Menggunakan hubungan untuk menjadi jembatan balas dendamnya, Alexander justru memiliki perasaan cinta mendalam untuk istrinya, Kimbeerly Libason. Perasaan cinta yang seharusnya dikubur dalam-dalam agar fokus pada tujuan, justru membuat Alexander berpikir dua kali antara melanjutkan atau menyudahi rencana balas dendamnya. Dengan terpaksa, Alexander menyudahi rencananya dan memilih pergi dari keluarga Libason demi menyembuhkan lukanya sendiri padahal saat itu Kimbeerly sedang mengandung darah dagingnya. Kimbeerly begitu mencintai Alexander. Ia tersiksa dengan keputusan Alexander yang memilih menghilang dari kehidupannya. Beberapa tahun kemudian, Kimbeerly bertemu kembali dengan Alexander. Kimbeerly menduga Alexander telah memiliki keluarga karena melihat pria itu sedang bersama seorang wanita dan seorang anak kecil. Di sisi lain, anak Kimbeerly pun terus menanyakan keberadaan sang ayah dan membuat Kimbeerly kebingungan untuk menjawab. Bagaimana akhir kisah mereka berdua? Apakah Alexander dan Kimbeerly akan kembali bersatu atau justru memilih jalan kehidupan mereka masing-masing agar tidak lagi saling menyakiti?
Alexander memerhatikan Kimbeerly yang terus menampakkan senyum manisnya dengan sorakan semua orang yang hadir. Ya ... mereka melangsungkan pernikahan hari ini. Semua orang turut bahagia dan sekarang waktunya membuktikan bahwa mereka saling mencintai lewat sebuah ciuman. Alexander menarik pelan tengkuk Kimbeerly dan melayangkan ciumannya yang lantas dibalas oleh Kimbeerly.
Suara teriakan dan sorakan penuh kebahagian memenuhi aula pernikahan dengan Alexander yang lantas melepaskan diri. Mereka saling bertatapan sebelum akhirnya menyunggingkan senyuman. Alexander menggenggam jemari Kimbeerly dengan erat dan gadis itu yang terus menampakkan senyum menawan.
"Aku akan selalu mencintaimu."
Alexander menoleh melihat Kimbeerly yang kembali tersenyum setelah mengatakan perasaannya kepada Alexander. Alexander hanya tersenyum tipis menanggapi hal itu. Ia segera membawa Kimbeerly berjalan ke depan untuk menjamu para tamu mereka yang sudah datang.
Alexander menyorot pada dua orang yang tampak terharu di depan sana. Itu kedua orang tua Kimbeerly yang kini menampakkan senyum bahagia karena putri dan menantu mereka datang menemui setelah perubahan status yang baru saja terjadi. Alexander menampakkan senyum tipisnya setelah berada di hadapan kedua orang tua Kimbeerly.
"Selamat atas pernikahan kalian, Kimbeerly dan Alexander. Aku bahagia sekali melihat kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri." Victoria bicara sembari memeluk putrinya dengan penuh kasih dengan sorot mata yang juga menatap Alexander di samping putrinya.
Jeremy tidak bicara. Ia terus memerhatikan putrinya yang terus menampakkan senyum lebar hari ini. Ia tidak menyangka bahwa putri satu-satunya dalam keluarga mereka telah memiliki pasangan sekarang. Apalagi dengan sosok Alexander yang mengenal mereka dengan singkat. Jeremy bukannya tidak menyukai perubahan status anaknya, hanya saja ia merasa ini terlalu cepat. Jeremy masih ingin melihat Kimbeerly bersamanya dan menjadi anaknya yang tidak pernah jauh dari mereka. Sayangnya, ini sudah jalannya.
"Ayah."
Jeremy menampakkan senyumnya dengan anggukan sederhana. Ia menyambut putrinya dalam dekap hangat sembari merasakan hatinya yang sedikit tidak rela melepaskan Kimbeerly untuk diserahkan kepada Alexander. "Selamat atas pernikahanmu, Putriku yang cantik."
Kimbeerly mengangguk menanggapi ucapan selamat dari ayahnya. Ia melepaskan diri dan menatap ayahnya yang baru saja mengusap air mata yang hampir keluar. "Kau jangan menangis, Ayah. Selamanya aku akan menjadi putrimu dan tak akan kemana-mana."
Jeremy menggeleng. Ia kembali memeluk Kimbeerly. "Ayah hanya sedikit tidak rela putri satu-satunya dalam keluarga Libason sudah memiliki pasangan sekarang apalagi akan meninggalkan rumah."
