Tiba-tiba Hana bangun, mendapati seseorang yang tidur bersamanya. Tentu lah itu membuatnya kaget.. Kesadarannya masih utuh dan ia meyakini kalau dirinya belum menikah. Tapi kenapa ada orang lain yang tengah tidur bersamanya?
Hana merasa kepalanya begitu pusing. Pandangannya buram dan dunia seakan sedang mengalami gempa besar. Blur, itulah penglihatannya kini. Masa iya angka satu terlihat jadi angka sebelas. Berjalan sempoyongan melewati orang-orang yang kadang bertabrakan dengannya.
"Sialan banget mereka, ini pasti masukin sesuatu ke dalam gelas minuman gue!" Ia terus mengumpat saat berjalan sambil berpegangan pada dinding dan beberapa pintu kamar.
"Ck, ini kamar gue yang mana, nih? Elahh ..."
Menatap angka-angka yang terpampang di depan pintu kamar, tapi tak terlihat begitu jelas. Gaswat juga, kan, kalau ia salah kamar.
Saat tangannya menyentuh salah satu pintu, tiba-tiba malah terbuka begitu saja. Ia tersenyum. "Sepertinya kali ini gue nggak salah kamar," ujarnya segera melangkah masuk.
Hels yang dikenakannya ia tanggalkan, berlanjut dengan gaun hingga hanya meninggalkan sebuah tanktop dan short pant tipis. Badannya seakan
remuk dan istirahat adalah hal terindah yang akan ia lakukan.
"Good night," gumamnya tersenyum manis, kemudian langsung merebahkan badannya di kasur dan bergumul ke dalam selimut tebal.
Sebuah sentuhan tiba-tiba dirasakan Hana di tubuhnya ... membuat matanya yang mengantuk, seakan diajak untuk terbuka lebar. Kepalanya pusing, tapi dirinya berusaha untuk sadar. Ya, mungkin ini baru dua jam dirinya tidur. Mencoba mengingat kembali, kalau saat ini ia sedang berada di kamar, tapi siapa yang menyentuhnya? Dan harus diingat kalau dirinya belum punya suami, loh, ya.
Hana berusaha untuk tak yakin dengan apa yang dialaminya kini, tapi rengkuhan itu semakin erat ia rasakan dari arah belakangnya. Ia menelan Saliva nya dengan susah, sebelum akhirnya memantapkan diri untuk melihat benda apa yang kini menempel di badannya.
Bola matanya seakan mau lepas dari sarangnya, saat mendapati penampakan yang ada di badannya. Iya, benar sekali ... sebuah tangan kekar sedang memeluknya erat. Dan ia bisa memastikan kalau si pemiliknya adalah seorang cowok. Berusaha untuk tak kaget, tapi apalah daya, mulutnya tak bisa ditahan untuk tak berteriak.
Teriaknya menggema dengan nada setinggi mungkin. Kalau bisa, ia ingin membuat semua orang di hotel ini mendengar teriakannya. Asli, ini kagetnya pake banget. No kw kw.
Langsung saja, tanpa komando ia beranjak dari posisi tidurnya sambil menarik selimut, untuk menutupi tubuhnya dan menjauh dari posisi tempat tidur.
Saat berbalik badan, justru dirinya malah dihadapkan dengan penampakan yang lebih mengejutkan lagi. Bukan hantu ataupun sejenisnya, tapi bisa membuat otak sehat jadi berbelok arah. Seorang cowok dengan kondisi setengah telanjang ... bukan, lebih tepatnya dia hanya mengenakan daleman dibagian bawah, kini ada di depan matanya.
"Ini gila! Tiba-tiba gue bangun dengan seorang cowok yang ... sulit dipercaya," gumamnya sambil menggigit bibir bawahnya.
Cowok itu menatap garang kearah Hana sambil menutupi badannya dengan kemeja yang tergeletak di lantai. "Tak sopan! Memasuki kamar orang lain tanpa ijin!"
"Heiiiii!! Anda yang tak sopan, Om!" Hana menunjuk kearah cowok itu penuh kesal dengan tuduhan yang dia berikan. Ingin mengeluarkan kata-kata terlakhnat, tapi bibirnya serasa kelu. Hingga akhirnya ia terduduk di lantai sambil berteriak-teriak atas apa yang dialaminya kini.
Cowok itu menghampiri Hana dan menarik lengannya dengan paksa agar berdiri dari posisi duduknya, kemudian dengan kasar dia mencengkeram dagu Hana.
