Hukum tercanggih di dunia telah lahir! Profesor Eldric harus cepat membawa FANTASIA muncul ke permukaan. Namun, dia malah terancam dikambinghitamkan oleh seorang mahasiswi sosiopat bernama Lumi Savierra. Kesepakatan antara malaikat dan iblis di dunia teknologi pun akhirnya terjadi. Lumi bertekad lolos dari hukuman Fantasia. Sebagai gantinya, Eldric tak boleh menjebloskan Lumi ke penjara biasa setelah perempuan itu membuat seseorang mati. Siapa yang menyangka perasaan istimewa tumbuh di antara keduanya? Bagaimana mereka bisa bersatu sementara terhalang jeruji mematikan? Dapatkah mereka selamat dengan ancaman yang mengintai Fantasia?
Seorang gadis menyilangkan kaki sambil mengetuk-ngetuk angin. High heels merah yang digunakannya tampak berguncang kecil. Rambut panjang lurus gadis itu menyapu paha saat ia menopang dagu. Kedua bola matanya berputar pertanda ia mulai bosan menunggu.
Terdapat sebuah map berisi beberapa lembar kertas putih di kursi sebelahnya. Meski dia cukup risih dengan benda itu, nyatanya manusia lebih membuatnya risih.
Dia lantas memanfaatkan benda ringan itu untuk membuat jarak dengan manusia lain. Namun tetap saja, sekali lagi dia harus berhadapan dengan dunia yang menyebalkan.
Seorang laki-laki berambut pirang dengan frekles menghampirinya.
"Halo, boleh saya duduk di sebelahmu?" tanyanya.
Gadis itu mendengkus pelan, lalu memutuskan menatap laki-laki itu sambil menyeringai.
"Sebaiknya jangan, kursi ini terkutuk."
Alis laki-laki itu berkerut. Sebelum akhirnya, seorang sekretaris wanita muncul dari balik pintu.
"Nona Merin?" panggil sekretaris.
Tanpa melepaskan seringainya, Merin beringsut bangun sambil menyambar map miliknya. Dia melewati laki-laki itu begitu saja, lalu masuk ke dalam ruang HRD[1].
"Merin Noella Amyra, nice to meet you!" sapa sang kepala HRD.
Seorang wanita tua dengan kulit yang masih kencang. Dia mempersilakan Merin untuk duduk di sofa empuk.
Mata bulat besar gadis itu memindai seluruh isi ruangan yang menurutnya sudah seperti ruang direktur. Luasnya hampir sama seperti ruang kelasnya. Wajar saja sih, dia sedang berada di perusahaan besar. Ada dua big screen menampilkan karakter-karakter game yang sudah mendunia.
Wanita itu duduk menutupi papan bernamakan Sofia Francheska. Matanya membesar karena menyadari sesuatu yang dipakai gadis itu.
"Oh, mata birumu sangat cantik!" ucapnya basa-basi, "kami senang lulusan terbaik dari Universitas Eagle Technology mau bekerja bersama Opera Games Corporation."
"Memang sudah tujuan awalku untuk bergabung," jelas Merin sambil mengeluarkan berkas lamaran.
"Kenapa kamu ingin bergabung dengan tim digital art kami?"
Sementara tangan Sofia lihai memeriksa satu per satu berkasnya dengan antusias, Merin tersenyum tipis. Entah apa yang dipikirkan gadis itu sehingga membuat senyumannya terpancing.
"Karena ada sebuah karakter yang sangat ingin aku ciptakan."
"Well, seperti yang kuharapkan. Nilaimu sempurna untuk membuat karakter itu menjadi nyata," puji Sofia.
Tak lama setelah Sofia mengukuhkan harapan pada Merin, guratan senyum di wajah wanita itu memudar saat memeriksa berkas terakhir.
"Lisensi Fantasia?" tanyanya, "kau-"
Merin mengembuskan napas lembut. "Benar, Mrs. Saya seorang kriminal istimewa."
"Kalau begitu, mata birumu bukanlah softlens," gumam Sofia. Ia lalu menatap Merin. "Kejahatan apa yang sudah kamu lakukan?"
Merin tidak langsung menjawab. Untuk beberapa detik, dia memainkan bibir bawah dengan giginya. Memilah-milah kata yang tepat untuk disampaikan, tapi dia rasa hal itu menjadi tidak perlu. Merin membalas tatapan Sofia dengan senyuman, meskipun tersirat kesedihan di dalamnya.
"Aku membunuh seseorang."
2
Keheningan melanda ruang kelas satu di SD Pertiwi Jakarta. Semula, bocah-bocah cilik itu tak berhenti bersorak gembira karena mendapat rapor pertama mereka. Namun berkat tepukkan hangat dari orangtua, mereka menurut untuk diam sejenak.
Lesung pipi dari seorang wanita muda berbaju formal merekah. Sambil berdiri di samping meja, ia mengambil buku rapor yang tersisa dan sebuah piala.