Alexander tersenyum miring mendengar penuturan Jeremy. Wajahnya begitu tenang tetapi tidak dengan sorot mata elang itu. Tidak ada orang yang akan memperhatikan bagaimana dirinya sebenarnya. Alexander pandai memasang wajah dan menempatkan diri.
"Ehem!"
Deheman Alexander lantas membuat pelukan Jeremy dan Kimbeerly terlepas. Kedua orang itu menatap Alexander sebentar sebelum akhirnya tertawa kecil. Menyadari bahwa orang baru tengah tersinggung dengan percakapan mereka.
"Jangan katakan kau cemburu dengan ayah dan putrinya itu, Alexander." Victoria mengomentari ekspresi dan cara bertingkah Alexander dengan tertawa.
Alexander tersenyum tipis. "Seharusnya memang tidak, tetapi siapa yang tahu tentang perasaan manusia? Aku bahkan tidak bisa mengendalikannya untuk tidak cemburu meskipun aku tahu mereka adalah seorang ayah dan anak."
Ketiga orang itu tertawa menananggapi ucapan Alexander. Pria itu benar-benar tahu caranya membuat suasana hangat. Jeremy juga selalu memandang Alexander sebagai orang yang cerdas. Pria itu tidak pernah terlihat berpikir tetapi ucapannya selalu sesuai dengan hal apa yang terjadi. Wajar saja jika putrinya terpikat dengan pria seperti ini. Alexander pandai melakukan apapun.
"Baiklah, baiklah. Maafkan ayah mertuamu ini yang tidak mengerti dengan perasaanmu. Aku akan menyerahkan putriku untukmu," ucap Jeremy seraya menjauhkan diri dari Kimbeerly dan mendorong pelan putrinya untuk mendekat kepada Alexander.
"Itu bukan salahmu, Tuan Libason. Itu salahku karena tidak memahami bahwa kalian sedarah yang malah membuatku terlihat konyol dengan ungkapanku yang tadi. Maafkan aku membuatmu tersinggung." Alexander berujar sembari membungkukkan sedikit tubuhnya.
"Orang tuamu tidak datang, Alexander? Aku tak melihat mereka sejak acara dimulai."
Alexander menaikkan satu alisnya dengan wajah lesu. Merasa bersalah lalu berujar, "Mereka meminta maaf padaku sebelumnya karena harus menunggu nenek yang sedang sakit parah di rumah sakit. Sebelumnya aku datang bersama Ayah tetapi dia dengan sangat menyesal tidak bisa menghadiri pernikahan putranya sendiri karena harus pergi ke luar kota. Aku akan meneleponnya nanti dan mereka juga menitipkan salam kepada kalian."
Victoria dan Jeremy saling pandang. Merasa aneh dengan ungkapan Alexander. Hampir tidak ada orang tua yang ingin mengabaikan hari bersejarah anak mereka, apalagi untuk anak semata wayang dan ungkapan Alexander membuat mereka tidak yakin dengan kebenaran yang ada.
"Alexander berkata yang sebenarnya, Ayah and Ibu. Mereka mengatakan permintaan maafnya padaku tepat sebelum kita menikah dan memperlihatkan keadaan nenek Alexander yang begitu kritis. Ayahnya juga sedang dalam perjalanan bisnis penting hingga tidak bisa ikut serta dalam acara pernikahan kita. Meskipun ada rasa kecewa tetapi aku memaklumi keadaan mereka." Kimbeerly berujar karena melihat raut tidak percaya dari kedua orang tuanya.
Alexander. Pria itu mengangguk menyetujui ucapan Kimbeerly sembari menampakkan wajah bersalahnya. Sorot mata itu terus meneliti raut wajah Jeremy juga Victoria. Jelas sekali mereka masih merasa belum percaya dengan apa yang Kimbeerly katakan, tetapi mencoba menutupinya dengan senyuman tipis. Alexander tersenyum sinis lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Sedangkan Kimbeerly yang melihat Alexander mengalihkan pandangan, merasa bahwa pria itu sedang menutupi rasa sedihnya. Ia mengelus lengan Alexander, bermaksud menenangkan lelaki itu dari rasa tidak nyaman dan suasana canggung saat ini. Alexander kembali menoleh dan menampakkan senyuman tipis kepada Kimbeerly.