Ia berdecis. "Apa ini pekerjaanmu?!" Kemudian tersenyum licik. "Iya, benar ... demi uang dan kedudukan, semua wanita akan melakukan hal apapun juga. Termasuk mengorbankan harga dirinya bahkan tubuh sekalipun!"
Dia mendorong Hana hingga terhentak ke dinding, membuat selimut yang menutupi tubuhnya ikut melorot ke lantai. Karena marah atas ucapan dan tuduhan yang diterimanya, benda itu hanya ia abaikan. Kemudian berjalan dan kembali mendekati cowok itu seolah tak terpengaruh dengan wajah sangar yang sedang menatapnya tajam.
Tersenyum sambil bersidekap dada dihadapan cowok itu seolah menantang. "Anda pikir saya ini gadis macam apa ... menjual diri karena uang?!" Sebuah tamparan langsung diberikan Hana tepat di pipi cowok itu.
Tamparan itu langsung membekas di pipinya yang kini tampak memerah. Ditambah lagi dengan emosinya yang seolah naik ke ubun-ubun mendapatkan perlakuan dari Hana. Bahkan seumur hidup pun, ia belum pernah mendapatkan sebuah tamparan. Dan kini, dengan mudahnya gadis kecil ini melakukannya.
"Dengar, ya, om-om mesum! Saya bukan seperti yang anda katakan! Kedudukan, uang ... itu tak ada apa-apanya dengan harga diri. Itulah perbedaan pemikiran antara orang berpendidikan dengan orang yang ..." Hana menghentikan perkataannya. Ia menarik napasnya dalam. "Apa yang Anda lakukan pada saya?!" tanyanya sadar dan kembali ke pokok permasalahan.
Dia memandang kearah Hana dari atas hingga bawah ... kemudian tersenyum di sudut bibirnya. "Apa menurutmu, gadis sepertimu adalah tipeku? Nggak ada yang menarik sedikitpun apalagi menggairahkan," ungkapnya seolah meledek fisik Hana.
Tangan Hana mengepal saat mendengar perkataan cowok itu, yang lebih tepat seperti sebuah ejekan.
"Dasar om-om hidung belang! Bisa nggak, sih, jangan bawa-bawa fisik?! Saya ini masih SMA, masih ABG ... yakali body saya harus bahenol, dada saya harus ukuran big size. Keterlaluan!"
"Apa?" tanyanya sedikit kaget saat mendengar Hana mengaku sebagai anak SMA.
"Apa? Jangan sok kaget! Om mau saya adukan ke KOMNAS perlindungan anak karena sudah berbuat tak senonoh pada saya yang masih di bawah umur!?"
Dia menjentikkan jarinya dihadapan Hana. "Heii ... bangunlah dari tidurmu. Kamu kira saya ini jenis laki-laki seperti apa, yang meniduri bocah sepertimu? Bahkan terlihat tak meyakinkan kalau dirimu sudah mengalami yang namanya puberitas."
Lagi-lagi perkataan itu selalu saja mengarah pada fisik.
Hana kesal dan kali ini kekesalannya sudah berlipat ganda. Ia mendorong cowok itu hingga mundur satu langkah ke belakang.
"Keterlaluan! Katakan apa yang sudah Anda lakukan sama saya!"
"Hentikan!"
Hana tak menghiraukan bentakan itu. Ia hanya fokus dengan kemarahannya. "Apa yang Anda perbuat sama saya, hah! Katakan ... katakan!!!" Ia berteriak-teriak histeris.
Kali ini tangannya malah ditahan. "Lepasin!"
"Tak mengakui perbuatanmu, tapi malah terus mendekatiku. Oke ... sepertinya kamu memang menginginkannya, ya?"
Hana terdiam mendengarnya. Tapi secara tiba-tiba, satu tangan cowok itu sudah berada di pinggangnya dan sebelah lagi mengunci kedua tangannya.
"Ini, kan, yang kamu mau?"
"Menjauh dariku!" bentak Hana.
Dengan cepat, ia malah menciumi lekukan leher Hana ... meskipun gadis itu menolak dan berusaha menghindarinya. Inilah akibat jika berurusan dengannya. Seolah olah ancaman yang yang dilontarkan padanya, justru malah berbanding terbalik.
"Ini, kan, yang kamu mau?!"
"Lepasin aku!!!"
Bahkan saat ini tangan Hana sudah terlepas dari cengkeramannya, tapi tak membuat gadis itu bisa melarikan diri dari hadapannya.
