n malas. Di sebelahnya, Pabl
nis." Pablo mengingatkan. Amber hanya menatap ayah tirinya datar. Merasa tidak pe
uruh lantai agar licin. Sarapan pagi di bayar dengan membuatkan segelas kopi dan merapikan rumah. Makan malam di bayar dengan mencuci. Kehidupan yang keras tanpa ampun membuat Amber mati rasa. Gadis itu lupa rasanya bersenang-senang karen
mengunci pintu dari depan. Amber menjerit. Mengelu
han mengambil nyawa ibunya di hari peringatan kelahirannya. Tapi Pablo malah menyikapinya dengan bahagia. Dia membeli pizaa dan bir untuk merayakan ulang tahun Amber. Suatu kebaikan langka yang hanya terjadi sebulan sekali. Pabl
ti tidak akan meninggalkan banyak beban di pundak kita untuk membayar tagihan-tagihannya . Memangnya kau mau mengurus o
bibitnya hingga berdarah. Menahan diri sekuat mungkin agar tidak menjerit. Pablo terus mencambuki putr
i sia-sia. Amber tidak menyerah. Dia mencari lubang-lubang yang bisa di congkel tap
a sofa, lemari, kasur, perlengkapan mandi dan make up Amber serta peralatan makan kecuali gar
ski di rumah banyak tekanan. Masa paling indah ketika ibunya masih hidup meskipun ayah tirinya kerap mengeluarkan kata-kata yang membuat sakit hati. Tapi semua hilang ketika A
arnya berseberangan dengan Amber melongok keluar jendela. Tubuh tua itu memejamkan mata menikmati sinar bulan yang menimpa tubuhnya. Membasuh semua jejak-jejak kegelap
si nenek yang senyumnya meredup dan segera menutup jendela. Amber dapat memahami kalau bibir nenek itu bergerak karena
urun seorang perempuan dengan gaun yang mirip dengan bikini pantai
ih. Mengomentari perempua
mabuk. Amber mendengar pintu di buka tutup dengan kasar. Lalu sete
ga dengan tangan. Semua ini ben
agar bisa melarikan diri. Persetan dengan kelaparan setelah ini atau m
sengaja menginjak celana dalam perempuan berwarna hij
i pelan. Semoga Pablo lupa menguncinya agar dia kabur dari sini membaw
l
keadaan mabuk, ayah tirinya ternyata
nerima sesuatu yang buruk. Tidak ada celah untuk lari. Amber memejamkan matanya sambil berd
n mengeratkan pegangan tangannya. Bersiap menerima pukulan bend
unggu. Udara pecah di sekeliling. Gelembung-gelembung nafas wa
an. Ini bukan tangan kasar ayah tirinya. Juga buka
an senyum lebar sedang menatap ke arahnya.
nya Amber. Ini adalah kalimat pertama yang di
" nada bicara Lucy terdengar riang. Tapi entah mengapa di telinga Amber suara itu seperti harapan. Apalagi ketika me