"Baiklah, Ibu ... Ayah ... aku harus menyambut beberapa teman dan tamu yang hadir. Sebelumnya terimakasih telah memberiku selamat dan merestui hubungan kami. Kalian begitu berarti bagiku sampai kapanpun dan dimanapun. Ku pikir aku memang harus hidup dengan kedua orang tuaku yang hebat ini, tetapi justru aku malah beralih kepada Alexander untuk menuju masa depan. Putri kalian ini memang kurang ajar."
Jeremy dan Victoria saling menatap sebelum akhirnya tertawa. Mereka mengangguk menyetujui Kimbeerly dan setelahnya, Kimbeerly membawa Alexander pada salah satu meja, dimana teman-temannya berkumpul dan menikmati hidangan yang tersedia.
"Selamat atas pernikahanmu, Kimbeerly. Aku tidak percaya kau akhirnya menyusul jejakku."
Kimbeerly menanggapi dengan senyuman atas ucapan salah satu temannya.
"Apalagi lelakimu sangat tampan dan terlihat ... berwibawa," sahut yang lain.
"Kimbeerly yang polos tidak akan lagi ada setelah malam pertama mereka."
Semua orang yang ada disekitar tertawa mendengar celotehan salah satu orang. Sebaliknya, Kimbeerly mengalihkan pandangan dengan wajah memerahnya juga Alexander yang tampak biasa saja. Seolah tidak peduli dengan apa yang teman-teman Kimbeerly katakan dan sibuk dengan pikirannya sendiri.
Getar ponsel membuat Alexander tersadar. Ia melihat sebentar ponselnya lalu membisikkan sesuatu pada Kimbeerly. Gadis itu terlihat murung sebentar sebelum akhirnya mengangguk menyetujui.
"Aku tidak akan lama, Baby." Alexander berujar kembali dalam sebuah bisikan untuk menenangkan Kimbeerly.
Alexander segera beranjak pergi. Meninggalkan Kimbeerly bersama dengan teman-temannya yang juga terlihat penasaran dengan apa yang akan dilakukan pria itu hingga membiarkan istrinya sendirian. Kimbeerly hanya mampu melihat kepergian Alexander dan mencoba mengalihkan rasa sedihnya dengan bercanda bersama teman-temannya.
"Ku rasa suamimu bukan pria yang memiliki waktu panjang."
Kimbeerly merasa tersinggung dengan ungkapan salah satu temannya namun ia membalas dengan gelengan pelan. "Dia memiliki banyak waktu, hanya saja mungkin itu lebih penting."
Teman-teman Kimbeerly saling menatap dengan rasa penasaran yang tidak mampu mereka lontarkan. Biarkan itu menjadi rahasia bagi mereka sendiri lalu hilang begitu saja.
"Kau sedang dimana, bodoh? Aku menunggumu sejak satu jam tadi."
Alexander sedikit menjauhkan ponselnya begitu suara teriakan nan melengking menerpa pendengarannya. Ia berdehem sebentar lalu mulai bicara. "Kenapa malah menungguku? Aku tidak berjanji menjemputmu jika kau lupa. Dasar!"
"Apa?! Kau melupakan perkataanmu sendiri? Dasar pria suka mengingkari janji. Katakan saja jika kau enggan menemuiku dan lebih memilih pekerjaan barumu itu."
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Marsha terkejut saat mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Karena rencana putri asli, dia diusir dan menjadi bahan tertawaan. Dikira terlahir dari keluarga petani, Marsha terkejut saat mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah orang terkaya di kota, dan saudara laki-lakinya adalah tokoh terkenal di bidangnya masing-masing. Mereka menghujaninya dengan cinta, hanya untuk mengetahui bahwa Marsha memiliki bisnis yang berkembang pesat. “Berhentilah menggangguku!” kata mantan pacarnya. “Hatiku hanya milik Jenni.” “Beraninya kamu berpikir bahwa wanitaku memiliki perasaan padamu?” kata seorang tokoh besar misterius.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Anne mengikuti kontrak tertentu: dia akan menikah dengan Kevin dan melahirkan anaknya pada akhir tahun. Kalau tidak, dia akan kehilangan semuanya. Namun, itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Menghadapi penghinaan hari demi hari, dia sudah kehabisan kesabaran. Kali ini, dia tidak mau menyerah. Pada hari kecelakaan Kevil, Anne mengorbankan dirinya untuk menyelamatkannya. Meskipun dia hidup, dia akan segera menghilang di hadapan dunia. Nasib mereka terikat sekali lagi setelah bayi mereka tumbuh. Anne mungkin telah kembali kepadanya, tetapi dia bukan lagi wanita yang sedang mengejar cinta Kevin. Sekarang, Anne siap berjuang untuk putranya.