menggigit kecil, menghela nafas menghirup semerbak tubuh wanita yang menggairahkan ini. Rasa terimakasi
i kata itu seperti kehilangan makna. Dan Kino tak mau berhenti, malah semak
pangkal leher. Tangannya dengan cepat menyibak kaos wanita itu, sekaligus membuka be
mendesah, dan perlahan tangannya yang tenggelam d
h indah di antara kedua payudara yang membusung-mengembung-menggairahkan. Harum se
in itu sehingga Mba Rien menggelinjang dan menjerit kecil, "Oh, .... jangan Kin
a daya, sebuah penyerahan yang tak terelakkan. Apalagi ketika mulut pemuda y
jangan itu... ", erang Mba
edot puting kenyal yan
seperti hendak mencari kekuatan dari situ. Dunia nyata seperti menghilang dari pa
seakan kini seluruh hidupnya bergantung di sana. Tak ada
ulut Kino yang kini mengemut-emut puting susunya. Kino pun semakin bersemangat, meny
bunya? Pikir Kino sambil membayangkan b
enit lalu bergeletar terlanda orgasme. Kini kedua kakinya membuka lebih lebar lagi, dan tak sadar ia m
pa yang baru saja ia pelajari dalam permainan serba menggairahkan ini. Tangan i
robos-menelusup, meraih-raih. Rien membuka pahanya semakin
aku ingin ....," Mba Rien seperti kehab
tapi ia tidak berani bertanya. Mulutnya tak hendak lepas
sang bibir di bawah sana. Telah menebal, bibir-bibir
yang halus menggelincirkan. Terkadang, jari itu menelusup jauh
agian bawahnya tiba-tiba terangkat meninggalkan kasur, dan akibat gerakan itu jari Kin
Kino di ujung jari yang dilingkari sebentuk otot l
".... teruskan ... masukkan .
suri dinding licin bak sutra yang basah. Dan Rien semakin ker
rik lagi, tetapi didorong lagi. Ditarik-didorong. Ditarik-didorong. Berkali-kali,
ecil yang terputus-putus... ah ... ah ... ah. Lalu ia menggelepar kuat sekali, d
ak bicara, karena wanita itu menggeliat, mengguling ke samping, lalu
staga, apa yang
hnya agak memerah dan bibirnya yang menggairahkan itu seperti tomat matang. Matanya setengah
ula, kini ia kuatir ada orang yang mendengar kegaduhan di kamar ini, walaupun ia juga t
lah kamu lakukan," ucapnya masih agak terengah. Pakaiannya semrawu
no pelan. Ia sungguh-sun
u ia bangkit dan merapikan pakaiannya, tetapi tidak memakai
tak perlu minta maaf untuk itu ..." lanjut Mba
bawah kuping. Kino menggeliat kegelian, lalu balas memeluk pinggang Mba Rien. Kemudian ia mendengar w
uat apa. Lalu dengan lembut tetapi agak memaksa, Mba Rien mendorong tubuh pemuda itu sehingga telen
ng telah menggembung dan agak basah di sana-sini. Ah, Kino pun hanya bisa mem
satu-persatu dengan ketrampilan dan ketenangannya. Tak lam
iat kegelian ketika bibir basah wanita itu tiba di putingnya yang
i hanya mengerang tetapi juga merintih. Enak sekali, ternyata jik
alik celana dalam Kino, dan menemukan kejantanan pemuda itu tegak-keras-pa
buah kenyataan yang dimimpikannya. Tubuhnya meregang merasakan jemari itu melakukan sesuatu yang
er kenikmatan saling bertumbukan di tubuh Kino, menyebabkan pemuda ini bergetar hebat. Sebuah
eorang lifter bersiap-siap mengangkat barbel, seperti kuda yang bera
u saja tak pernah lebih besar dari semula. Tidak seperti puting payudaranya Mba Rien. Tangan
ang mencari jalan keluar. Apalagi kemudian satu tangan Mba Rien yang masih bebas, ikut berma
membuat Kino menggeramkan penyerahannya, mengerangkan kepasrahannya, ketika denga
ba Rien terasa seperti awan yang membumbung membawa tubuhnya
ata seakan berkeping-keping. Meledak mengamburkan pij
sebelahnya, dengan kepala tersandar ke dadanya. Nafas mereka berdua masih memburu.
nuju kamar mandi. Segalanya seperti sediakala, kecuali ranjang yang berantakan tak
ik-baik dan diletakkan di kursi meja rias. Setelah menghela nafas dala
Wajahnya penuh senyum seperti biasany
buka percakapan, bahan pembicaraan terasa hambar, dan wanita yang wajahnya bersin
di pintu depan memandangnya pergi. Kino tak bisa melihat wajahnya,
a. Gelap malam segera menyambutnya, merangkulnya dengan embun basah yang segar.
bersama Mba Rien. Seminggu setelah itu, sekolah dimulai
i ia punya aktifitas baru: mengantar Alma pulang. Mengerjakan PR bersama. Latihan vocal g
ena ia tidak bisa berenang), mereka masih dengan riang saling berlomba mencapai ba
ebabkan mereka terpaksa berteduh di gua. Tak sekali pun mereka pernah membicarakan ade
alam itu, seperti halnya ketika ia melupakan kejadia
ambu