"Baik, sekarang yang paling kita tunggu-tunggu. Anak-anakku sekalian, beri tepukkan yang meriah untuk juara kelas kita, Merin Noella Amyra!" seru bu guru.
Begitu sebuah nama mengudara, sosok gadis kecil bersepatu merah muncul dari sudut ruangan. Melewati anak-anak yang tepuk tangan dipangkuan orangtuanya.
Ia berjalan sendiri tanpa seutas senyum. Pandangannya seolah sengaja dikosongkan. Kedua tangannya mengepal. Sebelum akhirnya, ia terpaksa merengkuh buku rapor dan piala yang hampir menutupi badannya.
"Selamat ya, Merin cantik. Apa ada yang mau disampaikan kepada teman-temanmu?" tanya bu guru lembut.
Merin merapatkan kakinya. Dia menatap semua orang yang hadir tanpa ekspresi.
"Kenapa membawa ayah dan ibu kalian? Dasar kalian semua iblis! Beraninya pamer orangtua!" geram gadis itu membuat semuanya tercengang.
"Bu guru," panggilnya, "meski mereka pamer, aku tetap jadi pemenang. Piala ini buktinya."
Merin tertawa dengan ceria. Menciptakan kengerian di mimik wajah gurunya. Sementara itu, semua yang ada di ruangan menganga dengan tingkah gadis cilik itu.
Merin mengatupkan bibirnya. "Sudah ya, Bu. Merin ngantuk. Merin pulang dulu, dadaaah."
Sambil merengkuh rapor dan piala, dia berjalan begitu saja keluar ruangan. Seolah telah memahami tingkahnya, guru muda itu hanya melihat punggung anak didiknya perlahan menghilang di balik pintu.
***
Titik tulis dari si gadis bersepatu merah adalah selalu berjalan sendirian. Setiap langkahnya berburu dengan waktu, menjadikan Merin Noella Amyra telah beranjak dewasa.
Sebuah apartemen mewah berdiri di Sydney, Australia diperuntukkan khusus untuk Merin begitu dia meminta dikuliahkan di luar negeri sejak 4 tahun lalu. Menurutnya, berada jauh dari orangtuanya lebih baik daripada merasa dekat, tapi diasingkan. Ayah yang seorang pilot dan ibu yang seorang aktris terkenal membuat Merin tidak bisa menuntut banyak waktu.
Gemericik shower akhirnya berhenti. Tubuh mungil Merin dibalut oleh handuk muncul dari balik kamar mandi. Sambil meremas-remas rambut yang basah, ia menghampiri pelayan wanitanya.
"Gimana? Apa Bi Olaf membawa pesananku?" tanya Merin dengan mata berbinar.
Bi Olaf sedikit menggeser badannya. Menampilkan satu setel pakaian yang tergantung di besi. Merin menyambar jaket kulit merah sepinggang dengan deretan rantai di kedua sisi depan. Mirip seperti personel band rock.
"Bagus! Persis seperti yang aku mau," puji Merin.
Bi Olaf sedikit mendongak. "Apa tidak terlalu mencolok untuk dipakai kuliah, Nona?"
"Masa bodoh! Aku harus terlihat istimewa di hari penting ini."
***
Di tengah sebuah ruangan besar dan padat, jari-jemari seorang pemuda menari di atas papan kibord. Matanya sedikit berkedut dan jarang berkedip di depan layar tipis komputer. Cahaya terpantul ke wajahnya, menampilkan rahang yang tegas. Sesekali, telunjuknya mengusap permukaan bibir keritingnya.
Tidak ada siapa pun di sana. Setidaknya, sampai beberapa orang mulai berdatangan.
"Selamat pagi, Profesor!" seru anak laki-laki berambut cepak. Ia memimpin barisan 2 remaja lain di belakangnya.
"Sudah kubilang, Jasper. Panggil nama saja kalau di markas," keluh sang profesor.
"Maklum, Eldric. Bocah ini memang susah peka. Ketua kan masih seumuran kita," sambar Olivia Barlie, si gadis pirang berponi.
Sesaat Jasper memajukan bibirnya sambil melirik sinis gadis itu.
"Aku kan cuma waspada. Takut dianggap tidak hormat," katanya sambil beralih lagi pada Eldric, "oh iya, apa kamu sedang tidak ada kelas?"
Olivia menyela kembali dengan kekehan. "Jasper, apa sih yang kamu tahu? Hari ini kan sidang pertama seluruh jurusan. Eldric tidak mengajukan diri sebagai dewan penilai."
"Mana aku tahu! Lagi pula, kita bukan mahasiswa di sini. Benar kan, Loey?" tanya Jasper memastikan.
Loey Alexander, anak laki-laki berambut ikal itu tanpa menjawab langsung menekan saklar lampu. Markas yang dibuat Eldric Lee Peterson di sudut gedung Eagle Tech. University pun terpampang. Dosen muda itu membuat khusus markas ini untuk proyek Fantasia.
