anggar Mba Rien. Sebelum berangkat, ia sudah bersumpah untuk tidak berlama-la
lu diantar sampai pintu ruang latihan. Susi menci
erbang halaman sanggar. Turun dari sepedanya, Kino tergagap menyampai
amu tidak kelihatan. Kemana
no menunduk. Adiknya suda
a!?" sergah Mba Rien sambil tersenyum manis. Kino menyahut dengan guma
agi, dan tiba-tiba tangannya telah menyentuh tangan Kino. Tergagap, Kino m
ang kini sudah memegang erat satu tangan Kino dan menariknya masuk ke halaman sanggar. Kino
ning muda dengan leher V yang agak rendah. Ia juga tidak berdiri memberi contoh di
a Rien. Bagi Kino, anak-anak itu kelihatan seperti daun-daun kering yang berterbangan d
sir cepat melihat rok span wanita itu terangkat sampai setengah pahanya. Ad
g berdiri lama ketika menari. Mba Rien sendiri sedang serius memperhatikan anak-anak m
melihat seluruh pangkal paha Mba Rien. Celana dalam berwarna putih, tipis menerawangkan warna kehitaman di
tiba-tiba sadar akan posisi duduknya. Remaja yang sekarang sedang pura-pura memperhatikan tarian itu pasti
iknya, ia malah bangkit membuat Kino memalingkan muka dengan wajah
erdiri, dan tanpa menunggu jawab ia berkata lagi
erti kerbau dicucuk hidungnya. Entah kenapa, wa
a sebuah lemari es besar, dan Mba Rien tampak sedang membukanya dan mengambil beberapa minuman botol.
bagian belakang tubuhnya yang seksi terlihat nyata di mata
pi Kino menolak halus. Mereka berbincang-bincang, atau lebih tepatnya Mba Rien b
Kino adalah adik lelaki yang tak pernah dimilikinya. Saudara kandungnya semua perempuan, dan
kebanyakan remaja seusianya. Kino juga sopan, walaupun matanya sering na
yang sama. Saat itu, pikirannya tak lekang dari gairah seks dan law
mengucapkan terimakasih atas suguhan Mba Rien, dan Rien melamb
bisa bosan? ujar
enari, karena kini ayah dan ibu menyuruh Susi lebih berkonsentrasi ke pelajaran sekolah. Ujian akan berlan
n dengan senang hati mengajak Kino ke pantai jika waktu senggang. Seperti kali
ba Rien ingin berenang. Dan ternyata Rien memang sedang tidak
telah berkali-kali mereka berenang bersama di sungai, di kolam renang, maupun di
di sanggar. Teman-teman Kino pun kini tahu, bahwa di antara Mba Rien dan Kino "ada apa-apa". Tetapi
di luar kota. Niken tidak ada di sanggar karena harus belanja ke pasar. Rien dengan
ke sebuah bukit pasir yang dipenuhi semak, karena tempat itu jauh lebih sejuk di band
i tengah laut. Mba Rien bukanlah perenang yang dapat diremehkan, begitu selalu kata K
jika berenang ke pantai. Rien merebahkan tubuhnya yang penat di sebelah Kino yang juga sudah tergeletak kecapaian. Mereka t
a Rien berucap, ha
it. Mba Rien masih tergeletak dengan ma
Mba?" ta
ang jujur ya!" kata Mba Rien, masih memej
tak tahu harus menjawab apa. Di hadapannya tergeletak seorang wanita dewasa, den
matanya, memandang Kino dengan sinar mata yang m
Lalu Rien melakukan sesuatu yang selama ini tak pernah terduga oleh Kino. Ia membuka pakaian renangnya
ama nafas pemiliknya, dengan puncak yang dihiasi dua
indah di hadapannya. Mulutnya terkunci rapat. Rien tersenyum
suka melihat tubuh saya, bukan?" ucapnya
Kino tergagap, mengangkat mukanya dan mem
nau di kaki bukit tempat teman-temannya biasa memancing. Sebuah h
ba Rien?" ucap
tangannya semakin kuat, dan kini perlahan-lahan mengangkat tangan
ncak-puncak payudaranya yang membusung. Kino segera menarik kembali ta
di atas payudaranya. Kali ini Kino tak menarik tangannya, dan membiarkan kedua telapak tangannya me
a di puncak-puncak payudara Mba Rien. Baru kali ini, setelah lepas dari su
h menuntut. Kino hanya bisa mengangguk dan menatap lekat mata Mba Rien, seakan-
ya, dan mengusap lembut wajah Kino. "Kamu sekarang sudah dewasa, Kino!"
