh!!
"Kita udahan ya."
Katanya saat itu hingga membuat keindahan langit malam ini kehilangan poinnya di mataku. Darahku berdesir kencang. Desirnya bahkan sama dengan angin yang berhembus membelai wajahku malam ini.
"Udahan? Tapi kenapa? Bukannya selama setahun ini hubungan kita baik-baik aja."
Cairan hangat dan sebening embun itu mulai menggenangi pelupuk mataku. Ada sesuatu yang retak bahkan nyaris hancur terjadi pada hatiku saat ini.
Arghhh ... kenapa aku harus secengeng ini?
"Iya. Kita memang baik-baik aja. Tapi nggak tahu kenapa, aku ngerasa jenuh. Aku bosan ngejalanin ini sama kamu."
"Bosan? Cuman karena itu kamu mau mengakhiri semuanya?" tanyaku masih dengan rasa tak percaya.
Apa sebegitu kekanak-kanakkannyakah pria yang aku kenal selama ini? Menurutku, rasa bosan adalah alasan paling konyol untuk mengakhiri sebuah hubungan.
"Aku minta maaf. Tapi ini keputusannya. Kita selesai."
Tanpa banyak basa basi lagi Ia beranjak pergi meninggalkanku dan tak mau peduli betapa hancurnya perasaanku sekarang.
Sayangnya, aku tak bisa menemukan penyesalan sedikitpun karena sudah mencintai orang seperti itu. Ah ... akunya yang terlalu lugu atau memang semua orang seperti itu saat jatuh cinta?
Di tempat yang sama, di hari dan bahkan di tanggal yang sama, dia mencoba masuk dalam kehidupanku satu tahun lalu.
Tapi sekarang, dia juga yang memutuskan untuk pergi. Perih dan luka, hanya itu yang Ia tinggalkan untukku sebagai souvenir dari acara perpisahan kami. Rooftop kantor tempatku dan Ia bekerja seolah menjadi saksi bisu atas setiap moment yang terjadi dalam hubungan kami.
Aku ingat, saat pertama kali Ia menemukan keindahan malam dihiasi lampu-lampu perkotaan yang hanya bisa di lihat dari puncak gedung 14 lantai ini. Ia terlihat begitu tak sabar memperlihatkannya padaku. Bahkan Ia rela menungguku, yang pada saat itu sedang lembur di kantor hanya untuk menyuguhkan keindahan itu.
Aku juga ingat, hamparan bintang di langit yang kami lihat pertama kali di rooftop ini. Tentu saja terlihat sangat indah, makin berkilau, dan makin terasa mudah di gapai jika kami di sini.
Dan ya, aku meyakini setelah ini semuanya akan berubah.
Langit yang kami lihat mungkin masih sama, gemerlap bintangnya juga, tapi momennya akan terasa jadi berbeda. Tak akan ada lagi kita berdua yang duduk di sini, menghabiskan waktu hanya untuk menatap langit penuh bintang seperti malam ini.
Yang ada hanya aku. Aku serta langit yang tetap setia menyuguhkan keindahannya. Berbeda sekali dengan Langit yang aku kenal setahun belakangan itu. Dia hanya manis di awal, lantas sekarang dia memilih meninggalkan seolah perasaanku bukan apa-apa baginya.
Huft ... apa kebanyakan laki-laki seperti itu?
"Benarkan dugaanku, kamu pasti ada di sini."
Sebuah suara membuyarkan lamunanku perihal momen perpisahan dengan Langit satu minggu lalu. Yang setiap detailnya masih terekam dengan sangat jelas di memori otakku. Dan ya, aku masih saja suka menangis setiap mengingat hal itu.
"Indy," ucapku saat menyadari kedatangan sahabatku sembari menyeka air mata yang sempat jatuh membasahi pipiku.
Gadis manis berambut ikal ini berjalan mendekat ke arahku sambil geleng-geleng kepala. Dari bahasa tubuhnya, aku meyakini kalau Ia tahu betul apa yang sedang aku lakukan di rooftop saat waktu sudah selarut ini.
"Kamu tahu darimana aku ada di sini?"tanyaku pura-pura bego'.
Indy menghela nafas sejenak, "Pasca kamu sama Langit nggak bareng lagi, emang di mana lagi tongkrongan kamu selain di sini?"
Kata-kata Indy membuatku diam sejenak. Aku tak bisa menyangkal ucapannya.
Memang benar setelah kejadian hari itu, setiap jam kantor selesai atau setelah lembur, aku tak langsung pulang. Aku selalu ke rooftop untuk menenangkan diri, atau lebih tepatnya mengingat kembali kenanganku bersama Langit. Terlihat bodoh memang, tapi untuk saat ini hanya itu yang ingin aku lakukan. Setidaknya, sampai aku ikhlas menerima semuanya.