Entah berapa goresan yang ada di punggungnya kini karena serangan dari kuku gadis itu. Benar benar gadis kecil yang nakal.
"Menjauh dariku!!" Ia terus berteriak-teriak dan mendorong om-om mesum itu dari hadapannya. Rasanya kukunya juga sudah ia kerahkan untuk menggores punggungnya, tapi tetap saja gagal.
Kali ini justru hal yang tak terduga dilakukannya pada Hana. Iya, dia mencium bibir gadis itu. Dan apa yang respon yang ia dapat? Tadinya Hana yang berontak, memukulinya, berteriak-teriak, menggaruk punggungnya layaknya singa betina yang sedang mengamuk, kini semua itu terhenti seketika. Sebuah cairan bening, hangat ... menetes dan tak sengaja, jatuh mengenai pipinya.
Hana masih terdiam membisu tanpa ekspressi saat cowok itu masih melakukan aksinya. Matanya membola, tapi cairan bening itu sudah menetes dari kelopak matanya.
'Ini hanya mimpi Hana... ini hanya mimpi ... ini hanya mimpi.'
Menutup kedua matanya, berusaha meyakinkan hatinya kalau ini semua tak benar. Ini hanya mimpi buruknya saja. Di saat bersamaan, pintu tiba-tiba dibuka dari arah luar.
"Apa yang kamu lakukan, Justin?!"
Pertanyaan itu membuat aksinya pada Hana terhenti seketika dan pandangannya beralih kearah sumber suara. Tak hanya itu, Hana yang ada dihadapannya, lebih tepatnya berada dalam dekapannya tiba-tiba ambruk tak sadarkan diri. Nyaris berakhir di lantai, tapi dengan cepat ia menahan hingga akhirnya gadis itu berakhir di pangkuannya.
Cinta datang memang tak memandang siapapun. Termasuk memandang kadar otak seseorang. Bahkan, seseorang yang bisa di bilang memiliki kadar otak rendah pun, bisa memiliki cinta seseorang yang pintarnya kelewatan. Tapi, bukan kehidupan namanya, kalau tak ada penghalang. Begitupun yang di alami oleh Axel Leo Dinata dan juga Elvio Nadira. Apakah mereka berdua bisa dan sanggup menghadapi halangan dan rintangan pada hubungan mereka?
Dijodohkan oleh mamanya dengan Cheryl, membuat Arland menentang keras semua itu. Ia tak ingin jika dirinya menikah tanpa rasa cinta. Apalagi dengan Cheryl yang sudah dianggap seperti adik sendiri. Kiran, tiba-tiba gadis itu memasuki kehidupannya. Niat awal pura pura menjadi sepasang kekasih untuk menggagalkan niat mamanya, kini justru dirinya malah diserang karma. Yap, cintanya yang sebenarnya benar-benar muncul untuk Kiran. Saat apa yang diharapkan terjadi, justru masalah kembali muncul. Hubungan keduanya justru tak mendapat restu dari mama Arland.
Dijodohkan. Satu kata yang menurut Kim benar-benar sebuah kata sial. Bagaimana tidak, tiba-tiba saja kedua orang tuanya memberikan pilihan tersulit. Menikah dengan laki laki yang sudah mereka pilihkan, atau justru melepaskan semua aset-aset pribadinya. Awalnya menolak, tapi ia pasrah ketika mamanya memohon. Tak mengenal, bahkan Kim tak tahu siapa laki-laki yang dijodohkan dengannya. Hingga akhirnya semua terungkap bahwa dia adalah Alvin, gurunya sendiri. Bayangkan. Bagaimana jadinya hubungan pernikahan di antara guru dan murid ini? Bukankah itu seperti perpaduan antara air dan api. Bukan hanya perbedaan usia, tapi juga pola pikir.
Julita diadopsi ketika dia masih kecil -- mimpi yang menjadi kenyataan bagi anak yatim. Namun, hidupnya sama sekali tidak bahagia. Ibu angkatnya mengejek dan menindasnya sepanjang hidupnya. Julita mendapatkan cinta dan kasih sayang orang tua dari pelayan tua yang membesarkannya. Sayangnya, wanita tua itu jatuh sakit, dan Julita harus menikah dengan pria yang tidak berguna, menggantikan putri kandung orang tua angkatnya untuk memenuhi biaya pengobatan sang pelayan. Mungkinkah ini kisah Cinderella? Tapi pria itu jauh dari seorang pangeran, kecuali penampilannya yang tampan. Erwin adalah anak haram dari keluarga kaya yang menjalani kehidupan sembrono dan nyaris tidak memenuhi kebutuhan. Dia menikah untuk memenuhi keinginan terakhir ibunya. Namun, pada malam pernikahannya, dia memiliki firasat bahwa istrinya berbeda dari apa yang dia dengar tentangnya. Takdir telah menyatukan kedua orang itu dengan rahasia yang dalam. Apakah Erwin benar-benar pria yang kita kira? Anehnya, dia memiliki kemiripan yang luar biasa dengan orang terkaya yang tak tertandingi di kota. Akankah dia mengetahui bahwa Julita menikahinya menggantikan saudara perempuannya? Akankah pernikahan mereka menjadi kisah romantis atau bencana? Baca terus untuk mengungkap perjalanan Julita dan Erwin.
