h seorang guru tari di Sanggar Tari Pelangi. Kino tak pernah tahu usia wanita itu yang
asa-biasa saja Tetapi Mba Rien memiliki mata yang sangat indah, bening dihiasi bulu mata le
u itu Kino tergolong "terlambat" dalam soal pacaran. Ia tidak punya
kata teman-temannya gadis itu tergolong ratu. Bagi Kino, ia memang ratu, tetapi entah kenapa ia
k perempuannya, Susi, ke sanggar untuk latihan menari. Kino sangat sayang kepada adik sat
ke ruang latihan di tengah kompleks sanggar. Saat itulah ia melih
kejap melirik Kino. Suara wanita itu lembut tetapi bernada
ntu ruang latihan. Mba Rien mengangkat muka, dan tersenyum kepada Kino. Agak
uju tempat segerombolan anak-anak yang sedang bersiap belajar menari. Kino masih berdiri, mema
dan baju ketat, menampakkan lika-liku yang menawan. A
hnya merah karena malu. Kepada siapa? Entahlah. Tetapi perjumpaan pertama dengan Mba Rien berbekas
kin kamu bisa meremas-remas tubuh itu! ucap suara lain di kepalanya
a lebih kecil dari biasanya, dan selakangannya
kan ya. Lalu, ia pun tiba di sanggar 15 menit sebelum waktu latihan se
n anak-anak kecil. Pandangan Kino tak lekang dari gerakan-gerakan Mba Rien, dan entah kenapa ia kini mengerti
gan, melenggok ke kiri, menggerakkan pinggulnya ...., Kino menela
aran rumput. Tetapi, seperti ditarik magnit, muka Ki
alau perbedaan terang menyebabkan matanya agak si
lihat remaja itu betah duduk sendirian. Biasanya, para penjemput murid-m
da umumnya, di kota kecil ini, menari bukanlah sesuatu yang mena
tapi tetap dalam keteduhan pohon kamboja. Entah kenapa, ia tak berani lebih dekat. S
a. Sebab itu, ia berhenti setelah dua langkah saja. Ia
Lalu, sambil melepas stagen, ia berjalan ke pintu. Dilihatnya Susi berlari ke arah penj
sebahu kini tergerai, Rien berdiri di pintu dan beruc
, Dik...," ujarnya. Kino cuma bisa meny
ah melihat senyum itu. Entah kenapa, senyum itu tampak menarik sekali. Rasanya
eng tangan Susi menuju sepeda. Rien kembali tersenyum memanda
merasakan darahnya berdesir membayangkan Mba Rien. Percuma ia mengguyurkan bergayung-gayung air dingin ke tub
gan handuk dan lari ke luar kamar mandi menuju kamarnya. Mudah-mudahan tida
membayangkan Mba Rien. Lagi-lagi terbayang pinggulnya yang padat berisi, pi
tu yang paling menawan. Selalu basah, dan tampaknya lembut sekali. Apalagi kalau ia terse
h agak larut, dan rumah sudah sepi. Tak ada suara-suara, selain jangkerik. Kino menelungkupkan tubuhnya.
lakiannya ke kasur. Matanya terpejam, dan terbayang ia berada di at
la! Kino terlonjak ketika merasakan cairan hangat mengalir cepat membas
untuk bisa mencuci sendiri celana dalamnya, tanpa
u sudah ada setengah jam sebelum latihan usai. Setengah jam! Betapa lamanya ia akan menanti di s
lam hati, mengapa gerangan remaja itu begitu betah menunggu adiknya. T
juga ia tertarik pada tarianku. Siapa tahu? Atau mungkin tertarik pada dua-duanya,
ar tubuh memberi contoh, diikuti oleh bidadari-bidadari k
, putar....," suaranya lembut,
ayup suara Mba Rien sampai di telinganya. Terdengar merdu.
