Aspal trotoar di sepanjang jal
in seringkali membuatnya terserang flu. Belum lagi di saat dia harus menahan lapar setelah seharian bekerja
a makan dan sebagian akan dia simpan untuk anaknya di rumah. Tapi hari ini restoran sedang sepi dan para pengunjung kebanyakan para pr
lenguh
keroncongan. Sejak pagi tadi dia hanya minum enam gelas air putih. Itulah sebabnya mengapa kini d
tnya yang ditekuk. Tubuhnya semakin menggigil. Nafasnya pun terlihat berasap. Hingga
dengar memanggil-manggil nama wanit
uwi! Ban
ergerak. Dia masih terus tertunduk dalam
lagi-lagi suara wanita lain terdengar. Dia terus mengump
ng! Luwi? Luwi?" ucap wanita
ah Jodie menyentuh bahu sahabatnya itu. Lalu dia mengguncang pelan bahu i
ya, Luwi
ta
ekeliling, sepi sekali. Tak ada ora
sendiri yang harus memapah Luwi
milik Jodie sekitar
nuju pintu begitu bel berbunyi. Dia membuka pintu itu dengan binar matanya
a Gibran khawatir. Dia segera memba
bran. Dia hanya butuh istirah
kepalanya. Jodie tersenyum getir
us. Mudah-mudahan sih masih enak, nih untuk
g seraya menerima roti
. Gibran duduk di sebelah Luwi
an? Ayo dima
mata Luwi. "Wajah Mama pucat. Pasti dia juga belum mak
telah Luwi ceritakan tentang laki-laki itu padanya, Jodie bisa langsung menebak laki-laki macam apa dia. Dan jika suatu hari nanti takdir mempertemukan Jodie dengan lak
a sendiri. Mamamu nanti
ngsung melahap roti itu dengan cep
ak itu aliran dana yang dikucurkan sang Ayah setiap bulannya otomatis terhenti. Membuat Luwi mau tak mau mencari pekerjaan sendiri. Terlebih dengan kondisi Gibran
tidak ada yang lebih penting daripada kesehatan Gibran. Luwi rela melakukan apapun demi memenuhi pengobatan Gibran. Dia tidak ingin anaknya harus
las-jelas memiliki kekuasaan selangit itu seolah melupakan dirinya dan tak sama seka
sudah benar-benar
belum mendapa
*
ru saja
engan setumpukan buku-buku pengetahuan t
sesekali menulis sesuatu di a
l. Laki-laki itu terus menggenggam tangannya dan membawanya menembus langit dan melewati awan. Hingga pada langit ke tujuh, laki-laki itu melepaskan geng
k pernah melewati ibadah di Gereja setiap hari minggu. Dia juga memasang beberapa patung Yesus dan Bunda Maria di Flatnya. Tapi entah menga
. Meski dia masih memiliki seorang ayah tiri, tapi hal itu tak membuatnya merasa memiliki keluarga.
ya hanya demi mengambil keuntungan dari dirinya saja. Karena kebanyakan dari laki-laki yang selama ini menjalin hubungan dengannya adalah ti
bodoh, mau-maunya dijadikan alat pemuas nafs
buhnya dia jatuhkan ke sandara
alan keluar dari perpustakaan kampusnya. Dia sadar sejak kemarin malam sampai siang ini Jodie belum mengisi kembali perutnya. Hanya
n alis tebalnya serta senyum andalannya, tiba-tiba duduk di sampingnya. Bahkan tan
uwi, tapi orangnya tidak ada. Lalu kata Gibran, semalam Luw
yakan Luwi padahal jelas-jelas Luwi itu sangat membenc
die singkat. Dia malas meladeni laki-laki ini. Laki-laki
Resto. Sebab, jika aku yang datang sendiri, pasti Luwi tidak akan mau menemuiku
tuk menjadi pancingan supaya Luwi tidak meng
da Luwi. Sementara di kampus Max itu terkenal sebagai laki-laki yang memilik
idak bisa." Jodie tersenyum tipis di akhir kalimatnya. Tipis sekali
akan datang lagi ke Flatmu. A
bahunya dan bangkit dari hadapan M
jangkung, tak jauh beda dengan Maxton, terli
bertubuh jangkung dan berkulit putih itupun bangkit dari duduknya.
sebuah Flat kecil yang letaknya t
i-laki menyambut
ng. Lalu mereka berdua masuk ke da
daan sekitar. Dia mulai mengecek layar Handphonenya sam
g tertera di layar ponselnya saat ini adalah alamat
ah senyuman mengembang