"Mikirin Langit lagi?" tanya Indy lagi berusaha menerka apa yang sedang aku pikirkan lantaran aku tak kunjung merespon ucapannya.
Alih-alih menjawab, aku justru mengarahkan pandangan lurus ke langit malam ini. Indy pun terlihat melakukan hal yang sama. Suasana kembali hening, hanya ada suara desiran angin yang mengisi rongga telingaku. Waktu yang sudah memasuki pukul 10 malam membuat hawa di sini terasa semakin dingin.
"Udah satu minggu loh kamu sama Langit bubar. Dan udah satu minggu juga kamu sama Langit kayak orang yang nggak saling kenal. Dan ... udah satu minggu juga kamu nggak bisa move on dari dia. Atau seenggaknya jangan lagi datang ke sini dan jangan lagi mengenang semuanya, Yura."
Yups...sekali lagi Indy benar.
Setelah semuanya berakhir, aku dan Langit memang seperti dua orang yang sedang bermusuhan. Sekalipun bertemu, kami tak pernah saling bertegur sapa. Dan sekalipun terlibat obrolan itu pun hanya sebatas urusan kerja. Menurutku itu wajar, apalagi semua berakhir cukup tiba-tiba.
Tapi kalau soal move on aku tak bisa membenarkannya. Aku bukan tidak bisa, hanya ... belum bisa. Aku sudah berusaha keras untuk hal itu, hanya saja belum menemui hasil. Waktu satu minggu, tak mungkin cukup untuk melupakan hubungan yang telah berjalan selama satu tahun. Terlalu banyak kenangan tercipta di sana.
"Kamu benar Ndy. Dan aku rasa itu nggak akan berubah selama aku masih di sini."
"Maksud kamu?" tanya Indy terlihat agak bingung.
Aku menunda memberikan jawaban. Aku berjalan ke ujung rooftop dan memilih duduk di sana. Kubiarkan kedua kakiku menggantung di puncak gedung. Rambut panjangku seolah menari tertiup angin yang dengan lembut membelainya.
"Aku akan keluar dari kantor."
"Keluar? Kamu nggak salah?"
Indy berjalan mendekatiku lalu memilih duduk tepat di sampingku. Ia terus menatap wajahku dengan mata belonya.
Aku tahu, dia pasti kaget dengan keputusanku yang terkesan dadakan baginya. Walau sebenarnya, aku sudah memikirkan hal ini dari jauh-jauh hari. Hanya saja aku menunggu waktu yang tepat untuk memulainya. Dan aku rasa, ini adalah waktunya.
"Yura, ayolah. Jangan kayak anak kecil gini. Mana sosok Yura Anindita yang selalu profesional dalam pekerjaannya? Masa' cuman gara-gara Langit kamu memilih keluar dari kantor?"
"Langit bukan satu-satunya alasan, Ndy," sahutku masih betah memandangi langit sambail tersenyum hambar.
"Lalu apa? Apa alasan kamu? Dan sejak kapan kamu punya pikiran untuk mengambil keputusan keluar dari kantor?" Indy terlihat masih shock mendengar keputusan yang aku ambil.
Yah, Langit bukan satu-satunya alasan hingga aku mengambil keputusan besar seperti ini. Tapi tak bisa aku pungkiri juga, keputusan Langit justru kian menguatkan keputusanku juga.
Patah hati memang sakit, lukanya juga nggak main-main, tapi bukan berarti aku ingin melarikan diri demi melupakan Langit. Hidup selalu punya prioritas, dan Langit bukan lagi prioritas itu.
"Sudah waktunya, Yura yang naif ini berubah menjadi sedikit lebih egois demi kebaikannya sendiri."