sendiri. Dicabutnya sebatang rumput, dimain-mainkannya di antara jari-jari
g seusia dengannya itu tidak semenarik Mba Rien, padahal Alma juga cantik. Kino menarik
mencari-cari, kemana gerangan wanita itu. Kino bahkan memiringkan tubuhnya, sampa
muridnya masih bergerak sesuai irama
ik tembok rumah di sebelah ruang latihan. Rupanya, ada gang yang menghubungk
n kembali ke ruang latihan, tetapi tidak melalui gang, melainkan lewat pintu depan. Lewat
Senyum yang memikat Kino terhias di bibirnya. Kino menelan ludah, tak bisa menya
Mba Rien lagi, le
melanjutkan langkah mendahului masuk. Pelan-pelan Kino menyusulnya. Ketika ia tiba
tak ada satu pun di sana. Ia lalu berdiri saj
kalau ia memang tertarik pada tarianku -atau tubuhku!- biar saja ia berdiri sampai pegal.
i terlihat senang melihat kakaknya sudah hadir. Berkali-kali Susi keli
k di bibirnya, memperingatkan Susi agar tetap
berdiri, tetapi juga karena sebenarnya ia agak tersiksa. Betapa tidak? Sejak tadi ia t
kikuk ketika akhirnya Rien berdiri di hadapannya, cukup dekat u
ang lekat remaja di hadapannya. Senyumnya
ecil, "Saya pikir kamu suka. Sebab,
nya saya suka ..,"
yumnya mengembang lagi. Kino menelan ludah lagi. "Seb
menonton saja." ja
tanya Rien. Wah! Kino tertunduk, mu
ki-laki belia ini! Ia ke sini untuk menontonku, melihat tubuhku! Dan kesimpulan ini membu
mengangkat muka, melihat kedua tangan Rien terangkat, dan samar-sama kedu
lama membuka ikat rambutnya, membiarkan remaja itu melihat apa yang ingi
tangannya pulang. Sambil menggumamkan selamat sore,
h ia harus menjawab seruan itu? Ah, sudahlah! sergahnya dalam hati dan cepat-cepat mendayung. Dari ke
dan pandai menggoda itu. Sekali waktu ia mencoba menghindar, meminta kepada
idak berjumpa Mba Rien. Dan itu artinya, sudah sebulan ia ti
ukup populer di kota kecil ini. Kino datang bersama teman-temannya, tentu hanya untuk menonton band. Acara tar
ainkan lagu ketiga, Kino pergi ke belakang panggung untuk bu
, Kino melihat Mba Rien duduk di sebuah bangku. Langkahnya terhenti, lalu ia menyelinap ke balik t
, memperlihatkan lehernya yang jenjang dan agak basah oleh keringat. Ia tampak letih, dan sedang
tu bangkit menuju ke sebuah kamar di belakang panggung. Kino mengikuti ger
lam terlihat terang berderang tetapi sepi. Berjingkat, Kino berpin
sehingga masih tersisa celah untuk melihat ke dalam. Dengan jantung b
ang yang ternyata adalah ruang ganti pakaian bagi para artis. Ia tiba di depan pintu ruang itu,
las, apalagi kemudian ia berputar menghadap sebuah cermin yang pantulannya terlihat dari tempat Kino berdiri.
di tanah. Dengan kuatir ia melihat ke sekeliling, takut kepergok. Tetapi sua
bercelana dalam dan berbeha, dan tubuhnya indah bukan main
ien sudah berganti rok panjang dan baju hem coklat. Tetapi bagi Kino, rasany
pikirnya, seseorang tadi mengintipku berganti pakaian. Cepat-cepat dikuaknya pintu, dilongokkannya kepala, bersiap berter
kan band di depannya terasa hambar. Teman-temannya terlihat girang, tetapi ia sendiri kurang
i. Ia tidak menjawab, dan hanya menggumam sam
..," gerutu Iwan,
dan terus melangk
ranjang, meremas-remas kelaki-lakiannya yang me
tertahan, merasakan cairan han
yak sambil berharap bertemu Mba Rien di alam mimpi. Namun mimpinya ternyata
ambu