/0/14100/coverbig.jpg?v=e589bd21b12c2359156e1e0f336e43ef)
Naomi Clara, aktris cantik yang dipertemukan dengan Azka Dananjaya dalam sebuah pembuatan film, harus menerima kalau hatinya juga ikut bermain selama proses syuting itu. Meski ia terus menyangkal, tetapi perhatian yang Azka berikan perlahan meluluhkan hatinya juga. Bagaimana Clara dan Azka mempertahankan kuat cinta mereka saat terjadi penolakan dari keluarga inti Azka karena status aktris cantik itu bukan seorang ningrat. "Aku tahu semua tentang kamu, Cla. Baik buruknya kamu aku tahu," ucap Azka. Clara hanya terdiam kaget dengan apa yang barusan didengarnya. Di dunia ini akan selalu ada orang yang benar-benar tulus mencintaimu apapun keadaannya dan itu adalah aku.
CUT
Suara Om Andre–sutradara ftv kali ini, langsung membuat semua kru dan pemain ftv bersorak girang. Pasalnya ini sudah pukul dua malam. Syuting hari terakhir yang harusnya bisa cepat, malah molor berjam-jam karena ulah artis baru yang kebanyakan gaya.
"Om Andre, duluan ya," pamit Clara sambil melambaikan tangan ke arah Om Andre, kru dan pemain lainnya.
"Iya, Cla. Hati-hati di jalan," sahut Om Andre sambil mengacungkan jempolnya.
Clara berjalan menuju mobil diikuti oleh manajernya, Lisa. Begitu masuk ke dalam mobil. Clara menurunkan sandaran kursinya, memposisikan dirinya senyaman mungkin.
"Padahal hari ini scene kamu gak banyak, Cla. Kenapa sampai selarut ini baru kelar?" tanya Lisa seraya mengemudikan mobil menuju apartemen Clara.
"Gara-gara artis baru itu. Gak bisa akting kebanyakan gaya. Cengengesan lagi. Kesel banget," sahut Clara sambil mendengus dengan mata menatap layar ponselnya.
"Oh, gara-gara dia. Wajarlah kan artis baru, Cla."
"Tapi gak gitu juga, Lis," tandas Clara, "aku dulu gak gitu. Cengengesan, tebar pesona."
"Setiap orang kan beda-beda, Cla. Gak bisa pukul rata kaya gitu," ucap Lisa.
"Gak usah dibahas, Lis. Kita cepat sampai apartemen, aku capek banget," kata Clara menutup matanya.
***
Terbangun karena dering ponselnya yang begitu nyaring, Clara mengerjapkan mata terlebih dahulu sebelum meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas samping tempat tidur.
"Hemm," sahut Clara dengan nada suara malas.
"Cla, hari ini kamu gak ada jadwal apa-apa. Free. Aku gak kesana ya, lagi ada acara keluarga nih di rumah. Datang nanti ya," ucap Lisa di ujung telepon.
"Iya, Lis. Aku tutup ya, masih ngantuk."
"Oke, Cla."
Clara meletakkan ponselnya sembarangan lalu melanjutkan tidurnya hingga jam sepuluh pagi. Begitu bangun, ia berendam di bathup beberapa saat, sebelum ia menuntaskan aktivitas mandinya. Mengenakan pakaian, Clara meninggalkan apartemennya dan menuju rumah Lis.
"Thanks, Cla. Yuk, masuk." Lisa mengambil buah tangan yang dibawa Clara dan mengajaknya masuk.
Clara sudah biasa main ke rumah Lisa, apalagi kalau memang tidak ada jadwal. Beberapa sepupu Lisa dengan cepat merapat dan berswafoto dengan Clara.
"Makasih, Ka Clara. Cantik banget, Kaka." Puji para sepupu Lisa.
Clara hanya memasang senyum membalas pujian dari mereka. Setelah acara makan siang, Clara pamit pulang pada Lisa sekeluarga.
"Setelah ini mau langsung balik ke apartemen?" tanya Lisa mengantarkan Clara ke mobilnya.