***
Aruna, seorang gadis berusia 25 tahun baru saja putus dari kekasihnya tepat tiga tahun usia hubungan mereka. Aruna sudah bisa menebak kalau hal seperti ini akan terjadi setelah dia tahu kalau kekasihnya memiliki wanita lain yang tidak lain adalah teman sekantornya. Tak mau dianggap perempuan lemah yang seolah dunianya akan runtuh pasca putus dari laki-laki buaya itu, Aruna mencoba menanggapi kalimat putus dari kekasihnya dengan sangat santai. Walau pada saat pulang ke rumah dia tetap menangis sesenggukan juga. Nella sang sahabat yang juga baru putus minggu lalu menjadi saksi hidupnya. Bersama Nella. Aruna mencoba mengobati luka hatinya dengan segala cara. Dia juga merasakan domino effect setelah putus. Mulai dari masuknya beberapa nomor tak dikenal yang mengajaknya berkenalan hingga munculnya kembali sang cinta pertama yang belum kelar. Belum lagi tuntutan dari keluarga pihak Ayahnya yang memintanya untuk segera menikah, dan berujung dijodohkan hingga dicomblangi oleh para sepupunya dengan para stranger dengan tabiat yang sangat random. Move on yang nyaris berhasil kembali dikacaukan oleh kemunculan sang mantan. Aruna tentu tak akan goyah semudah itu, di tambah lagi Nella yang selalu mencecarnya dengan ungkapan ‘jangan kembali ke masa lalu jika tak ingin disakiti untuk kedua kalinya.’ Kira-kira jawaban seperti apa yang akan Aruna berikan? Akankah dia mengabaikan ucapan Nella dan kembali pada masa lalunya? Atau memulai hubungan baru dengan orang yang baru juga? Atau mungkin … tidak keduanya?
Kejadian pahit masa lalu mengubah seluruh kehidupan Arista Lucy. Pengalaman pahit itu menyisakan luka yang teramat dalam dihatinya. Arista yang berhati lembut berubah menjadi pribadi yang keras, kasar, dan berhati dingin bagai es. Dendam yang menuntut untuk dibalaskan memaksanya menjadi seorang pembunuh bayaran yang tak punya hati. Bertahun – tahun Ia menjadi manusia berhati batu, tiba-tiba lelaki itu hadir, membawa sejuta teka-teki sekaligus memberinya ketenangan, Kehadiran Evan memberi warna tersendiri pada kehidupan Arista.
Love. Pray. Hope Suara berat seseorang yang sudah lama tidak pernah menyapanya, sontak membuat gadis berlesung pipi ini mengangkat wajah. Air mata yang tadi mulai berhenti mengalir kini kembali tumpah kian deras namun di sertai senyum bahagia mendapati siapa yang berdiri di hadapannya kini. Dia kembali.
Kisah Cinta bisa bermula darimana saja. Dan hadir pada hati siapa saja dan kadang tanpa aba-aba.
Marsha terkejut saat mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Karena rencana putri asli, dia diusir dan menjadi bahan tertawaan. Dikira terlahir dari keluarga petani, Marsha terkejut saat mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah orang terkaya di kota, dan saudara laki-lakinya adalah tokoh terkenal di bidangnya masing-masing. Mereka menghujaninya dengan cinta, hanya untuk mengetahui bahwa Marsha memiliki bisnis yang berkembang pesat. “Berhentilah menggangguku!” kata mantan pacarnya. “Hatiku hanya milik Jenni.” “Beraninya kamu berpikir bahwa wanitaku memiliki perasaan padamu?” kata seorang tokoh besar misterius.
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
"Anda tidak akan pernah mengahargai apa yang Anda miliki sampai Anda kehilangannya!" Inilah yang terjadi pada Satya yang membenci istrinya sepanjang pernikahan mereka. Tamara mencintai Satya dengan sepenuh hati dan memberikan segalanya untuknya. Namun, apa yang dia dapatkan sebagai balasannya? Suaminya memperlakukannya seperti kain yang tidak berguna. Di mata Satya, Tamara adalah wanita yang egois, menjijikkan, dan tidak bermoral. Dia selalu ingin menjauh darinya, jadi dia sangat senang ketika akhirnya menceraikannya. Kebahagiaannya tidak bertahan lama karena dia segera menyadari bahwa dia telah melepaskan sebuah permata yang tak ternilai harganya. Namun, Tamara telah berhasil membalik halaman saat itu. "Sayang, aku tahu aku memang brengsek, tapi aku sudah belajar dari kesalahan. Tolong beri aku kesempatan lagi," pinta Satya dengan mata berkaca-kaca. "Ha ha! Lucu sekali, Satya. Bukankah kamu selalu menganggapku menjijikkan? Kenapa kamu berubah pikiran sekarang?" Tamara mencibir. "Aku salah, sayang. Tolong beri aku satu kesempatan lagi. Aku tidak akan menyerah sampai kamu setuju."Dengan marah, Tamara berteriak, "Menyingkirlah dari hadapanku! Aku tidak ingin melihatmu lagi!"
TERDAPAT ADEGAN HOT 21+ Amira seorang gadis berusia 17 tahun diperlukan tidak baik oleh ayah tirinya. Dia dipaksa menjadi budak nafsu demi mendapatkan banyak uang. Akan kah Amira bisa melepaskan diri dari situasi buruk itu? Sedangkan ayah tirinya orang yang kejam. Lantas bagaimana nasib Amira? Yuk baca cerita selengkapnya di sini !