am
asukan mobilnya pada garasi, aku langsung ke kamar
Dina, mengharuskan aku menikahi gadis yang tidak aku cintai. Walaupun dia seorang gadis yang canti
papun. Hanya saja, kasih sayangnya, pada tante Ririn membuat ia mengikuti apa yang menjadi
u, aku katakan padanya, kalau aku tidak akan menyentuhnya. Aku juga bercerita pad
Dina selalu tahu ketika Ajeng datang ke kota. Karena aku s
ng Ajeng," ucapku padanya, untuk me
enyum, lalu dina menyambangi ucapan k
lu aku berkata padanya, "Dina, ada hal yang harus a
penuh tanya. Lalu kembali aku mengatak
ibunda, mengenai apa yang sebenarnya telah k
ku. Dan saat ini kami saling berha
ang sakit dan bagaimana mungkin aku harus melukai hatinya ya
u yang sangat berhati-hati jika harus berurusan dengan bundaku. Hanya aku p
uargaku yang tahu dan saksi dari pernikahanku dengan Ajeng, dikampung ha
adi antara bunda dan ayah. Dan semua itu karena
tanya. Oleh karena itu, aku akan bertekad mempertahan
ngku. Kala itu aku baru kelas tiga sekolah dasar. Aku yang waktu itu tidak
memohon maaf pada eyang kakungku. Sedangkan ayahku waktu itu hanya b
sebagai penyebab dari wafatnya eyang putri. Akhirnya ayah menebus rasa bersa
hari ayah selalu menyempatkan diri kesekolah untuk bisa berbicara dan mengajak ak
gga akhirnya dimasa sekolah menengah pertama, ketika eyang kakungku s
dari kota. Karena keuletan dan kejujurannya, ayah disenangi keluarga bunda. Walaupun ia
r dengan keluarga bunda. Sampai akhirnya, ayah di wisuda dan mendap
ka saling jatuh cinta dan berjanji akan menikah ketika ayah sudah bisa mencapai gelar
da perusahaan tempat ayah bekerja. Karena ayah merasa penghasilan dan jabatannya telah pantas u
n menghina ayah dengan kata-kata yang kasar. Seketika harapan ayah untuk mempersunting
pergi dari rumah untuk menikah dengan ayah. Setelah kejadian itu, bunda
penyebab dari wafatnya eyang putriku. Sebagai rasa bersalah, maka bu
kehilangan eyang kakung seper
auh, ketika harus mendeng
-temannya. Tetapi baru saja Dina melangkah menuju
, sandiwara kita yang sudah sepuluh tahun i
a terduduk lesu di pinggir tempat tidurnya, karena sela
rus kita lakukan, Bra
tatapan tajam. Dan untuk pertama kalinya aku melihat, alis tebal Di
sejujurnya pada bunda dan ma
yang menjadi pendapatku. Dan ia men
Bagaimana mungkin aku membuka aib diriku yang selama ini aku tutupi?" Isak ta
rnya diisi dengan tangisan Dina. Dan aku yang tidak bisa melihat seo
Dina masih terlihat menangis di pinggir tempat tidur kamar kami. Ada sebersit rasa kasihan
ng aku hanya mencintai Ajengku. Dilema bagi diriku saat ini adalah, harus mengatakan yang sesungguh tel
ah. Teringat beberapa tahun yang silam. Ketika kami sama-sama memakai baju abu-abu. Di
nyak wanita tergila-gila padaku. Tetapi menurut pandanganku saat itu. Ajeng yang tidak pernah merespon ketika
ng membuat aku sangat kepicut dengan Ajeng yang memp
adian ketika aku dan ajeng j
i saja dulu, karena ia ing
al itu, Tetapi karena rasa penasaranku dan ras
dengan kepribadian dan keluwesannya sebagai seorang rem
sama pamannya. Karena ayahnya telah wafat ketika dirinya masih kecil. Aku i
kan banyak hal dirumah itu. Waktu itu sore h
ke bioskop. Sewaktu aku kesana, Ajeng sedang menyapu. Setelah itu aku lihat ia
gu, aku mandi dulu yaa," ucap Aj
r lebih dari tiga puluh menit, aku ditemani oleh pamannya. Dar
lam perjalanan Ajeng terlihat canggung. Dia hanya
yang berhubungan dengan ha-hal yang waktu itu sedang tra
n membeli tiket untuk menonton dan membeli beb
yakin kalau dia pun mencintai aku, maka aku beranikan diri umtuk menganden
rang, mungkin saja akan terlihat warna dari
i untuk tetap mengengam tangan Ajeng. Sedangkan Ajen
emana sampai sampai aku tidak tahu jalan ceritanya. Aku ters
han jiwaku. Terlalu sulit melihat celah
isi baik dan santunnya Ajeng, ketika ak
tuk kedua kalinya. Setelah Dina menangis dan aku terdiam di kamar kami. Tidak ada yang bisa kami
ngat dan keyakinan atas pembica
t ini sudah banyak berkorban dan berusaha memahami atas apa yang sudah terjadi dalam keluargaku. Ja
a paruh baya yang cantik dan bersahaja. Ketika ibunda melihatku,
i luar kota Bram?" tan
ng, bunda sudah terlelap maka, Bram tidak i
rong kursi roda bunda hingga sampai ke meja makan. Bunda mengalami stroke b
, tetapi aku tidak meliha
lah semalam hingga belum b
bungan intim, sehingga ia meyangka, Dina terlambat bangun tidur k
lesai makan, bunda berbicara padaku perihal keinginannya melihat cucu yang sel
hal yang penting. Maka ketika aku, bunda, dan Dina duduk di ruang keluarga. Ak
aru mendengarnya. Sampai-sampai dia minta Dina
ng kataku," Tapi bunda...
ari Dina," ujarku pada bunda d
, membuat bunda terkejut, dan
ihat keryitan dahi bundaku
engah atas hingga Ajeng menunggu sampai aku selesai kuliah. Dan akupun bercerita pada ib
gala persiapan pernikahan sudah disiapkan tanpa seizin diriku. Namu
da, kalau ayahlah yang menjadi sak
histeris menangis dan jatuh pingsan. Aku tidak tahu harus bagaimana dengan hal ini.
g telah sepuluh tahu aku dan Dina tutupi. Tetapi aku sama sekali belum sem
Ada penyesalan, ada kesedihan, ada pula perasaan lega ketika semua k
kan harus menginap beberapa hari di Rumah Sakit. Karena dokter harus memantau penyak
da pingsan. Akupun mengatakan apa yang harusnya aku katakan. Perihal keterk
Kalau selama ini kami sering bertemu, makan bareng, memancing
tika aku ingin meninggalkan bundaku untuk istirahat, aku baru menyadari kalau bunda sudah terli
takan semua ini, karena aku merasa inilah jalan ke
dalam keadaan tertidur lelap, aku pun