"Gak, Lis. Mau ke tempat Papa sebentar. Mungkin ke mall sebentar," sahut Clara masuk ke dalam mobil dan memasang seatbelt.
"Hati-hati ya, Cla," pesan Lisa sambil melambai.
Memasang musik kesukaannya, Clara kemudian melakukan mobilnya menuju bengkel ban mobil milik Papa. Usaha Papa yang dimulai sejak nol hingga besar seperti sekarang.
"Siang, Mbak Clara," sapa karyawan bengkel saat Clara turun.
"Siang, Mas." Clara melempar senyum lalu masuk ke dalam. Naik ke lantai dua tempat Papa berkantor. Tampak Papa sedang bersantai sambil menghisap rokoknya.
"Pa, sudah Clara bilang, Papa jangan merokok lagi," ucap Clara membuat Papa terkejut. Ia segera mematikan rokoknya.
"Kamu gak bilang mau ke sini," kata Papa.
"Jadi Clara harus lapor dulu?" Clara bertanya balik.
"Nggak. Papa kira kamu sibuk atau ada syuting," tukas Papa.
"Hari ini kebetulan gak ada jadwal, Pa. Tadi baru aja pulang dari rumah Lisa. Daripada di apartemen sendiri, Clara ke sini aja. Papa sudah makan?"
"Sudah. Kita ke bawah aja, Cla," ajak Papa kemudian berdiri dan mengajak Clara turun. Berjalan menuju cafe yang ada di lantai satu.
Clara lebih dulu menuju cafe, sementara Papa pergi ke toilet dulu.
"Mau minum apa, Mbak?"
"Lemon tea aja," sahut Clara sambil mengambil ponsel dari tasnya.
Pelayan cafe itu kembali ke dapur.
"Itu Naomi Clara kan?"
"Iya. Naomi Clara yang artis itu."
"Lebih cantik aslinya ya."
Pelayan cafe yang menanyakan hal itu mengamati Clara dan Papa yang tampak akrab dan sangat dekat.
"Dia dekat banget sama Bos. Coba liat, dia simpanan Bos ya?"
"Hush! Sembarangan kamu. Dia itu anak Bos. Anaknya Pak Wisnu. Kamu jaga mulut, kalau sampai Bos tau, kamu bisa langsung dipecat. Mau?"
"Ya kan aku gak tau. Biasanya kan artis kaya gitu. Pasti jadi simpanan orang berduit."
"Ckck. Antar ini ke depan."
"Iya," sahut pelayan ini sambil membawa nampan berisi dua gelas lemon tea. Begitu ia selesai menyajikan minuman, pelayan tadi meminta foto dengan Clara.
"Tadi aja ngatain, eh malah minta foto," ledek pelayan yang lain.
"Ya kan ketemu artis," sahutnya cuek. Pelayan baru cafe yang satu ini, memang agak sedikit beda. Suka nyahut dan berpikiran negatif.
Menikmati lemon tea nya bersama Papa, Clara sesekali memperhatikan beberapa pengunjung yang datang di bengkel mobil Papa. Seorang wanita dari meja kasir menghampiri mereka dengan membawa beberapa kertas di tangannya.
"Papa ke ruangan sebentar, Cla," ucap Papa.
"Iya, Pa. Cla di sini aja," sahut Clara seraya memperhatikan Papa dan wanita tadi naik ke lantai dua. Clara lalu mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk cafe. Netranya seolah terpaku pada sebuah mobil SUV berwarna hitam yang baru saja masuk. Seorang pria turun dari dalam mobil kemudian berbincang sebentar dengan karyawan bengkel. Pria itu kemudian berjalan ke arah cafe. Langkahnya terhenti sejenak saat netranya langsung menatap Clara yang duduk persis searah pintu masuk.
'Clara' gumam pria itu dalam hati bersamaan dengan detak jantungnya yang mulai tak beraturan. Clara yang tadinya masih menatap pria itu menjadi teralih pandangan karena kedatangan Papa.
"Jadi setelah ini kamu mau kemana?"
"Kalau gak balik ke apartemen, jalan sebentar, Pa."