, terjun sambil berteriak riang, dan melesat m
ra memadamkan api yang tadinya sudah hampir membesar. Kino menyelam sedalam-dal
i mengejar wanita yang baru saja memberinya pelajaran sangat b
an berikutnya. Kino kini sangat dekat dengan Mba Rien-n
ur sekali kakak-beradik itu!'. Bahkan kedua orang tua Kino memandang seperti it
ng sangat menentukan. Bagi Rien, kini Kino adalah seorang lelaki sempur
ubah menjadi kupu-kupu. Dan Rien adalah seor
di hutan kecil dekat danau. Mereka berangkat setela
lu Niken sakit perut karena datang bulan, dan Dodi harus mengantar
liter, lengkap dengan sepatu bot, dan t-shirt hijau tua. Berdua mereka menyusuri jalan setapak, masuk
h dipenuhi kenari. Dengan gesit, Rien berlarian menemukan kenari-kenari yang masih utuh di tanah. Kino s
encari tempat berteduh, dan beruntung karena tidak jauh dari situ ada sebuah gua kecil bekas persembunyian tentara Jep
ua kecil ini tidaklah terlalu dalam, tetapi sangat lembab, sehingga dindingnya dipenuhi lumut dan menolak, dan bahkan merentangkan tangannya ke belakang, balas memeluk kedua lengan Mba Rien. Perlahan-lahempel erat. Rien merebahkan kepalanya di punggung pemuda belia yang harum sabun mandi ini. Sebent
Sementara langit mulai gelap menjelang sore. Rien sedang berpikir-pik
etap memejamkan mata dan merebahk
ucap Kino pelan. Rien tersenyum dan be
us menjawab apa. Seperti apa ia ingin
pelukannya. Ia berkata lembut, "Sin
buhnya agak lebih pendek sedikit darinya. Dagu Kino menyentuh dahi Mba Rien,
dewasa! pikir Kino dalam hati, dan ia merasakan se
nya yang hangat menyerbu leher Kino dan menelusup ke dalam t-shirtnya. Kino pun bergidik, membuat Rien
bun wangi, desahnya dalam hati. Persis seperti wangi bayi kakaknya yang dulu ia sering bantu mem
Rien. Tanpa disadari, Kino menunduk dan menempelkan wajahnya ke wajah Rien
no. Berdesir cepat darah Kino merasakan bibir basah yang hangat mengulum bibirnya, dan
iarkan Mba Rien mengerjakan segalanya, termasuk memaksanya
tidak tahu harus berbuat apa. Maka ia diam saja, membiarkan Mba Rien mengulum-ulum bibirny
h ia tampilkan, kini menyeruak keluar dengan kekuatan sendiri tanpa dapat dicegah. Telah lama
upun ia membiarkan Kino memegang payudaranya di pantai, itu ha
tapi kini, di gua yang gelap dan dingin ini, Rien kaget
an dengan satu tangan ia menghapus bekas-bekas ludah di bibir Kino. Sambil t
mengerti. "Kenapa berhenti
bukan pacar saya...," kata Mba Rien, masih dengan su
Kino bersikeras. Rien tersenyu
" tanyanya
" jawab Kino cepat. Ia ki
tang. Kasihan ia melihat remaja ini terputu
an ikut hanyut. Satu-satunya jalan untuk menghindari kekecewaan
ibirnya ke bibir Kino dan menciumi remaja ini dengan lembut. Kino memejamk
arkan oleh kata-kata. Tubuhnya bagai melayang tak mengin
ino yang memejamkan mata dan memeluk
atu membesar menempel sedikit di atas perutnya. Karena Kino lebih tinggi, maka bagian de
kian Kino, dan panas pula rasanya, seperti dialiri air mendidih. Sejenak R
api tangannya sudah pula mulai meremas. Seakan-akan
ihannya. Nafas Kino terdengar terengah-engah, dan Rien semakin merasa tak enak jika harus berh
seakan-akan tak sadar. Pelan-pelan tangan Rien merayap ke dalam celana dalam
kiannya, desah Rien dalam hati, diam-
semakin terlena. Ia merasakan desakan aneh yang nikmat, sama dengan desaka
ien di bawah sana sangat berbeda dengan apa yang biasa ia ke
harus dilakukan. Rian, pacarnya dulu, pernah mengajarkan bagaimana cara terbaik untuk mem
tubuh Kino tanpa melepaskan ciumannya. Ia merasakan betapa kelaki
nurunkan telapak tangannya sampai ke pangkal kelaki-lakian Kino, lalu dengan gaya mengu
ana. Dan dengan lepasnya sumbat itu, sebuah air bah yang dahsyat menyerbu keluar. Kino mengerang pelan, melepask
alu bergetar dan berdenyut-denyut kuat. Telapak tangan Rien meremas untuk t
kali rasanya semprotan cairan itu memenuhi kepalannya. Lalu, Kino terkulai lemas, dan memeluk tubuh Mba Rien
a. Kino tertawa tertahan, malu bercampur senang. Hujan masih turun, walau tak lagi lebat. Kino tak peduli. Wal
ambu