g," kata Ida. Dia datang dengan terg
tertegun sejenak. Memandang heran kepada Ida.
a Kartika denga
bapakmu dig
pa
ak mendengar bapaknya digebukin orang. Bapaknya memang sering ma
a. Berjuta tanya berkecamuk dalam hati Kartika. Gadis itu terus berl
Tampak bapaknya babak belur dihajar seorang lelaki ke
gmu!" bentak
ka lelehan darah di sudut bibirnya. Mukanya biru leba
ng basah. Dia juga tidak mempedulikan badannya tercetak
a. Mempraktikkan ilmu silat yang diajarkan ustadz selepas ngaji. Wala
n!" jeri
ng seolah-olah telanjang. Ia menelan ludahnya yang seketika memenuhi mulutn
teriak
ang Kartika. Napasnya seketika terasa megap
gan menggendong adiknya. Secepatnya meny
sungut Kartika. Hatinya kesal
ikut campur, ganti b
knya tidak lagi berkelahi. Bapaknya sudah berdiri dan terlibat pe
**
kan. Sungguh tidak masuk di akal. Mereka kini berbicara di ruang tamu rumahnya. Obrolan tentang juta-jut
kehausan di tengah padang pasir, kemudian melihat sumur dengan airnya yang jerni
kan keperkasaannya. Daun-daun merangkul dahannya dengan erat. Merek
ti cucian yang belum disetrika. Dia duduk di pinggir tempat
unya bergeming, seperti ti
unya. Gadis lugu itu memperhatikan kucing yang bergelung di
rus berbenah!" s
tu mengusir kita, M
itahannya meluncur juga di pipinya. Kantung matanya seper
al
bagai pelunasan utang
artika masih t
s bekerja
ia, Mak," j
belum genap berusia dua puluh tahun. Dia tidak tahu pekerjaan macam apa ya
tangga. Tidak apa-apa, dia rela. Asalkan ibu dan bapakny
n baju lusuhnya ke tas besar. Ibunya
ang harus bekerja kan, Mak? Sekola
*
rahkan sisa uangmu!" teriak H
emannya dari kota. Ada sebuah harga yang disebutkan yang membuat dirinya begitu bersemangat. Lima puluh juta, dia
nya merah, menahan perasaan haru serta bekas pukulan Harso tadi. Biarpun bapaknya seorang laki-laki brengsek, tet
bajumu akan bagus-bagus sepe
ngat ibunya, adiknya, bapaknya juga ... Saiful. Lelaki itu selalu mampu membuat Kartika menyembunyika
ai," kata H
enunggu seorang lelaki berkacamata hitam. Dari penampilan serta
p coklat cukup tebal berpindah tangan. Kartika berdiri sambil menjin
an gadis itu. Entah senyum atau seringai yang lelaki
Dia sudah mengikhlaskan dirinya untuk menjadi pembantu ruma
a melihatnya, dia akan betah tinggal di sini. Tuan Heru tidak banyak b
amu?" tany
Tuan," jaw
tidak tahu isi pikirannya. Lelaki itu melihatnya tan
mu, Kamilia,"
lia, Tuan?" tanya K
ke sini," jawabnya tanpa ekspresi. "Kamu
tetap berdiri. Hatinya bertanya-tanya, "Peke
lia." Berulang kali Kart