am
hkan bagian bulu-bulu halus pada wajahku, dengan foam wajah. Lalu aku members
pir selesai aku meminta Ajeng untuk mengambilkan handuk, yang memang de
ambilkan aku handuk,
Ajeng menjawab panggil
kan handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Lalu de
t handuknya juga basah," ujarnya dengan
ku di kamar mandi, membuat Ajeng membalas ciumanku dengan melumat habis lidahku. Han
ng, aku melahap kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar bergantian. Seda
g ketika mulai merasakan
ar bagian klitorisnya dengan jemariku dengan pelahan. terlihat Ajeng,
k itu mas, terusin sampa
pa menit, terlihat hasrat Ajeng yang kian memuncak, dan itu terlihat, ke
jeng berkata padaku seperti rengekan anak kecil
g masig berdiri dengan kedua kaki terbuka lebar. Lalu aku langs
russss," desahnya dengam suara ber
sensitif Ajeng keluar membasahi bibirku. Setelah itu, aku masukkan batang
n batang kelelakianku, hingga Ajeng kembali kelojotan seperti cacing kepanasan. Hanya desaha
.," rintihnya sambil memegang b
hembas batang kelelakianku dengan menahan bokong Ajeng. Hingga aku pun merasakan
cinta dalam cinta. Setelah itu, kami membersihkan diri, lalu aku mengendon
untuk berbincang-bincang tentang beberapa rencana kedepan ka
sudah menjadi orangtua. Dan itu sudah kami bahas bersama. Memang sesekali
ng. Sambil beberapa kali aku mengusap perutnya wal
n...ssstttt...ibumu luar biasa dalam permaianannya,
k bunda, kasian bunda di Rumah Sakit, u
nunjukan pukul dua siang. Dengan bermalas-malasan, aku iyakan saja permintaannya. Dalam ha
ayanginya, sama seperti
, rambutku dan mengambil kunci mobi
u ruang tamu. Tidak lupa aku memel
ni langsung istirahat kasian si dedek bayi tadi ke
dijalan," Jawab Ajen
u menyalakannya dan mulai berjalan menuju pintu gerbang. Setelah aku menutup pintu
aku pikirkan. Dari masalah bunda, masalah Dina, dan masalah Ajeng. Dalam hati
yang ada di lingkungan Rumah Sakit untuk membeli air mineral dan b
ruang rawat inap bunda. Sesampai didepan ruang rawatnya, aku berhenti sebentar untuk mengatu
sofa panjang pada ruang tamu kamar rawat inap bunda. Aku lihat
pun melihat, bunda masih tertidur dengan nyenyak. Kemudian aku menuju lemari yang berada
menyelimuti tubuhnya yang terlihat nyenyak dalam lelah. Terlihat jelas wajah cantik
g besar keluar dari branya, karena posisi tidurnya yang miring ke kanan. Sebagai lelaki
aku tidak pernah memperhatikan bentuk tubuhnya, terlebih buah dadanya
ernah sekalipun aku menyentuhnya. Karena selain tidak mencintainya aku juga terikat janji
ulu-bulu halus dikakinya, tiba-tiba Dina terbangun dari lelapnya. Akupun ter
untuk menyelimuti kamu," deng
engan santai duduk dan merapikan rambut dan pakaiannya yang sedikit terb
enjelasan mu tadi?" tanya Dina sambil melihat kearahku yang
sa dia cukup maklum mendengar apa yang kusampaikan". Jawabku
adanya," Apa kamu s
salah padanya. Mengingat dia sudah seharian ini, menjaga bunda. A
an siang,"Ayo kita makan Din, ju
nda. Walaupun tadi di rumah, aku dan Ajeng sudah makan siang, tapi karena Dina belum makan
ar Rumah Sakit, beberapa jam, untuk mencari makan siang serta aku juga minta tolong pada perawat
perawat menuju lorong-lorong bangsal Rumah Sakit untuk menuju tempat par
untuk mencari Rumah Makan yang terdekat dari Rumah Sakit. Di da
sate kambing Ma
erjalan selama lima belas menit menyusuri jalan dekat area Ruma
an disini. Karena dia sangat suka dengan sate kambing. Dan sewaktu a
t makan sate kambing muda berarti ada sate kambing tua.
n, kami memesan dua porsi sate dan dua porsi gulai. Kami pun duduk ber
lan. Setelah lima belas belas menit kemudian, pesanan kami pun telah disajikan
n tapi kami seperti orang asing satu sama lain. Semua ini karena, kami sangat menjaga urusan pri
udah sangat dipahami dan dimengerti oleh Dina. Memang terkadang aku terlihat egois deng
us pada Ajeng yang selama sepuluh tahun ini mengisi kehidupanku. Tanpa rasa lelah setiap bulan, aku selalu menjemputnya di sta
an Dina seketika me
in," S
elah pulih nanti, aku minta iz
duduk disebelahnya. Lalu D
ernah mengunjunginya, aku merindukanny
mintaannya. Setelah kami rasa sudah cukup waktu untuk berisitirahat dari kesuntukan, dengan
berkata-berkata. Kami seperti dua orang asing yang tidak punya ikatan apapun. Mungkin saja Dina berpikir tentan
bil, kami keluar dari kendaraan dan mulai menyusuri lorong-l
i aku menanyakan beberapa pertanyaan pada perawat yang berjaga disana. Baik mengenai kondisi terkini bunda dan
telah diberikan pada bunda, karena untuk beberapa hari ini diharapkan bunda punya cukup waktu istirahat agar kes
ihat, apakah bunda telah terjaga dari tidurnya. Saat ini aku berdiri pe
dan melihat disekelilingnya. Dia mendapati Aku berada
da dan masih terlihat jelas raut wajahnya yang lelah. Bunda lelah karena peny
selama ini. Walaupun akhirnya, perpisahan itu tidak bisa dihindari. Demi cinta kasih
i suami tercinta, pada saat membesarkan, mendidik diriku. ser
etika masih bekerja disebuah perusahaan. Seingatku tidak sekali
yang putri wafat, bunda seakan-akan menghuk
unda memanggil namaku da
sambil ku genggam t
n kesalahanku, dan aku adalah penyebab dari b
itu, bunda meraih tangan Dina dan menyatukannya dengan tanganku. Dan aku merasa ada ya
pikir, bisa jadi semua itu dikarenakan rasa keb
n tidak akan berpisah walau apapun yang akan terjadi," sua
permintaan bunda. Pada saat itu Aku merasa tidak bisa menolak apapun yang bunda minta. Karena aku tidak ingi
mi berdua akan selalu bersama dan Bun
na hanya menatapku, mendengar janji yang aku katakan d
ar dalam raut wajah bunda yang masih terlihat pucat pasi. Bunda langsung mencium kedua tangan kam