"Kalau kamu gak sibuk, sekali-kali menginap di rumah. Papa rindu sama kamu, Cla. Kita satu kota tapi susah ketemu," kata Papa.
"Iya Clara usahain, Pa," sahut Clara seraya berdiri. Papa memeluk anak semata wayangnya itu sebelum pulang.
"Kamu hati-hati, Cla," pesan Papa seraya berjalan hendak mengantarkan Clara menuju mobilnya. Namun langkah Clara sedikit melambat saat hampir melewati pria tadi.
"Clara?" Suara pria itu membuat langkah Clara benar-benar terhenti begitu juga dengan Papa.
"Kamu gak ingat sama aku?" tanya Pria itu lagi membuat Clara berpikir.
"Azka. Kita satu SMA."
"Bukan. Kamu kayaknya yang digosipin sama penyanyi itu kan?" tebak Clara.
'Kenapa Clara malah ngeh sama gosip sih' batin Azka sedikit kecewa. Ia berharap Clara ingat dengan dirinya sebagai Azka, bukan sebagai orang yang sedang diterpa gosip kedekatan dengan penyanyi.
"Papa ke atas dulu ya, Cla. Kamu hati-hati," pesan Papa kemudian meninggalkan mereka berdua.
"Iya, Pa," sahut Clara.
Dari arah belakang beberapa pelayan cafe datang mengantarkan pesanan Azka sekalian ingin meminta foto.
"Makasih ya, Mas Azka," ucap mereka senyum-senyum setelah berhasil berfoto dengan Azka.
Clara masih berdiri di dekat Azka.
"Aku duluan ya," ucap Clara.
"Jadi kamu beneran gak ingat sama aku?"
Clara menoleh. "Siapa? Aku tau kamu, tapi aku gak ingat kalau kita satu SMA."
"Coba kamu tanya manajer kamu. Lisa pasti tau," ucap Azka lagi. Clara menatap Azka sejenak kemudian berlalu dari tempat itu.
Azka kembali duduk setelah Clara pergi dari tempat itu. Senyum mengambang di bibirnya. Setelah sekian lama akhirnya ia berani menyapa Clara lebih dulu. Sejak lama ia memendam rasa, hari ini ia begitu senang melihat Clara dengan jarak yang sangat dekat. Pertemuan kali ini, membuat Azka yakin akan ada pertemuan-pertemuan lainnya. Ia memandangi lalu mengusap lembut layar ponselnya sambil tersenyum. Foto candid Clara yang menjadi wallpaper ponselnya.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
BERISI ADEGAN HOT++ Seorang duda sekaligus seorang guru, demi menyalurkan hasratnya pak Bowo merayu murid-muridnya yang cantik dan menurutnya menggoda, untuk bisa menjadi budak seksual. Jangan lama-lama lagi. BACA SAMPAI SELESAI!!
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Hanya ada satu pria di hati Regina, dan itu adalah Malvin. Pada tahun kedua pernikahannya dengannya, dia hamil. Kegembiraan Regina tidak mengenal batas. Akan tetapi sebelum dia bisa menyampaikan berita itu pada suaminya, pria itu menyodorinya surat cerai karena ingin menikahi cinta pertamanya. Setelah kecelakaan, Regina terbaring di genangan darahnya sendiri dan memanggil Malvin untuk meminta bantuan. Sayangnya, dia pergi dengan cinta pertamanya di pelukannya. Regina lolos dari kematian dengan tipis. Setelah itu, dia memutuskan untuk mengembalikan hidupnya ke jalurnya. Namanya ada di mana-mana bertahun-tahun kemudian. Malvin menjadi sangat tidak nyaman. Untuk beberapa alasan, dia mulai merindukannya. Hatinya sakit ketika dia melihatnya tersenyum dengan pria lain. Dia melabrak pernikahannya dan berlutut saat Regina berada di altar. Dengan mata merah, dia bertanya, "Aku kira kamu mengatakan cintamu untukku tak terpatahkan? Kenapa kamu menikah dengan orang lain? Kembalilah padaku!"
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."