edekatanku dengannya masih sebatas saling melempar senyu
mperhatikan Evan selama beberapa hari belakangan ini. Dia akan berangkat bekerja kurang lebih s
ecara teratur mengingatkanku akan ucapan Evan tem
afh
anya Ruri mema
aus yang mendera setelah mengunjungi beberapa tempat les untuk masuk
ambil jurusan apa," ujarku m
kelas dua belas juga punya kerisauan sendiri mengenai masa depan setela
engutarakan keinginannya. Impian yang telah diucapkannya da
dengan keseriusan Ruri yang jarang ditampakkannya. "Nanti kalau nu
p libur semester selalu dua bulanan gitu," ujarnya mengungkit kakak laki-lakinya b
gan seseorang akan berubah menjadi cerewet. Sedangkan Ruri selalu
a dong," balasku memikirkan status remaj
bergantung kepada fisik atau usianya, tetapi pola pikirnya." Terka
car orang dewasa?" tanyak
n sama Kak Siska kadang saling ngambekan,
no itu romant
kayak cuek. Tapi hampir tiap malam kirimin Kak Siska camila
Membayangkan kalau Evan akan datang mal
eolah punya gebetan orang dewas
a penasaran
a Ruri. Setidaknya progres kedekatanku dengan lelaki itu har
ajakku ke toko buku untuk melihat-lihat buku paket cetakan
ang kubaca sebelumnya. Mataku seketika membulat dan melirik sekitar, memastikan Ruri tidak melihat apa yang sedang kubaca ini. Yang membuatku bertambah t
kemudian buru-buru menuju kasir untuk membayar buku ters
lah seharian berada di luar membuatku ingin segera merebahkan tubuhku di atas kasur. Aku pulang dengan taksi
apasan di ruang tamu. Ia tidak sendiri, m
a aja nih." Salah satu teman Kanaya
lan-jalan di mall," balasku singka
ga aku menutup pintu kamar. Tanpa membuang waktu lagi, segera aku menuju kam
unggu makan malam yang disiapkan ibuku jadi. Senyum langsung merek
yum padanya ke
ndapati Kanaya berdiri di belakangku sambil menyeringai. Bagai
a
ah berada dalam genggaman kakak pe
" seru Kanaya berlari keluar
mengikutinya. Menemukan Kanaya mem
kelas dua belas loh," ujar
u beliau sering memberikanku petuah agar tidak sampai terjadi hal-hal yang buruk. Lagipula
u tersebut, namun gagal, karena tubuh
juga mulai menunjukkan buku tersebut pada teman
u merasa terlalu malu di hadapan teman-teman Kanaya. Tanpa sadar, kakiku mulai berbalik berjalan cepat masuk ke dalam kamar dan mengu
akan malam?" tanya Kan
u dengan tatapan
amun bersikap sok keren seperti ini, nyatanya menyiksa diri sendiri. Terbukti, perutku meri
o
o
elah sepuluh menit aku diam-diam berjalan menuju pintu dan membukanya. Tampaklah sebuah nampan berisi semangkuk mie
Kanaya. Harga diriku nyatanya tidak sekuat rasa laparku. Tanpa berpikir lagi aku segera mem
Bahkan kuyakin orang tua kami sudah lelah dengan segala drama pertengkaran yang ka
malam, karena merasa kesal kepadanya dan tidak ingin bertemu. Namun
gan mangkuk dan gelas yang telah kosong. Namun begitu melirik sekitar, keadaan rumah terlihat sepi. Kuyakin Kanaya sedang keluar bersama teman-te
erjalan ke pintu depan dan membukan
Evan berdiri di hadapanku. Masih
sebuah kotak. "Tadi ada yang kasih. Kebetula
perasaan berkecamuk, antara terkeju
hat akan berbalik, namun berhe
ian pipi dan mataku. Lampu teras rumahku tid
a Kanaya," ujar
. T
menepuk kepalaku dengan pelan. "Namanya juga sau
bih terasa romantis," balasku memegang
lam tanpa menarik tangannya dan a
g baru saja ka
*