Am
n rambut depanku dengan jemari, merapikannya dari pandangan agar kami punya ke
gkah memburu. Menurunkan tubuhku dari pangkuan, lantas menyentak celana pendekku ke bawah tanpa repot-repot membuka ritsletingnya. Pria itu mel
nyeret sisa kewarasan yang masih kupunya. Perutku mendadak terpilin oleh sensasi kebas yang menetap di sepergi ke sebuah pintu lain yang terhubung ke sebuah
ngan seringai bangga, menempatkannya di atas nakas sebelum membimbingku mendekat, mengajakku berdir
mberontakan. Postur Logan yang tinggi menjulang, membayangiku di belakang, merebut semua perhatianku pad
n membiarkan tubuhku terekspos sepenuhnya. Kesiapku sontak mengudara bersama embusan napas Logan yang menggelincir
ria itu dengan suara parau, melayangkan satu kecupan ringan di
engaliri dadaku dengan minuman fermentasi itu sampai ke batas pinggul. Aku tidak lagi ter
enerimaan. Setelah Logan berhenti melakukannya, dia membungkuk di hadapanku, dan menjilati jejak wine yang melapisi kulitku dengan
iap jengkalnya dengan hati-hati. Aku menggigit bibir, mematri sensasinya di ingatan, mendesahkan n
berpindah ke sekujur tubuh selepas Logan menciumiku dengan cara sensual yang belum pernah kutahu sebelumnya. Ras
tempat yang tepat, dan membuatku mengharapkan penjelajahan yang lebih dari sekadar kecupan.
perhatikan alarm libido yang baru saja menyala di antara kami. Logan langsung berlutut, menurunkan lidahnya ke titik yang akur
ali lipat lebih baik saat aku m
esensi untuk merekam setiap tahapnya. Lebur seperti salju yang meleleh dalam kobaran lidah api d
d look at yourself," pint
g terdesak oleh dorongan gairah di dalam sana. Berdiri goyah dengan sosok Logan yang masih bersimpuh me
w desperate and
al Logan di situ. Aku kemudian menunduk, balas memandang ke balik gelora yang timbul di sepasang iris kelamny
merasa takut p
sama lain, kecuali tubuhku memang kelewat piawai berkhianat sekarang. Mengkhianati segenap upayaku untuk menolak dan
nya. Pengalamanku yang terbatas pada perlakuan pria seperti Logan juga salah satu
a untuk menyentuh ujung rambutku yang berantakan, membelai dengan lembut, dan mengan
u yang mengingatkanku pada musim panas. Sesuatu yang membangunkan sisi gel
inya, membiarkan setiap helainya jatuh melintasi pundak kiriku, dan memajukan bibirnya persis seperti yang kuharapkan. Me
etiap indraku pun berangsur mengenali pria itu dengan baik hingga membuatku memutuskan untuk menonaktifkan otakku dari prasangka buru
merta berdesir hebat sewaktu pria itu melandaikan ciumannya ke bagian yang paling sensitif. Puncak payudaraku refleks menegang dalam
g semata-mata dilandasi sentimen sesaat di antara kami harus berakhir esok pagi? Teka-teki itu pun kubiarkan mengapung tanpa jawaban,
Amanda. Kau basah
*