Sebuah proyek hologram untuk menghukum orang-orang jahat.
Markas Fantasia didominasi oleh lampu-lampu berwarna biru, tapi lampu yang paling terang tetap berwarna putih. Sudah pasti ratusan lilit kabel menghuni tempat itu.
Empat meja komputer membusur ke big screen yang menempel di dinding. Layaknya bunga mawar dalam film Beauty and The Beast, di tengah mereka berdiri sebuah tabung yang mengapungkan benda mirip lensa mata. Memang lensa mata, tapi mereka menyebutnya smartlens. Lensa cerdas yang bisa menyatukan dunia manusia dengan dunia hologram.
Sementara teman-temannya bersiap memulai kembali tugas di meja masing-masing, Eldric masih terfokus pada layar. Ia menopang dagu, memantau angka yang terus bergulir.
CONNECTED 3D POSITION TO SMARTLENS ... 100%
CONNECTED 2D ANGLE POINT TO SMARTLENS ... 100%
CONNECTED TIME POINT TO SMARTLENS ... 100%
CONNECTED LIGHT TOOLS TO SMARTLENS ... 100%
... 7D PLENOPTIC FUNCTION COMPLETE ...
Eldric langsung loncat dari kursinya. "Teman-teman, kita sudah sampai di tahap akhir!" seru dosen itu.
Semangat Eldric sontak menular pada ketiga temannya. Mereka berhamburan menghampiri meja kerja si ketua dengan senyum merekah.
"Bagus! Semua karakter dan situasi yang kuciptakan sudah masuk ke smartlens," kekeh Olivia.
"Jasper, periksa secara menyeluruh keamanan cyber!" instruksi Eldric. Dia beralih pada Loey.
"Loey, siapkan pengoperasian!"
Kedua anak laki-laki itu langsung mengangguk dan bergegas menjalankan intruksi.
"Kapan kita akan melakukan pengujian?" tanya Olivia.
Alis Eldric berkerut. Kedua tangannya mengepal, penuh dengan tekad dan semangat.
"Besok. Kita akan melakukannya besok."
Mendengar ketuanya bertekad kuat, kelopak mata gadis itu melebar. Tidak bisa dipungkiri bahwa terselip ketakutan di benaknya. Proyek yang sudah dikerjakan mereka selama 5 tahun akhirnya menemukan titik temu. Tidak, ini bukan akhir. Ini permulaan yang nyata. Namun, helaan napas Olivia menjadi isyarat bahwa dia akan mencoba percaya kepada teman-temannya.
Dia yakin, ini akan berhasil.
Olivia mengangguk. "Kalau begitu, aku akan menghubungi model kita, Isabella Liu."
Eldric menahan tangan Olivia saat ia hendak berbalik. Gelengan kepala Eldric membuat gadis bermata
elang itu menyipit.
"Biar aku saja. Lagi pula, aku merindukan anak itu."
Seorang model muda bernama Meydisha Renjani yang memiliki kenangan masa kecil mengerikan dan berusaha menutupinya. Namun, seseorang psikopat mengunggah novel daring berisi rahasia masa kecil Meydisha. Bagaimana Meydisha bisa menghadapinya?
Ros atau biasa dipanggil Viona adalah seorang pelacu* yang tanpa sengaja harus menjadi ibu susu bagi bayi piatu bernama Melati. Mampukah Ros menjalani tugasnya dengan baik tanpa melibatkan perasaannya pada ayah Melati?
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Semua orang terkejut ketika tersiar berita bahwa Raivan Bertolius telah bertunangan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pengantin wanita yang beruntung itu dikatakan hanyalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pedesaan dan tidak dikenal. Suatu malam, wanita iru muncul di sebuah pesta dan mengejutkan semua orang yang hadir. "Astaga, dia terlalu cantik!" Semua pria meneteskan air liur dan para wanita cemburu. Apa yang tidak mereka ketahui adalah bahwa wanita yang dikenal sebagai gadis desa itu sebenarnya adalah pewaris kekayaan triliunan. Tak lama kemudian, rahasia wanita itu terungkap satu per satu. Para elit membicarakannya tanpa henti. "Ya tuhan! Jadi ayahnya adalah orang terkaya di dunia? "Dia juga seorang desainer yang hebat dan misterius, dikagumi banyak orang!" Meskipun begitu, tetap banyak orang tidak percaya bahwa Raivan bisa jatuh cinta padanya. Namun, mereka terkejut lagi. Raivan membungkam semua penentangnya dengan pernyataan, "Saya sangat mencintai tunangan saya yang cantik dan kami akan segera menikah." Ada dua pertanyaan di benak semua orang: mengapa gadis itu menyembunyikan identitasnya? Mengapa Raivan tiba-tiba jatuh cinta padanya?