/0/13490/coverbig.jpg?v=af17be9b19a2d4b56f53ad64585a69ae)
Dicampakkan karena beda kasta, tak membuatku patah arang. Membuktikan diri bahwa aku bukanlah wanita biasa, tak perlu dengan banyak kata. (Arta). Di usianya yang hampir mendekati kepala tiga, Arta masih fokus pada karir dan membahagiakan mereka yang ada di sekitar. Ia pun selalu tampil bersahaja, hingga sering diremehkan oleh orang di sekelilingnya. Hari-hari yang dijalani wanita itu mulai berubah saat Evan, seorang pengusaha sukses berstatus duda, hadir memasuki kehidupannya. Selain konflik di antara keduanya, Arta dan Evan juga harus menyelidiki dalang di balik semua kekacauan yang menimpa perusahaan mereka, sekaligus berupaya mempertahankan cinta yang terus diuji.
"Lu datang sama siapa, Beib?" Mira menyapaku to the point. Pastinya ia bukan tak tahu, bahwa sampai detik ini aku masih sendiri.
"Sama sopir," jawabku singkat.
"Sopir? Sopir taksi maksudnya?"
Aku hanya tersenyum. Malas menanggapi ocehan nyinyir seperti itu.
"Jangan marah, Beib. Makanya jangan jomlo terus. Nunggu apa, sih? Lu 'kan cantik. Pas SMA dulu bahkan jadi rebutan."
Aku masih belum menanggapi. Ini adalah satu dari banyak hal yang membuatku malas datang ke acara reuni. Kalau bukan karena Niar, tentulah aku tak akan datang.
"Pokoknya, kamu harus datang ke acara reuni kali ini!"
Kalimat itu diucapkan Niar berkali-kali dalam sebulan terakhir. Sahabat sejak kelas satu SMA itu sangat gigih mengajakku datang ke acara tahunan, tapi usahanya selalu gagal. Aku tak pernah mau hadir.
Bagiku, reuni adalah buang waktu. Lima belas menit bagi seorang Arta Intan Sari sangatlah berharga. Aku bisa menghasilkan ratusan dolar dalam waktu sesingkat itu. Lalu, untuk apa menyia-nyiakan waktu dengan menghadiri acara yang isinya hanya makan, pamer kekayaan, dan membicarakan aib orang?
"Iya, Ta. Kenapa Lu belum nikah? Bukannya dulu udah pacaran lama sama Dika?" tanya Meta. Play girl paling terkenal di sekolahku dulu.
"Belum jodoh aja, kali," jawabku malas.
"Eh, Dika juga nggak pernah dateng reuni, lho. Ajaibnya, hari ini dia mau ikutan," ujar Mira lagi.
Aku terkesiap. Satu hal lainnya yang kutakutkan ternyata terjadi. Mangkir dari reuni adalah caraku menghindari lelaki itu.
"Oh, ya? Kebetulan aja kayaknya."
Kucoba menampilkan ekspresi biasa, agar mereka tak melanjutkan pembahasan tentang Dika. Nama itu akan membuat semua yang hadir mengingat kami sebagai pasangan paling favorit, di masa putih abu-abu dulu.
"Ngomong-ngomong, lu kerja di mana, Ta?" tanya Meta lagi. "Nggak pernah ada kabar tentang dirimu sama sekali, deh."
"Gue pengacara."
"Pengangguran banyak acara maksudnya?" kali ini Winda yang bertanya.
Aku tak menjawab. Biarlah ia menyangka demikian. Toh, tak ada gunanya menjelaskan ke orang seperti Winda, bahwa statusku memang juga pengacara di salah satu kantor lawyer ternama negeri ini, 'kan?
"Pantesan dandanan lu biasa aja, Ta. Kenapa nggak pakai baju yang kerenan dikit, sih?" Entah suara siapa itu, aku malas memperhatikan.
"Iya, Ta. Kalau nggak ada, gue pinjemin, deh. Emangnya semenyedihkan itu nasib lu? Bahkan cincin sebiji aja lu nggak pakai. Nggak sanggup beli, ya?" Lagi-lagi entah itu suara siapa.
Aku menunduk. Memainkan dua tangan yang satu pun jemarinya tak berhiaskan emas permata. Niar merangkul bahuku. Gadis itu tetap diam, seperti yang aku minta sebagai syarat untuk mau hadir reuni.