"Kau pikir aku mau menjadi istrimu?" Rose tertawa mencemooh. "Not in milions time." "Ya, Rose. Kau akan menggantikan Rosa! Aku tidak butuh dirimu menjadi istriku karena aku hanya perlu kau berdiri di sana menggantikan Rosa!" Ucapan Robert penuh penekanan. "Kau tahu apa yang terjadi jika menolakku? Pertama, aku akan menjaukan Kenzie dari jangkauanmu, kedua, aku akan membuat Romeo ayahmu di deportasi, ketiga, aku akan menjual dirimu ke rumah bordil!"
BRUUKKKKK!! Acre berbalik dengan tergesa kemudian menabrak seorang pria berseragam loreng yang sedang menerima telfon di depan toserba itu. Dan naas nya, ponsel merek Iphone 14 yang digenggam pria berseragam loreng itu pun terlempar ke tengah jalan raya kemudian terlindas oleh mobil picanto yang sedang melaju kencang malam itu. "Hp saya!!!" teriak pria berseragam loreng itu. "Arghh!! Picanto sialan!! Dan Kau!!" Pria itu menatap Acre dengan tatapan tajam. ''LAKUKAN APA YANG SAYA PERINTAHKANN!!!" Pria itu berkata dengan mata tajam dan menyala, membuat Acre ketakutan. ****** Amore Acresia, yang sering dipanggil Acre, awalnya menjalani studynya dengan beasiswa di Luar Negeri tepatnya di Los Angeles California barusaja dipulangkan ke Indonesia karena adanya wabah yang menyerang di seluruh belahan dunia yaitu Corona Vyrus. Amore kembali ke kota kelahirannya, Kudus dan terlibat inseden dengan seorang tentara yang sedang bertugas pam atau pengamanan Covid di kota kelahirannya tersebut. Acre harus bertanggungjawab atas insiden tersebut. Sang tentara kemudian sedikit menaruh perasaan pada Acre akibat insiden tersebut, tetapi sang tentara harus kembali ke Semarang karena Covid sudah mereda. Seperti apa kisah mereka selanjutnya? A. Tan mengungkapkan kisah Amore Acresia (Acre) dan Sang tentara bernama Alexander Yudha (Alex), yang terjadi dengan goresan yang memikat!
Kesalahan satu malam, membuat semuanya menjadi hancur lebur. Miranda berawal hanya bersenang-senang saja, tapi sialnya malah dia terjebak malam panas dengan Athes Russel. Hal yang membuatnya semakin kacau adalah pria itu merupakan teman bisnis ayahnya sendiri. “Kita bertemu lagi, Miranda,” bisik Athes serak seraya memeluk pinggang Miranda. Miranda mendorong tubuh Athes keras. “Shit! Menjauh dariku, Jerk!” Athes terkekeh sambil membelai rahang wanita itu. “Bagaimana bisa aku melupakanmu? You’re so fucking hot.” *** Follow me on IG: abigail_kusuma95 (Informasi seputar novel ada di IG)
M-mama? Sedang apa Mama disini?"Tanya Rudi yang tiba-tiba merasakan ada tangan yang ada di bahunya saat ini. "Mama haus," ucap Nina yang sedang asik memainkan tangannya di area punggung menantunya itu. " Jangan begini,ma! Mama jangan lupa kalau aku adalah menantu Mama,suami dari anak kandung Mama sendiri," ucap Rudi yanh berusaha untuk mengingatkan Mama mertuanya itu dan sambil melepaskan tangan Nina dan menjauh dari tempat Nina berada. Melihat reaksi sang Menantunya itu, Nina yang haus akan belaian itu,bertekad untuk mendapatkan Rudi malam itu apapun caranya. Tiba-tiba sebuah ide muncul didalam pikirannya,-
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"