"Iya, sih. Gue semiskin itu. Sampai nggak sanggup beli emas." Seutas senyum getir kuperlihatkan pada mereka.
"Arta maunya mas Jawa."
Semua yang duduk di sana tertawa mendengar ucapan Mira.
"Jadi, karena Dika bukan orang Jawa, makanya nggak berhasil bawa Arta ke pelaminan, ya?" kali ini Winda yang bicara. Suaranya terlalu keras hingga beberapa orang yang duduk di sudut lain memandang kami. Salah satu dari mereka kemudian berdiri, berjalan mendekat ke arah tempat dudukku. Dika.
Lelaki itu menatap tajam padaku. Membuat Mira, Winda, Meta, dan Niar bangkit. Mereka pindah ke sudut lainnya dan membiarkanku sendiri, dan memberi ruang untuk Dika.
"Hai, Ta. Apa kabar?"
"Baik."
"Akhirnya aku bisa lihat kamu lagi. Udah berapa tahun kita nggak ketemu, ya?"
"Sepuluh."
"Wah, aku seistimewa itu, ya? Sampai kamu pun ingat kapan terakhir kita ketemu."
Sebenarnya perutku mual mendengar kalimat yang Dika ucapkan.
"Jelas aja aku ingat malam di saat ibumu menghina dan memperlihatkan penolakan, karena aku cuma gadis miskin yang tak sesuai harapannya."
Dika diam sejenak, lalu menghela napas dan mulai bicara kembali.
"Maaf, aku nggak pernah berpikir Ibu akan memperlakukanmu seperti itu."
"Nggak apa. Udah lewat juga."
Hening beberapa menit, hingga terdengar musik mengalun. Beberapa orang di antara teman-teman mulai menari bersama. Tak peduli pria atau wanita, dan sudah menikah atau belum. Ini satu hal lainnya yang kubenci dari acara reuni. Banyak batasan yang rawan dan bahkan sering dilanggar.
"Kamu udah nikah?" Dika tiba-tiba memecah keheningan di antara kami.
Aku menggeleng. Lelaki itu menatap tajam. Membuatku jengah dan ingin segera meninggalkan tempat ini.
"Kenapa?" Dika bertanya lagi.
"Nggak laku kayaknya," jawabku asal yang disambut gelak tawa Dika. Mira dan teman-temannya bahkan sampai menoleh memperhatikan kami di tengah aktivitasnya menari. Ada banyak tanya yang terlihat jelas di raut wajah mereka.
"Bisa aja kamu, Ta. Seorang Arta Intan Sari yang cantiknya diakui sejagat, mana mungkin nggak laku? Kamu aja kali yang pemilih."
Seutas senyum kembali kulempar pada lelaki itu, masih dengan kegetiran yang sama.
"Aku udah takut buat milih, karena sepuluh tahun lalu justru dicampakkan oleh satu-satunya orang yang kupilih."
"Kok, gitu ngomongnya? Kamu nyindir aku?"
"Nggak perlu sindiran untuk sesuatu yang jelas-jelas itu fakta."
Dika masih ingin bicara, tapi urung saat tiba-tiba musik berhenti dan diganti suara pembawa acara. Sosok di panggung itu menyampaikan bahwa sudah tiba saatnya acara beralih pada lelang amal. Hasilnya akan digunakan untuk membangun lapangan basket dan laboratorium sekolah kami yang sudah tak layak pakai.
Aku dan Dika menyimak acara lelang dalam kebisuan. Laki-laki yang duduk di sebelahku ini sudah mengeluarkan uangnya dua juta rupiah untuk satu kaos bertuliskan nama sekolah kami. Benda itu dilelang pertama kali. Setelahnya ada beberapa benda lain yang mencapai nilai lelang masing-masing sepuluh juta rupiah. Dana yang terkumpul sudah seratus lima puluh juta rupiah.
"Teman-teman, kini tiba benda terakhir yang akan dilelang. Sebuah lukisan yang menampakkan sekolah kita dari sudut paling menakjubkan. Dibuka dengan harga lima juta rupiah. Siapa yang akan memberikan tawaran pertama?"
Sebuah lukisan dibawa ke atas panggung. Cukup indah. Sepertinya cocok kalau kuletakkan di perpustakaan kantor. Pemikiran itu membuatku tersenyum lagi, kali ini tanpa rasa getir seperti sebelumnya.
"Kenapa senyum-senyum?" Dika ternyata sedang menatapku dengan pandangan tajam.
"Eh, i-itu ... aku hanya teringat sesuatu yang lucu tentang sebuah lukisan."
Dika tak bereaksi mendengar kalimatku. Ia membuang pandangnya ke arah panggung.
Satu persatu teman-temanku memberikan penawaran. Hingga lima belas menit, angka tertinggi diberikan oleh Angga. Lima puluh juta rupiah. Pembawa acara mulai menghitung. Jika sampai hitungan ke lima tak ada yang memberi nilai lebih, maka lukisan itu akan jatuh ke Angga.
Salahkah jika aku ingin memiliki lukisan itu? Tidak, aku bukan egois atau ingin pamer kekayaan. Ini tidak lebih sebagai kontribusi di acara lelang kali ini, selain memang sudah jatuh cinta pada lukisannya.
Tepat saat pembawa acara menyebutkan hitungan ke empat, aku berdiri dan mengangkat tangan. Dika terkejut menatapku, juga Mira dan hampir seluruh yang hadir.
"Arta Intan Sari. Berapa tawaran yang akan diberikan?"
"Seratus lima puluh juta."
Hening. Semua mata menatapku tak percaya. Termasuk Dika yang kini mulutnya setengah terbuka. Aku ingin lihat, bagaimana sikap mereka setelah ini pada seorang Arta. Gadis yang dianggap miskin karena tak memakai perhiasan di tubuhnya.
***
Bersambung
Dalam satu hari Rihana kehilangan calon suami dan juga pekerjaannya. Padahal ia dituntut untuk menghasilkan uang banyak, karena harus menjadi tulang punggung keluarga. Gadis itu kemudian mendapatkan tawaran nikah kontrak dengan laki-laki yang baru dikenalnya. Seorang Presiden Direktur yang memberinya jaminan ekonomi stabil dan cenderung melimpah, tetapi berbeda keyakinan. Haruskah ia menerimanya?
Irfan pernah berkata Amira tak akan berarti tanpa dirinya. Kini, kenyataan justru berbalik-Amira bersinar di puncak kesuksesan, sementara Irfan hanya bisa menatap penuh penyesalan. Ironisnya, pria yang pernah meremehkannya itu kini datang membawa sejuta rayuan. Apakah Amira cukup bodoh untuk menyerahkan hatinya lagi? Atau dia akan membiarkan mantan suaminya terus tenggelam dalam penyesalan? Ikuti kisah penuh emosi dan kebangkitan Amira dalam Bersinar Setelah Menjanda.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
Setelah tiga tahun menikah yang penuh rahasia, Elsa tidak pernah bertemu dengan suaminya yang penuh teka-teki sampai dia diberikan surat cerai dan mengetahui suaminya mengejar orang lain secara berlebihan. Dia tersentak kembali ke dunia nyata dan bercerai. Setelah itu, Elsa mengungkap berbagai kepribadiannya: seorang dokter terhormat, agen rahasia legendaris, peretas ulung, desainer terkenal, pengemudi mobil balap yang mahir, dan ilmuwan terkemuka. Ketika bakatnya yang beragam diketahui, mantan suaminya diliputi penyesalan. Dengan putus asa, dia memohon, "Elsa, beri aku kesempatan lagi! Semua harta bendaku, bahkan nyawaku, adalah milikmu."
Kayla Herdian kembali ke masa lalu dan terlahir kembali. Sebelumnya, dia ditipu oleh suaminya yang tidak setia, dituduh secara salah oleh seorang wanita simpanan, dan ditindas oleh mertuanya, yang membuat keluarganya bangkrut dan membuatnya menggila! Pada akhirnya, saat hamil sembilan bulan, dia meninggal dalam kecelakaan mobil, sementara pelakunya menjalani hidup bahagia. Kini, terlahir kembali, Kayla bertekad untuk membalas dendam, berharap semua musuhnya masuk neraka! Dia menyingkirkan pria yang tidak setia dan wanita simpanannya, membangun kembali kejayaan keluarganya sendirian, membawa Keluarga Herdian ke puncak dunia bisnis. Namun, dia tidak menyangka bahwa pria yang dingin dan tidak terjangkau di kehidupan sebelumnya akan mengambil inisiatif untuk merayunya: "Kayla, aku tidak punya kesempatan di pernikahan pertamamu, sekarang giliranku di pernikahan kedua, oke?"